NEW PAPER
Part 8
Part 8
"Lembur
lagi niih. Lembuuuur teroooooosss" ucap Azka begitu mereka masuk kedalam
mobil, sedangkan para Komplotan itu dibawa menggunakan mobil lain yang
sebelumnya memang sudah disediakan sebelumnya.
"Dari
tadi juga udah lembur kali ka! Ga nyadar heh?" Ucap Sony dibalik kemudi
"Berisik
kalian berdua, Kapt, Anda ga papa?" Tanya Arzia pada Raffi yang duduk
dibangku depan bersama Sony.
"Ya"
jawab Raffi singkat lalu membuka kemejanya, kemudian membuka baju anti peluru
yang dipakainya sebelum berangkat tadi. Kalau saja tadi dia tak memakai baju
itu mungkin sekarang dia sudah berada dikamar jenazah akibat tembakan Gerald
tadi. Namun tanpa Raffi sadari Arzia sedari tadi terus melihat kearahnya tanpa
berkedip.
"Berharap
kapten topless disini heh? Ga akan!" Ucap Azka ke Arzia
"Hah?
Apaan sih? Enggak aku bukan mikirin itu, cuma mikir kalian semua pake baju anti
peluru ya?" Arzia menepuk perut Azka yang duduk disampingnya.
"Akh tuh kan, Azka pake anti peluru juga. Jadi cuma aku yang ga pake? Kalo tadi aku ketembak gimana?"
"Akh tuh kan, Azka pake anti peluru juga. Jadi cuma aku yang ga pake? Kalo tadi aku ketembak gimana?"
"Ya
salah sendiri pake baju begitu, kalo pake baju anti peluru ya ketauanlah"
Ucap Azka cuek lalu menyenderkan tubuhnya.
"Tumben
tembakanmu tepat Ka biasanya juga meleset" ucap Sony mengalihkan
pembicaraan sambil melirik Azka dari kaca spion.
"Heh
kurang ajar banget ya, aku ga sepayah itu!" Ucap Azka tak terima, ya
malaupun memang dika dibandingkan dengan Sony dan Raffi memang Azka pasti kalah
tapi dia mampu membidik sasarannya dengan tepat walaupun kadang meleset itupun
tak meleset banyak.
"Ya
ya ya. Untung tadi ketembak tu Restian, kalo dia tadi berhasil kabur alamat ga
kelar-kelar ini kasaus" ucap Sony
*****
Setelah
sampai di kantor mereka sumua pun bergegas melakukan pekerjaan mereka
selanjutnya apalagi Azka di benar-benar akan lembur panjang malam ini, karna
dia yang harus memeriksa ketujuh orang-orang itu. Sedangkan Raffi baru
menyelesaikan semuanya pukul 3 pagi tapi dia tetap harus pulang.
"Mau
pulang juga kapt, ga disini aja, nanggung kalo pulang" ucap Sony yang
disetujui oleh Arzia.
"Firra
dirumah sendirian"
"Yaudah
hati-hati kapt"
Raffi
hanya menganggukkan kepalanya kemuadian bergegas menuju parkiran.
"Firra
istrinya kapten ya?"
"Hah?
Bukan, itu kembarannya" jawab Sony acuh lalu menyesap kopinya
Arzia
mengangguk-anggukkan kepalanya lalu tersenyum.
****
"Gigi sayang udah dong nangisnya, kamu tuh harus nge-iklhasin bangTian, kasian dia kalo kamu tangisin gini terus, udah ya sayang" ucap Reta Mama Nagita
"Gigi sayang udah dong nangisnya, kamu tuh harus nge-iklhasin bangTian, kasian dia kalo kamu tangisin gini terus, udah ya sayang" ucap Reta Mama Nagita
"Tapi
ma, hiks hiks bang Tian hiks... dia hiks... ga ada lagi" ucap Nagita
ditengah isak tangisnya. Sambil terus memeluk boneka pemberian Restian
Sudah
seminggu Restian meninggal dunia akibat kebaran namun hingga saat ini Nagita
belum dapat mengikhlaskan kepergian Abangnya itu, dia sudah terbiasa selalu
bersama Restian hingga dia tak sanggup untuk ditinggalkan apalagi seperti ini.
"Dengerin
mama sayang" Reta menangkup wajah Nagita agar mau melihat kearahnya.
"Kamu ga sendiri masih banyak yang sayang sama kamu masih ada mama, papa, Gilang pacar kamu dan masih ada sahabat kamu, Bunga. Kamu ga boleh terus-terusan sedih begini sayang, kamu harus kuat, kamu ga boleh cengeng gini ya sayang"
"Kamu ga sendiri masih banyak yang sayang sama kamu masih ada mama, papa, Gilang pacar kamu dan masih ada sahabat kamu, Bunga. Kamu ga boleh terus-terusan sedih begini sayang, kamu harus kuat, kamu ga boleh cengeng gini ya sayang"
Cukup
lama Nagita terdiam menelaah perkataan sang mama hingga akhirnya dia
mengangguk-anggukkan kepalanya membenarkan perkataan mamanya, ya dia tak boleh
terus seperti ini. Nagita menghapus air matanya lalu memeluk mamanya.
"Maaf-in
Gigi ya ma, mama bener Gigi ga boleh gini terus"
"Ia
sayang kamu harus kuat apapun yang terjadi"
Keesokkan
harinya Nagita mencoba kembali memulai kehidupannya lagi, dia tak lagi
menangisi kepergian Restian. Hari ini Nagita akan pergi ke Appartmen Gilang
pacarnya semenjak meninggalnya Restian, Nagita tak pernah lagi bertemu dengan
Gilang. Sesampainya didepan Appartmen Restian Nagita langsung membuka pintu
dengan sandi yang memang diketahuinya.
Namun
Nagita tak menemukan Gilang diruang tengah, mungkin dia masih tidur mengingat
ini adalah hari minggu Gilang biasa bangun hingga jam 1 siang fikir Nagita.
Nagita pun melangkahkan kakinya kearah kamar Gilang namun suara dari dalam
kamar itu menghentikan langkahnya.
"Gimana
kalau Gigi sampai tau?" Nagita terdiam, dia mengenal suara perempuan itu,
itu suara Bunga sahabatnya dari kecil.
"Ck
ngapain peduliin dia hem? Dia hanya sibuk dengan dunianya sendiri, dia tak
pernah peduli dengan orang lain, jadi kamu jangan fikirin dia honey"
"Tapi
Gilang dia hmmp mmm"
"Jangan
fikirkan dia, dia hanya wanita yang sok suci. Jadi jangan fikirkan dia"
Entah
sejak kapan air mata Nagita mulai mengalir membasahi pipinya yang mulus,
perlahan Nagita membuka pintu kamar itu sambil menahan isak tangisnya namun
ternyata keputusan Nagita untuk membuka pintu adalah kesalahan besar, disana
Nagita melihat Bunga sahabatnya berada dibawah rengkuhan Gilang pacarnya tanpa
sehelai benangpun yang menutup tubuh mereka, Nagita sudah tak tahan lagi dia
kembali menutup pintu kamar itu dengan membantingnya lalu berlari keluar dari
appartmen Gilang.
Nagita
berlari sambil menangis dia tak perduli dengan orang-orang yang memandang aneh
dirinya. Hatinya sudah begitu sakit sangat sakit hingga dia tak tahan lagi. Dia
memukuli dadanya sendiri untuk menghilangkan rasa sakit yang begitu
menyiksanya.
Begitu
melihat Taxi yang lewat, Nagita langsung menaikinya dia tak memperdulikan
pertanyaan sang supir Taxi yang menanyakan tujuannya dia terus menangis,
menangis dan terus menangis dia tak perduli lagi dengan tampilannya yang
benar-benar berantakkan, eyeliner nya sudah luntur hingga kepipinya, maskaranya
pun tak jauh berbeda, Nagita benar-benar tak tahan lagi dengan rasa sakit yang
dirasakannya.
Padahal
awalnya Nagita mengunjungi appartmen Gilang agar Gilang membantunya
mengikhlaskan Restian dan menjalankan kehidupan seperti semula namun yang
didapatnya justru kebalikannnya belum lagi Bunga yang membuat hatinya tambah
terasa sangat sakit.
Ponsel
Nagita berdering nyaring hingga beberapa kali namun dia sama sekali tak
memperdulikannya hingga akhirnya dia jengah sendiri dan mengangkat panggilan
itu.
"Halo
hiks"
"Selamat
siang, kami dari kepolisian, apa Saudari mengenal Saudari Reta Armelia &
saudara Jonathan Denen?" Tanya suara disebrang sana
"I..
iiaa mereka orang hiks.. tua sa saya"
"Orang
tua saudari mengalami kecelakan dan sekarang tengah berada di Rumah Sakit XXX
Apakah saudari bisa segera kemari"
Hening
tak ada suara lain, selain isak tangis pilu dari Nagita.
"Kenapa? Kenapa seperti ini Ya Allah ? Kenapa aku harus mendapat cobaan seperti ini ya Allah? Kenapa? Kenapa?" Jerit Nagita dalam hatinya.
"Kenapa? Kenapa seperti ini Ya Allah ? Kenapa aku harus mendapat cobaan seperti ini ya Allah? Kenapa? Kenapa?" Jerit Nagita dalam hatinya.
Entah
kebetulan atau apa Taxi yang ditumpangi Nagita melewati Rumah sakit yang
desebutkan pihak kepolisian tadi, Nagita langsung meminta diturunkan disitu dan
dengan cepat mebayar argo taxi tersebut.
Setelah
menanyakan dimana keberadaan orang tuanya, Nagita langsung menuju kesana dengan
tangis yang tak mau berhenti walaupun Nagita sudah berusaha menahannya. Sedikit
lagi saat Nagita akan tiba diruangan orangtuanya,pintu ruangan itu terbuka lalu
keluar seorang suster dengan membawa seorang pasien yang tak sadarkan diri,
suster itu berjalan dengan cepat. Nagita mendekati suster itu dan begitu
terkejut mendapati papanyalah yang berbaring tak sadarkan diri disana,
luka-luka terlihat jelas disekujur tubuhnya.
"Sus
apa hiks apa yang hiks hiks sama papa saya hiks"
"Bapak
ini harus segera dioperasi, permisi" ucap Suster itu melanjutkan
langkahnya.
Saat
Nagita akan mengikutinya pintu ruangan tadi kembali terbuka seorang suster
keluar dari ruangan itu kali ini membawa seseorang yang seluruh tubuhnya sudah
ditutupi kain putih, Nagita berusaha mengenyahkan pemikirannya tentang
kemungkinan kalau orang yang berada disana adalah mamanya, namun rasa penasaran
mengalahkan semuanya Nagita membuka kain putih itu dan yang dilihatnya
selanjutnya adalah kenazah sang mama yang begitu disayanginya.
Nagita
menggelengkan kepalanya dengan kuat "enggak! Enggak mama saya madih hidup!
jangan ditutup! Mama saya masih hidup! MAMA SAYA MASIH HIDUP!! Cepat tolong
mama saya!" Nagita mengguncang-guncangkan tubuh suster tadi sambil
menangis dan merancau tak jelas dan lama-kelamaan mulai kehilangan
kesadarannya.
Raffi
baru tiba pukul 4 pagi dirumahnya, dua benar-benar sangat lelah sekarang. Dia
ingin segera masuk kekamarnya dan mengistirahatkan tubuhnya namun saat dia
melewati kamar Nagita dia mendengarkan suara tangisan di ikuti jeritan. Raffi
mengetuk pintu kamar itu namun hanya jeritan dan tangisan yang didengarnya.
Karna takut terjadi sesuatu Raffi langsung membuka pintu kamar itu yang memang
tak terkunci.
"Maaa Mamaaaa hiks Mamaaaaaaaaa" teriak Nagita madih dalam keadaan tertidur keringat yang membanjiri seluruh tubuhnya
"Maaa Mamaaaa hiks Mamaaaaaaaaa" teriak Nagita madih dalam keadaan tertidur keringat yang membanjiri seluruh tubuhnya
"Ada
apa?" Tanyanya yang masih berdiri didepan pintu.
Nagita
tarus menangis dan merancau memanggil orang tuanya, masih dalam keadaan
tertidur
Karna
bingung Raffi mendekat kearah Nagita yang terus saja merancau memanggil mama
dan papa nya.
Rafi
menangkup bahu Nagita dan sedikit mengguncangkannya untuk menyadarkan Nagita.
"Hey tenang lah!" Ucap Raffi dengan nada memerintah.
"Aakkhh
Ma hiks mamaaa"
"Hey
lihat saya! Sadarlah!" Kali ini Raffi menangkup wajah Nagita agar bangun
dan melihatnya.
Perlahan
Nagita membuka matanya dan langsung memeluk Raffi begitu erat.
"Pa jangan tinggalin aku pa, aku mohon hiks.... Pa"
"Pa jangan tinggalin aku pa, aku mohon hiks.... Pa"
Raffi
yang dipeluk Nagita secara tiba-tiba hanya terdiam tanpa membalas pelukan
Nagita. Dia bingung harus bereaksi bagaimana sekarang.
"Pa
mama pa, mama hikss" suara Nagita terdengar begitu parau namun semakin
lama semakin memelan.
Raffi
tak bergerak sedikitpun dia hanya diam seperti patung enggan untuk bergerak
apalagi menyingkirkan Nagita dari pelukannya padahal biasanya Raffi paling anti
jika dipeluk-peluk seperti ini oleh wanita kecuali Firra, Raffi seakan
menikmati pelukan Nagita walaupun Raffi tahu Nagita menganggap dirinya Papa
Nagita.
Beberapa
saat kemudian Raffi dapat merasakan deru nafas Nagita yang mulai teratur
disusul suara dengkuran halus. Perlahan Raffi melepaskan pelukkan Nagita dan
membaringkan Nagita agar dia bisa tidur lebih tenang. Saat Raffi akan pergi
Nagita menahan tangan Raffi.
"Pa
jangan pergi, jangan tinggalin aku" ucap Nagita menggenggam tangan Raffi
dengan begitu erat.
Beberapa
kali Raffi mencoba melepaskan tangannya dari Nagita namun sepertinya sia-sia,
akhirnya Raffi duduk dilantai dan membiarkan tangannya digenggam oleh Nagita.
Awalnya Raffi hanya diam menatap Nagita namun lama-kelamaan dia mulai mengantuk
dan akhirnya tertidur dengan posisi yang sangat tak nyaman. Raffi tidur dengan
posisi duduk, menyenderkan kepalanya pada tempat tidur Nagita dan membiarkan
tangannya tetap di genggam oleh Nagita.
****
"Ta...
Nagita" Firra mengetuk-ngetuk pintu kamar Nagita yang terbuka sedikit.
"Taaa, mbak masuk yaa?" Ucap Firra karna tak ada jawaban dari Nagita.
"Taaa, mbak masuk yaa?" Ucap Firra karna tak ada jawaban dari Nagita.
"Ya
ampun Ta, ayo bangun udah pagi ini" ucap Firra begitu masuk kekamar Firra
Nagita
mengerejabkan matanya beberapa kali, mencoba untuk membuka matanya dwngn
sempurna. "Hmmmmm" gumam Nagita lalu duduk dengan kepala menghadap
Firra yang masih berdiri didekat pintu.
"Maaf
ya mbak, aku lama bangunnya"
"Ia
gapapa, tapi kamu kenapa kelihatan capek banget gitu sih Ta?"
"Ia
nih ga tau kenapa kaya capek banget gitu mbak" Nagita akan membuka
selimutnya namun dia baru menyadiri kalau dia menggenggam sesuatu.
"Eh?"
"Kenapa
Ta?" Firra pun mendekat kearah Nagita karna penasaran karna Nagita yang
terus melihat kebawah.
"Heh?
Raffi? Kalian?" Mata Firra tertuju pada tangan Nagita yang menggenggam
tangan Raffi.
"Hmm
mbak, ini ga kaya yang mbak fikirin, ini... ini" Nagita bingung harus
menjelaskan apa pada Firra karna dia sendiri masih bingung kenapa dia bisa
menggenggam tangan Raffi seperti ini.
Sedangkan
Raffi terus saja tidur seakan tak terganggu oleh apapun.
"Raffiiiiiiiii!!"
Teriak Firra membahana didalam kamar Nagita.
"Firraaa
jangan berisik! Sebentar lagi gue turun" ucap Raffi tanpa membuka matanya
Firra
yang mendengar itu hanya diam sambil bedecak pinggang menatap Nagita dengan
tatapan minta penjelasan.
"Aku...
aku bener-bener ga ngerti mbak, aku juha binggung" ucap Nagita sedikit
takut dan segera melepaskan genggamannya pada Raffi.
"Diam
disitu sampai Raffi bangun" ucap Firra pada Nagita saat melihat Nagita
akan beranjak dari kasurnya.
"Tapi
mbak pak Raffi belum bangun"
"Dia
bilang sebentar lagi dia akan turun berarti sebentar lagi dia bangun"
Nagita
pun hanya diam menundukkan kepalanya sambil terus mengingat-ingat kenapa Raffi
bisa dikamar ini dan bagaimana pula ceritanya sampai dia menggenggam tangan
Raffi. Dan benar saja belum sampai lima menit Raffi perlahan membuka matanya
dan merenggangkan otot-ototnya sambil memberikan tatapan bingung pada Firra dan
Nagita.
"Udah
bangun? Sekarang jelasin sama gue apa-apan ini?" Ucap Firra menatap sengit
kearah Raffi yang masih duduk dilantai.
"Apanya?"
Tanya Raffi mengusap wajahnya kasar.
"Kenapa
lo bisa disini heh?"
Raffi
melihat sekelilingnya dan baru sadar kalau dia tak berada dikamarnya melainkan
dikamar tamu yang ditempati Nagita dan dalam sekejap pula dia mengingat
kejadian semalam.
"Gue
mau mandi lalu kekantor nanti gue jelasin" ucap Raffi dan bangkit dari
duduknya.
"Raffi
ini HA.RI.SAB.TU!!!" Ucap Firra penuh penekanan.
"Ada
kasus ya........"
Hmmmpp
hmmpp Firra menutup mulutnya karna tiba-tiba merasa begitu mual, dengan cepat
Raffi berdiri disamping Firra dan memapahnya menuju kamar mandi.
Huuuwleek
huuwlleekk begitu berada dikamar mandi Firra memuntahkan seluruh isi perutnya
hingga dia merasa begitu lemas. Raffi yang berdiri dibelakang Firra dengan
telaten memijat pelan tengkuk Firra.
"Sudah?"
Tanya Raffi pelan lalu Dijawab dengan anggukan lemah oleh Firra.
Raffi pun menuntun Firra keluar dari kamar mandi dengan perlahan lalu membantu Firra duduk ditempat tidur Nagita.
Raffi pun menuntun Firra keluar dari kamar mandi dengan perlahan lalu membantu Firra duduk ditempat tidur Nagita.
Nagita
menyodorkan air hangat untuk Firra yang fia ambil saat Firra dikamar mandi
tadi.
"Diminum dulu mbak" ucap Nagita membantu Firra minum
"Diminum dulu mbak" ucap Nagita membantu Firra minum
"Makasih
ya Ta" Firra tersenyum lemah.
"Lo
udah sarapan?" Tanya Raffi yang dijawab gelengan lemah oleh Firra.
"Kenapa?
Harusnya lo tu sarapan dulu"
"Ini
masih setengah tujuh Raffi! Tadinya mau ngajakin sarapan bareng tapi.."
"Jangan
mikir macem-macem, udah istirahat aja, Nanti sarapannya dipesan aja lo ga usah
masak, Gue siap-siap dulu" Raffi bangkit dari duduknya kemudian keluar
dari kamar Nagita.
Kini
Nagita menduduki tempat yang diduduki Raffi tadi dengan sungkan.
"Maaf ya mbak gara-gara aku jadi gini" Nagita menunduk takut.
"Maaf ya mbak gara-gara aku jadi gini" Nagita menunduk takut.
"Ngapain
minta maaf sih Ta? Aku ga papa kok, belakangan ini emang aku sering mual-mual
kalo pagi"
"Tapi
mbak..."
"Udah
jangan ngerasa bersalah gitu, aku rada aneh ya orang tuh diawal kehamilan yang
mual-mual, lah aku udah masuk bulan ketiga baru mual-mual" ucap Firra
tersenyum menenangkan Nagita.
"Udah
aku gapapa, gih sana mandi setelah itu kita sarapan bareng" ucap Firra
lagi.
Nagita
pun mengikuti perkataan Firra dan langsung beranjak menuju kamar mandi.
****
"Pagi
kapten" Sapa Arzia begitu Raffi tiba dikantor.
"Pagi"
jawab Raffi kemudian langsung masuk kedalam ruangannya diikuti Arzia dan
anggota timnya yang lain.
"Lapor
kapt, ini hasil pemeriksaan semalam" Azka memberikan sebuah map ke Raffi.
Raffi
langsung membacanya dengan seksama dan sesekali menyeritkan keningnya.
"Pelaku
utama belum kita temukan, ini membuktikan bahwa komplotan itu sudah begitu
besar dan banyak orang yang terlibat didalamnya, kita tinggal sedikit lagi
untuk menangkap pelaku utamannya. Dan saya harap kamu Azka bisa terus mendesak
mereka membuka siapa pelaku utama dalam kasus ini" Ucap Raffi
"Siap
kapten" jawab Azka tegas.
"Arzia
bagaimana hasil pemeriksaan mereka? Apa mereka semua positif menggunakan
Narkoba?"
"Siap
kapt, enam diantara tujuh orang-orang tersebut positif menggunakan Narkoba
sedangkan satu orang dinyatakan Negatif" jelas Arzia
"Siapa?"
"Gerald
Seka Dirnata"
Raffi
mengangguk-anggukkan kepalanya entah apa yang difikirkanny namun kemudian
menanyakan keberadaannya. "Dimana dia sekarang?"
"Di
sel tahanan khusus, kapten"
"Baik,
lanjutkan pekerjaan kalian"
"Siap
kapten" lalu mereka pun membubarkan diri.
Tak
hanya para bawahannya saja yang keluar, Raffi pun ikut keluar dari ruangannya
menuju sel tahanan tempat Gerald berada, sesampainya disana Raffi kepada
penjaga untuk memberikannya waktu berbicara kepada Gerald.
Sekarang
Raffi dan Gerald sudah duduk berdua di tempat biasa para tahanan menerima
kunjungan. Disana hanya ada mereka berdua karna ini memang bukan waktu
kunjungan. Mereka berdua duduk saling berhadapan dan melemparkan tatapan
mematikan, jika tatapan mata bisa melukai tubuh secara nyata mungkin saat ini
tubuh mereka sudah dipenuhi sayatan-sayatan. Tak ada yang memulai pemibicaraan
hingga 10 menit mereka hanya diam hingga Raffi mengeram kesal.
"Apa
yang membuatmu sebodoh ini!!!" Geram Raffi tertahan.
"Lo!
Lo yang buat gue seperti ini" Gerald tersenyum sinis kearah Raffi
"Itu
semua keputusan Firra, dia yang memilih Abian...."
Ciihh
Gerald meludah kesamping lalu menatap bengis kearah Raffi
"Jangan sebut nama baj*ng*n itu didepan ku!" Desis Gerald.
"Jangan sebut nama baj*ng*n itu didepan ku!" Desis Gerald.
"Itu
salah lo sendiri, Lo ga pernah ngungkapin apa yang lo rasain ke Firra"
"Tapi
lo tau, lo tau perasaan gue sama Firra sejak kita SMP Raffi. SE.JAK S.M.P dan
lo sama sekali tidak ngebantu gue sedikit pun dan yang lebih parah lagi lo
memyetujui hubungannya sama si brengs*k itu! Dia brengs*k Raffi dia Baj*ng*n
dan lo tau itu! Tapi lo ga ngelakuin apa-apa!"
"Tapi
itu tidak ada hubungannya dengan keterlibatan Lo dikasus ini"
"Dengan
gue gabung disini, gue ngedapetin semua yang gue mau, gue bisa keluar dari
rumah sakit jiwa itu, gue masih tetap bisa ngawasin Firra, gue bisa ngawasin
Baj*ng*n itu, gue bisa ngelenyapin dia dan ngerut Firra darinya"
"Lo
GI.LA!!" Bentak Raffi
"Dan
lo turut andil di dalamnya. Kalau aja lo bantuin gue, kalau aja lo ga setuju
sama pilihan Firra ini semua ga akan terjadi! Dan janin yang dikandungan Firra
sekarang itu anak Gue! BUKAN ANAK DIIAAA" Gerald menarik kerah baju untuk
meluapkan emosinya wajahnya sudah memerah mungkin akibat aliran darahnya yang
langsung mendidih jika membicarakan ini.
"Hey!
Lepaskan tanganmu Bodoh!" Bentak Sony yang kebetulan lewat ditempat itu,
saat Sony akan menyingkirkan tangan Gerald, Raffi mengangkat tangannya untuk
menahan Sony dan menyuruh Sony meninggalkannya lewat gerakan tangannya pula.
Gerald
melepaskan cengkramannya pada Raffi secara kasar dan kembali duduk dengan nafas
terengah.
"Sadarlah
rald, Firra bukan jodoh mu. Masih banyak wanita diluaran sana yang bisa lo
jadiin pendamping. Dia sudah milik orang lain"
Gerald
kembali meludah lalu metap Raffi dengan tatapan tak terbaca.
"Lo gampang ngomong gitu Fi, lo ga ngerasain rasanya jadi gue lo ga pernah tau! Lo ga ngerasain Fi"
"Lo gampang ngomong gitu Fi, lo ga ngerasain rasanya jadi gue lo ga pernah tau! Lo ga ngerasain Fi"
Raffi
menghela nafas panjang, dia memang mengetahui bahwa Gerald menyukai kembarannya
sejak masih SMP namun dia memang tidak pernag mau ikut campur dengan percintaan
kembarannya baik Firra ataupun Raffa baginya itu adalah masalah pribadi mereka
masing-masing namun dia tak tau kalau sampai begini akhirnya.
"Gue
bakal bawa Firra kesini buat nemuin lo, tapi cuma sebatas bicara biasa tidak
lebih"
Mata
Gerald langsung berbinar senang, melihat itu Raffi hanya mendecak sebal
bagaimana bisa sahabatnya itu berbuat segila dan sejauh ini hanya karna
mencintai kembarannya.
***
Sementara
itu dirumah Firra dan Nagita disibukkan dengan mengurus taman rumah Firra.
Sebenarnya yang bekerja hanya Nagita karna sedari tadi Firra hanya
melihat-lihat karna tak tau harus melakukan apa namun saat Nagita akan memegang
Bunga Anggrek ungu Firra dengan cepat menahannya.
"Yang
itu ga usah Ta, nanti Raffi marah"
"Hah?
Kenapa mbak?" Tanya Nagita bingung.
"Ya
jangan aja, ga ada boleh nyentuh bunga itu selain Raffi dan Mama, bahkan Papa
sekalipun ga pernah nyentuh bunga itu"
Nagita
mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian kembali bertanya.
"Mamanya
Mbak tugas juga ya?" Tanya Nagita karna seingatnya Mama Firra adalah
pramugari.
Firra
tak langsung menjawab kemudian tersenyum lemah "Mama udah ga ada" lirihnya.
"Maaf
mbak, aku...."
"Ga
papa, udah akh kita masak aja ya, tadi Raffi bilang jam makan siang dia pulang,
sekarang udah jam 11 yuk buruan" Firra bangkit dari duduknya dan
membersihkan celana bagian belakangnya karna mereka hanya duduk direrumpuntan. Nagita
pun mengikuti yang dilakukan Firra kemudian mereka masuk kedalam.
☆☆☆
Raffi
tiba dirumah tepat pukul satu, dia masuk dan langsung menanggalkan jaketnya dan
hanya menyisakan V-neck hitam yang pas dibadannya.
"Kenapa
belum makan?" Ucap Raffi begitu melihat belum ada yang memakan makanan
yang ada dimeja makan.
"Nungguin
lo lah, kenapa ganti baju?" Ucap Firra mengingat saat pergi tadi Raffi
menggunakan pakain dinasnya.
"Gerah,
udah sekarang makan" lalu mereka bertiga pun makan dalam diam hingga
selesai Firra baru membuka suara.
"Semalam
pulang jam berapa?" Tanya Firra ke Raffi.
"Jam
4"
"Gimana
ketangkep?"
"Ya,
dan salah satu dari mereka ingin ketemu ama lo"
"Hah?
Gue?" Firra menunjuk dirinya sendiri bingung "buat apa? Gue ga mau
berurusan sama gitu-gituan"
"Terserah"
ucap Raffi pada Firra kemudian menatap kearah Nagita yang menundukkan kepalanya
"dan Restian juga tertangkap"
Nagita
langsung menatap Raffi dengan tatapan tak percaya.
"Sudah
jangan difikirkan" Raffi mengibaskan tangannya dan bersiap meninggalkan
meja makan namun suara Firra mengintrupsinya.
"Mau
kemana heh? Duduk" Firra menunjuk Raffi jari telunjuknya yang lentik.
"Apa
lagi?"
"Du.duk!
Lo belom ngejelasin soal yang tadi pagi!" Ucap Firra sambil menyipitkan
matanya kearah Raffi dan jari telunjuknya masih menunjuk kearah Raffi.
Raffi
pun akhirnya kembali duduk menyenderkan tubuhnya dikursi, sungguh dia sangat
lelah sekarang dia hanya tidur kurang dari tiga jam dan harus kembali berkutat
dengan pekerjaannya dan sekarang apa lagi ini?
"Jelaskan?"
Ucap Firra menatap Nagita dan Raffi bergantian minta penjelasan
Raffi
menghela nafas lalu menceritakan semua hingga dia bisa tertidur disana. Nagita
yang mendengarnya membuka mulutnya tak percaya dia memang ingat kalau dia
memimpikan orang tuanya tapi dia sama sekali tidak ingat memeluk Raffi, bahkan
sampai menahan Raffi agar tak meninggalkannya, ini gila! Batin Nagita.
Firra
yang sedari tadi menahan nafas entah karna apa kini perlahan menghembuskan
nafasnya menatap Nagita dengan tatapan yang sulit dimengerti ada kilatan
kesedihan disana, dia memang tak mengetahui dengan jelas apa yang dimimpikan
tapi Firra tau pasti mimpi itu sangat buruk melihat dari mimik wajah Nagita.
"Maaf
ya pak, saya beneran ga sadar, maaf ya pak" ucap Nagita, dia menjadi tak
enak dengan Raffi.
"Bukan
masalah, sudahlah" Raffi bangkit dari duduknya dan berlalu menuju
kamarnya.
"Udah
Ta, ga usah ga enak gitu, Raffi gapapa kok. Kalau dia marah pasti udah marah
dari tadi pagi" ucap Firra sambil tersenyum kearah Nagita.
"Aku
cuma ga enak mbak, gara-gara aku pak Raffi tidurnya dilantai sambil duduk
lagi"
"Udah
gapapa, Raffi bahkan pernah tidur sambil berdiri jadi jangan difikirin ya. Ya
udah kamu istirahat gih, dari pagi kan kita udah capek banget biar piringnya
bibi yang bersihin"
Nagita
pun mengiyakan perkataan Firra kemudian mereka beranjak kekamar masing-masing.
Namun bukannya kekamarnya Firra malah masuk kekamar Raffi. Raffi yang baru saja
akan memejamkan matanya mendengus sebal.
"Apalagi
FIR.RA ?"
"Hehe
lo mau tidur ya?" Bukannya menjawab pertanyaan Raffi, Firra malah balik
bertanya membuat Raffi berdecak kesal.
Firra
duduk di pinggir tempat tidur Raffi dan menatap kembarannya dengan intens
"Lo
suka sama Nagita ya?" Ucap Firra tanpa tendeng alih-alih.
Raffi
membulatkan matanya seketika mendengarkan penuturan kembarannya itu.
"Jangan ngaco!" Raffi menutup wajah dengan bantal dan memunggungi Firra.
"Jangan ngaco!" Raffi menutup wajah dengan bantal dan memunggungi Firra.
"Tuh
kan! Kalo engga ngapain lo gini? Biasanya gue ledekin lo biasa aja" namun
Raffi hanya diam tak memperdulikan Firra yang menurutnya ngaco.
"Lo
juga kenapa peduli banget sama dia, ngelindungi dia sampe bawa kesini, biasanya
ga pernah. Gue tau lo ngederin gue Raffi ga usah pura-pura tidur."
"Raffi
kalo lo suka sama Nagita ga papa kok, nanti gue bantuin ngedeketin lo sama dia
tapi jujur dulu sama gue"
Raffi
tak menanggapi perkataan Firra dia masih dalam mode pura-pura tidur.
"Tapi
ya Fi gue tetap ga suka lo masuk kamar dia sembarangan, kalo lo tadi subuh
khilaf trus ngapa-ngap...."
"Gue
bilang jangan ngaco! Udah sanah keluar" Raffi bangkit dari tidurnya dan
mendorong Firra pelan agar keluar dari kamarnya.
"Jangan
bilang lo sempat mikir gitu tadi pagi"
"Firra
keluar!" Raffi dengan cepat mengunci pintu kamarnya dan menggerutu tak
jelas.
kelinci99
BalasHapusTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino