Jumat, 15 April 2016

NEW PAPER
Part 4
Sore ini Nagita dan Reinka sedang bersantai menikmati senja di sebuah caffe yang cukup nyaman namun juga unik cafe itu didesain seperti kita sedang berada berada di sebuah hutan dengan lantai yang menggunakan rumput-rumput buatan pilar yang berada disana dibuat menyerupai beberapa jenis pohon. Meja dan kursinya dibuat menyerupai bekas tebangan sebuah pohon besar namun cukup nyaman untuk diduduki.
"Keren ya mbak tempatnya? Jadi berasa makan ditengah hutan belantara gitu" ucap Nagita sambil terus memperhatikan cafe itu
"Ia. Untung aja disini ga ada binatang buasnya" balas Reinka
"Haha ia ia kalo disini ada binatang buasnya bukan kita yang makan disini mbak tapi kita yang DIMAKAN"
Lalu keduanya tertawa bersama kemudian menyantap hidangan yang telah mereka pesan sebelumnya.
"Eh mbak baru ingat nih ada satu pembahasan yang belom kita bahas nih" ucap Reinka
Nagita menyeritkan keningnya bingung pembahasan apa coba? Pikirnya.
"Apaan mbak?"
"Soal dokter Firra, Raffi dan A alah mbak lupa namanya, nah soal mereka"
"Apa nya yang mau dibahas mbak?"
"Ya soal hubungan Firra dan Raffi kita kirakan selama ini mereka suami istri eh taunya saudaraan. Kembar pula lagi"
"Ha ia mbak, awalnya bingung tuh waktu liat Mbak Firra ama cowok lain cuma karna waktu itu lagi panik jadinya ga tertalu peduli gitu. Nah pas udah sampe rumah mbak Firra ngenalin kalo cowok itu Suaminya aku kan langsung syok gitu mikirnya kalo Mbak Firra itu bener-bener selingkuh sama si pak polisi eh taunya.."
"ia ia aku juga sempet mikir Gitu. Tapi begitu dikasih tau kalo Raffi itu kembarannya baru deh ga mikir aneh-aneh lagi. Aku kirain muka mereka mirip karna emang jodoh eh taunya kembaran"
"Dan aku baru nyadar nama mereka mah cuma dibolak-balik doang RafFirRafFirRa ya kan?"
"Hahaha ia aku malah baru nyadar ini"
Tawa mereka kembali terdengar sepertinya sore itu mereka begitu bahagia melupakan semua permasalahan apapun dan larut dalm gelak tawa dan tanpa mereka sadari sedari tadi seseorang yang duduk tepat disebelah mereka menyerap semua informasi yang didapatnya dengan baik tanpa ada yang terlewatkan sedikitpun.
***
Hari ini Andriawan ayah Raffi dan Firra datang untuk mengunjungi kedua anaknya.
"Papaaaaa Firra kangen" ucap Firra langsung memeluk sang ayah.
"Akh papa juga kangen sama kamu" Andriawan membalas pelukan putrinya dengan sama eratnya "mana Raffi?" Tanyanya kemudian
"Raffi masih dijalan pa bentar lagi....." belum sempat Firra melanjutkan pekataannya Raffi muncul dan dengan wajah kelewat lusuh membuat kedua orang yang melihatnya menyeritkan kening bingung.
"Sore Pa" Raffi menyalim tangan sang Papa "Pa Raffi kekamar dulu mau mandi gerah" ucap lagi lemudian berlalu begitu saja tanpa repot-repot menunggu jawaban dari kedua orang yang berada disana.
"Kenapa dia?" Tanya Adriawan
"Palingan ada kasus yang belum tuntas pa, udah akh palingan nanti waktu makan malam dia keluar kok, kan biasanya juga gitu"
Andriawan tersenyum lalu mengacak-acak rambut putrinya
"Paaa Firra bukan anak kecil lagi! Firra udah mau punya anak masa rambut Firra masih di acak-acak kaya anak kecil"
"Hah?"
"Apanya yang hah pa?"
"kamu hamil lagi?"
Firra tersenyum kecil lalu menganggukkan kepalanya
"Alhamdulillah. Kali ini kamu harus bener-bener jaga kandungan kamu, kamu ga mau kan kehilangan calon anak kamu untuk kesekian kalinya lagi?"
Firra menggeleng dengan kuat tidak dia tak ingin lagi kehilangan calon anaknya ini itu makanya dia sangat berhati-hati sekarang.
Ya Firra bukan baru kali ini saja mengandung, Selama 5 tahun menikah dengan Abian ini kali keempatnya Firra mengandung dan Firra berharap kali ini dia bisa mempertahankan janinnya hingga dilahirkan kebumi.
"Ya sudah biar kita delivery aja kamu ga usah masak, jangan terlalu capek oke sayang?"
Firra mengganggukkan kepalanya setuju lalu mengambil ponselnya untuk memesan makan malam sesuai seleranya toh Raffi dan papanya pemakan segala pikirnya.
Saat pesanan Firra datang mereka bertiga pun kumpul dimeja makan dan mulai memakan makanan mereka dalam diam terutama Raffi dia hanya diam sedari berada di meja makan tak ada satu patah katapun yang keluar dari mulutnya.
"Pa, Papa berapa lama off nya?" Tanya Firra memecahkan keheningan dia selalu benci keadaan seperti ini.
"Kali ini 2 minggu, Abian kapan off lagi Fir?" Tanya Adriawan
"Minggu depan pa, tapi cuma 2 hari doang"
Adriawan mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian menatap Raffi 
"Raffi" panggil Adriawan
"Ya pa?"
"Kamu kenapa? Dari tadi papa perhatiin diam aja"
"Gapapa kok Pa cuma tadi banyak kerjaan aja" jawab Raffi kemudian suasana menjajadi hening lagi hingga beberapa saat
"Fi kamu belum punya rencana untuk bekeluarga juga hingga sekarang?" Tanya Adriawan.
Raffi langsung melirik kearah Firra yang dibalas dengan tatapan 'kali ini bukan gue kompornya'
"Belum pa"
"Ck kamu ini, kamu itu harus memikirkan masa depan kamu Raffi bukan hanya soal karir kamu tapi juga soal pendamping kamu"
"Ya Raffi tau pa, cuma memang bukan sekarang-sekarang ini aja"
"Sekarang papa mau tanya sama kamu, apa yang selama ini membuat kamu belum memikirkan hal ini. Dan jangan jadikan Firra sebagai alasannya"
Raffi menghela nafas selama ini alasannya melakukan sesuatu hal pasti berhubungan dengan Firra dan soal dia yang tak memikirkan tentang pasangan hidup juga karna Firra.
"Masalahnya itu yang memang jadi alasannya" jawab Raffi
Firra membulatkan matanya tak percaya dia tidak berkefikiran kalau Raffi tak memikirkan pernikahan karna dirinya.
"Kok Gue?" Tanya Firra
Namun tak ada yang menjawab Raffi dan Papanya hanya diam.
"Raffi kita bicara berdua diruang baca" ucap Adrian lalu bangkit dari duduknya
Firra menatap Raffi dengan tatapan menuntun penjelasan
"Bukan masalah besar" Raffi menepuk pundak Firra pelan kemudian mengikuti langkah papanya.
"Cih dari dulu selalu bilang bukan masalah besar sampe dia sekarat juga dibilang bukan masalah besar" dumel Firra
Diruang baca Raffi duduk di depan papanya di sofa yang dibuat senyaman mungkin
"Kali ini apa lagi yang kamu khawatirkan soal Firra, Raffi?" Tanya papanya Langsung
"Masih sama seperti dulu dan akan selalu sama, papa tau itu"
"Raffi, Firra sudah menikah dan Abian bisa menjaganya karna itu memang yang menjadi tanggung jawabnya"
"Abian? Dia bahkan dalam sebulan ini saja dia hanya pulang 6hari"
"Itu resiko pekerjaan Abian papa Rasa kamu sudah tau itu sejak kecil"
"Raffi tahu tapi....."
"Kmau hanya takut dia disakiti lagi. Raffi masalah itu sudah berlalu selama 3 tahun dan Firra juga sudah memaafkannya dan mungkin juga sudah melupakannya"
"Nyatanya belum sama sekali pa"
Andriawan terdiam dia tak mampu berkata apapun.
"Dia terlihat baik-baik saja tapi tidak pa, bahkan disering menangis ditiap malamnya apa itu yang papa bilang dia baik-baik saja? Apalagi dalam kondisinya yang hamil ini dia begitu takut pa dia takut kembali kehilangan calon anaknya untuk lesekian kalinya."
Adriawan menghela nafas, dia memang tak selalu bersama anak-anaknya tapi dia selalu berusaha untuk mengetahui semua yang dirasakan anak-anaknya namun untuk kali ini dia gagal untuk memahami anak-anaknya.
"Selama ini papa selalu mengawasi Abian dan sejauh ini dia tak akan berbuat sesuatu yang akan menyakitkan Firra"
"Papa juga mengatakan itu tiga tahun lalu tapi nyatanya?"
Hening menyelimuti mereka beberapa saat kedua laki-laki beda generasi itu sibuk dengan fikiran mereka sendiri.
"Kita tinggalkan persoalan Firra, Papa membawa kamu kesini untuk mempertanyakan kapan kamu akan menikah Raffi? Bahkan diumurmu yang ke tiga puluh ini saja kamu sama sekali tak memikirkannya"
"Ya Raffi memikirlannya sekarang"
"Dan melupakannya begitu kamu keluar dari ruangan ini?"
"Pa, Raffi akan benar-benar memikirkannya nanti"
"Raffi dengan kamu menikah bukan berarti kamu tidak bisa menjaga Firra, kamu masih tetap bisa menjaga Firra"
"Ya pa" jawab Raffi pelan
Tanpa mereka ketahui sedari tadi Firra mendengarkan semua pembicaraan mereka semuanya tanpa ada yang tertinggal. Dengan langkah pelan Firra berjalan menuju kamarnya berharap tak ada yang mengetahui kalau dia menguping pembicaraan itu.
"Kalau gitu Papa balik kekamar dulu, kamu fikirkan ucapan papa" ucap Adriawan lalu berjalan kearah pintu namun belum sampai dipintu ponsel Raffi yang sedaritadi berada disaku celananya berdering nyaring.
"Hallo"
Hening tak ada jawaban dari sebrang sana 
"Halo? Anda baik-baik saja? Halo? Tolong jawab saya"
"Mmmpphh mmmm....... DIAM!"
Raffi menjauhkan ponselnya dari telinga kemudian melihat id yang tertera di ponselnya dia tak salah baca saat menjawab panggilan itu, panggilan itu berasal dari Nagita namun suara laki-laki yang sepertinya sedikit jauh dari ponsel itu
"Halo? Anda dimana? Jawab saya!"
"Mmmm mmm mmmm" terdengar seperti orang yang berusaha berbicar namun mulutnya seperti ditutup.
Raffi bangkit dari duduknya melihat kearah papanya yang menatapnya dengan penuh tanda tanya
"Raffi pergi sebentar pa, kalau papa mau istirahat, istirahat saja Raffi bawa kunci cadangan" ucap Raffi kemudian berlalu dari hadapan papanya.
Diwaktu yang bersamaan ditempat berbeda Nagita berusaha melepaskan ikatan ditangannya dia merusaha menggeliat membebaskan dirinya diri dari dua orang yang sama sekali tak dikenalnya. Tadi sewaktu pulang dari cafe itu Nagita memang pulang sendiri karna tiba-tiba Reinka yang mendapatkan panggilan dari rumah sakit karena ada pasiennya yang harus segera melahirkan. Begitu sampai dirumah Nagita mengeluarkan ponselnya untuk memberitahu Reinka jika dia sudah sampai rumah namun belum sempat mengirimkan pesan kepada Reika Nagita melihat sebuah mobil hitam berhenti didepan rumahnya Nagita yang merasakan perasaan tak enak langsung mendial siapa yang yang dapat dihubunginya namun dua orang berbadan tegap datang menghampiri Nagita dan membekap mulutnya Nagita dengan reflex memasukkan ponsel ke dalam saku jaket yang dia kenakan dan berharap tadi dia sempat menghubungi seseorang dan orang itu dapat membantunya semoga saja.
"Mmmm mmmmm mmm" Nagita lagi-lagi berusa melepaskan diri dari orang yabg duduk tepat disampingnya
"Buat dia pingsan" titah orang yang menyetir mobil dan langsung dituruti
"Mmm mmm" Nagita menggeleng-gelengkan kepalanya melihat orang disampingnya menuangkan sebuah cairan di sapu tangan kemudian membuka kain yang menutupi mulut nagita tadi dan dengan cepat menggantikannya dengan sapu tangan yang sudah diberikkan obat bius.
*****
Gelap sama sekali tak ada apapun yang dilihat Nagita sekarang matanya ditutup dengan kain hitam, kepalanya berat dan terasa sangat pusing efek obat bius tadi. Nagita sama sekali tidak bisa bergerak tangannya diikat kebelakang, kakinya diikat dengan kaki kursi yang dia duduki dan mulutnya masih dibekap oleh kain.
Nagita dapat mendengar derap langkah seseorang yang semakin mendekat kearahnya dan itu membuat Nagita panik. Aroma parfum yang dulu sangat familiar bagi Nagita menyeruak keindra penciumannya dia sangat mengenal bau parfum ini bahkan sangat-sangat mengenalnya.
"Mengingat aku?" Ucap orang itu dengan suara serak khas perokok
Tentu saja Nagita sangat mengingat dan mengenal siapa pemilik suara itu tapi itu tidak mungkin dia, dia sudah meninggal saat itu Nagita menghadiri pemakamannya dia tak mungkin masih hidup.
"Ya ini aku Tian, kau harusnya masih mengingat aku adik kecil" ucapnya pelan sambil memegang dagu Nagita
Nagita menggeleng kuat orang itu tidak mungkin Tian tidak tidak mungkin Tian sudah meninggal Tian tidak mungkin hidup kembali batin Nagita.
"Kau tak percaya aku masih hidup? Tapi sekarang aku berada didepanmu"
Tidak kau bukan Tian, Tian tidak akan melakukan hal seperti ini padaku jerit Nagita dalam hatinya tanpa siapun yang mendengarnya
"tapi aku melakukannya sekarang Nagita Syafiana Denen"
Dia benar-benar tian? Tapi kenapa dia lakukan ini? Batin Gigi lagi
Orang itu perlahan membuka kain yang membekap mulut Nagita
"Karna sedari dulu kau sama sekali tidak mengenalku adik kecil"
"Berhenti bersikap seperti cenayang yang selalu membaca fikiran ku"
"Dan sudah berapa kali ku bilang padamu aku bukan cenanyang"
Nagita terdiam orang yang didepannya memang seperti Tian tapi kalau Nagita belum yakin kalaau orang ini Tian sebelum ia melihat sendiri wajah orang didepannya ini
"Tidak akan kubiarkan kau melihat wajah ku yang sekarang"
"Kenapa?"
"Karna kau dan semua orang yang berada disekitarmu hanya akan menyusahkanku"
"Ta..."
"Diamlah atau mereka akan menyiksamu" Tian memerintah kedua orang yang sedari tadi memang berada di belakang Nagita dengan gerakan tangannya kemudian meninggalkan ruangan gelap itu.
"Kahmmmpp" mulut Nagita kembali diikat dan seprtinya kain penutupnya kali ini kembali diberikan obat bius hingga perlahan Nagita kembali mulai memejamkan matanya.
Sementara itu Raffi mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi menuju tempat dimana Nagita berada dia sudah melacak lewat GPS ponsel Nagita dan ditelinga Raffi menempel handsed putih yang memudahkannya untuk mendengar apa saja yang dibicara Nagita dan orang yang tak Raffi kenal itu karna sedari tadi Raffi tak memutus sambungan telfon dari Nagita sekarang dia hanya berharap Nagita tak akan kehabisan pulsa dan sambungannya akan terputus.
Raffi memasuki sebuah pemukiman warga yang sederhana tak ada rumah mewah disekitaran situ rata-rata rumah disitu hanya berlantai satu dan tak begitu berdekatan. Jarak antara rumah yang satu dan yang lainnya memiliki jarak sekitar 3 meter. Dari GPS ponsel milik Nagita, dia berada disalah satu rumah bercat putih Gading dengan pagar pendek berwarna coklat. Raffi tak mungkin masuk begitu saja ke dalam rumah itu dia pasti disangka maling oleh warga.
Raffi memperhatikan rumah itu dari jarak yang cukup aman, Raffi melihat kalau rumah itu dipasangi kamera kecil yang berada di sudut rumah jika orang awam pasti tak menyangkan ada kamera disana warnanya juga disamakan dengan cat rumah sehingga benar-benar hampir tak terlihat namun Raffi sudah sering melihat kamera itu.
Tak lama keluar seseorang dengan menggunakan motor matic melaju dengan kecepatan yang lumayan. Benar-benar pemain yang cukup rapi fikir Raffi. Raffi memutarkan motornya dia memilih memutar jalan agar pergerakannya tak ditangkap kamera. Namun sebelum Raffi melajukan motornya Raffi kembali melihat kalau dua Rumah tepat disamping kiri dan kanan rumah itu juga dipasangi kamera yang sama namun dirumah yang berada di paling kanan dipasangi dua kamera sekaligus bahkan jika dibekakan dari dua rumah lainnya rumah itu yang bisa dibilang paling kecil. Raffi makin menaruh curiga terhadap ketiga rumah itu. Raffi mengeluarkan ponsel dari sakunya sambungan telfon dengan Nagita sudah terputus mungkin pulsa atau batrenya habis fikir Raffi. Raffi menghubungi Azka dan meminta semua timnya menyusulnya kesini sekaligus membawa beberapa senjata dia tak mungkin bergerak sendirian terlebih dengan tangan kosong dan Raffi juga meminta salah satu dari anggota timnya meminta izin untuk menggerebek ketiga rumah itu karna Raffi juga tak mau menyalahi aturan.
Tak sampai dua puluh menit satu persatu anggota kepolisian berkumpul ditempat yang mereka setujui sebelumnya yaitu disalah satu rumah warga yang tak lain adalah rumah ketua RT setempat. Posisi mereka tidak jauh dari tiga rumah itu walaupun untuk memperhatikan rumah itu cukup susah jika dari sini.
Raffi pun memberi tahukan kecurigaannya terhadap ketua RT dan sekaliggus untuk meminta izin agar dapat melakukan penggerebekkan yang langsung disetujui oleh sang ketua RT karna dia juga merasa janggal dengan ketiga rumah itu sedari dulu.
Raffi dan timnya dibantu beberapa anggota kepolisian lainnya dan juga Ketua RT menyusun rencana agar mereka bisa masuk kedalam tiga rumah itu dalam waktu yang bersamaan.
"Kita berpencar Sony dan 3 lainnya rumah paling Kiri, Azka dan 3 lainnya rumah paling kanan, Saya dan 2 lainnya dirumah yang tengah dan Bapak bisa tolong kami untuk mengantisipasi warga lain jika nanti terjadi sesuatu "
"Siap kapten" jawab mereka serempak dan mulai mengambil posisi mereka masing-masing.
Mereka memilih untuk lewat dari bagian belakang rumah karna sudah dipastikan tak ada kamera disana hanya saja dirumah paling kanan terpasang kamera kecil itu membuat Azka dan 3 anggota lainnya kesulitan mencari celah agar mereka bisa masuk kedalam tanpa terlihat kekamera.
Raffi berhasil masuk lewat jendela yang baru saja dia bobol, namun karna ukuran jendela yang lumayan kecil membuat Raffi sedikit susah untuk masuk kedalamnya. Saat sudah berada didalam terdapat empat buah ruangan lalu tiba-tiba Raffi mendengar suara orang seperti menaiki tangga 
"Siapkan paket untuk besok bungkus serapih mungkin seperti biasa" ucap seseorang dari salah satu ruangan didepan Raffi.
"Di ruang A ada tawanan Res jangan sampai dia mengetahui apapun kecilkan volume suara kalian dan jika perlu buat dia tak sadarkan diri selama berada disini"
"Ya ya Res sungguh menyusahkan, kalau bukan karna dia anak kesayangan udah gue lempar dia"
"Kecilkan suara mu bodoh!"
Raffi tersentak dia lupa tujuan awalnya kesini ada orang yang harus segera dia tolong Dengan cepat Raffi memberi arahannya kepada dua orang yang ikut bersamanya untuk memeriksa ruangan-ruangan tsb.
Raffi perlahan membuka salah satu ruangan yang paling sudut ruangan itu sangat gelap sama sekali tak ada cahaya disana sehingga membuat Raffi kesulitan untuk meliat apa yang ada di dalam sana.
"Mmmm mmmm" terdengar suara seorang yang mulutnya diikat dan Raffi yakin itu pasti Nagita.
Raffi mendekat kearah suara itu dan benar tepat disudut ruangan Nagita diikat disebuah kursi dengan mata dan mulut tertutup.
"Mmmmm mmmmm"
"Syut jangan berisik ini saya" Raffi membuka penutup mata Nagita dan Nagita langsung mengedip-ngedipkan matanya.
"Mmmm mmmm" Nagita lewat matanya seolah berkata 'lepaskan ikatan mulutnya'
Namun Raffi tak menggubrisnya, Raffi membuka ikatan tangan dan kaki Nagita.
"Mmm mmm"
"Diam lah! Saya tidak akan melepaskan ikatan mulut anda sampai kita keluar dari sini"
Nagita membelalakan matanya tak percaya
"Saya tidak ingin anda menjerit nantinya"
Nagita berusah melepaskan ikatan mulutnya sendiri namun tangannya langsung ditarik oleh Raffi
"Ikuti perkata saya"
Doorr suara tembakan terdengar dari ruang sebelah mereka disusul beberapa tembakan lagi kini terdengar lebih jauh namun itu membuat Nagita sangat ketakutan.
"Tenang lah, Anda jangan pingsan disini, saya tak mau repot menggendong anda"
Nagita spontan membelalakkan matanya.
"Berhenti disitu" sebuah pistol ditodongkan tepat di kepala Raffi
Nagita menggenggam tangan Raffi sangat erat sanking eratnya Raffi sedikit meringis.
"Mmmm"
"Diamlah" desis Raffi
"Kau kapten yang sangat menyusahkan" sinis orang yang menodongkan pistolnya itu
"Ucap kan selamat tinggal pada dunia aku akan menghitung hingga 3.... satuu du duuuaa tiii"
Nagita memejamkan matanyanya erat-erat. Semua otot-ototnya melemas bagaikan jelly dia tak sanggup jika harus melihat adegan seperti ini didepan matanya pegangan semakin menguat hingga buku-buku jarinya memutih dan sekarang mungkin kulit tangan Raffi sudah terluka karna jari-jari Nagita.
Doorr suara tembakan itu terdengar sangat kuat oleh Nagita tubuhnya lemas dan perlahan luruh kelantai....
.
NEW PAPER 
Part 5
Nagita membuka matanya pelan berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk kematanya dia bingung mengapa dia berada ditempat ini tapi dia yakin ini bukan dirumahnya. Nagita mencoba mengingat apa yang terjadi padanya dan saat sudah berhasil mengingatnya tubuh Nagita seketika menjadi pucat, dia merasa kedinginan namun perlahan keringat mulai keluar dari tubuhnya tangannya Gemetar dia ketakutan sunguh ketakutan.
Bagaima keadaan Raffi apa dia baik-baik saja? Apa dia terluka parah? Atau dia meninggal? Nagita menggeleng kuat tapi dia tadi mendengar suara tembakan itu suara tembakan yang berada didepannya dan dia sempat mencium bau anyir darah sesaat sebelum dia sadarkan diri Nagita melihat kearah pakainnya yang sebagian berdecak darah jika benar Raffi meninggal berarti Nagita baru saja membuat Seseorang harus merenggang nyawa didepannya karna ingin menolong dirinya.
Isak tangis Nagita terdengar tanpa bisa dia cegah isakan demi isakan terdengar begitu memilukan Nagita menyembunyikan wajahnya dengan telapak tangannya dia sungguh bodoh melibatkan orang lain dalam masalahnya hanya karna menginginkan dirinya selamat tanpa memikirkan apa yang terjadi dengan orang yang menolongnya dan sekarang dia begitu menyesal.
"Permisi anda sudah siuman?" Tanya seseorang yang entah dari mana tiba-tiba saja berdiri disamping Nagita
Nagitq menganggukkan kepalanya namun tak mau membiarkan orang itu melihat wakahnya dia masih terus menutupinya dengan telapak tangannya sendiri dan isakan tangisnya masih juga belum berhenti.
"Anda tidak perlu khawatir anda hanya syok, jadi berhentilah menangis semuanya baik-baik saja"
"Ta ta pi dia... hiks dia ter tem bak. Apa dia masih hidup?" ucap Nagita terbata
"Dia meninggal ditempat tanpa bisa ditolong, Sudah sepatutnya seperti itu"
Spontan Nagita langsung menggeserkan tangannya dan menatap orang itu dengan tatapan tidak percaya. Apa dia bagian dari orang-orang itu? Batin Nagita
"Tenanglah semuanya baik-baik saja anda tak perlu khawatir, sebentar lagi penyidik akan datang memeriksa anda sebagai saksi, kalau begitu saya permisi dulu" ucapnya kemudian berlalu meninggalkan Nagita.
Perkataan terakhir orang itu membuat Nagita bingung sebenarnya siapa orang itu? Apa dia bagian dari Raffi atau bagian dari orang-orang yang menculiknya? Cukup lama Nagita bergelut dengan fikirannya sendiri hingga seseorang berbadan tegap dan berpakaian polisi datang menghampirinya
"Permisi Saudari Nagita Syafiana Denen?"
Nagita menganggukkan kepalanya.
"Anda diminta untuk segera ke ruang pemeriksaan, anda diperiksa sebagai saksi dalam pekara ini. Mari ikut saya"
Nagita lagi-lagi hanya mengangguk kemudian mengikuti polisi itu hingga kesebuah ruangan yang hanya ada satu orang polisi yang duduk dedepan laptop nya.
Nagita dipersilahkan duduk didepan orang itu dan tanpa bertanya Nagita menurutinya.
Nagita mengenal orang didepannya orang itu sama dengan polisi yang datang beberapa waktu lalu kerumahnya bersama Raffi dan kalau Nagita tak salah ingat namanya Azka
"Bagaimana kondisi anda? Apa sudah baikkan?" Tanya Azka
Nagita hanya menganggukkan kepalanya sungguh dia bingung harus seperti apa sekarang.
"Tidak perlu khawatir anda hanya menjadi saksi, kami hanya ingin menyampaikan apa saya yang anda ketahui tentang komplotan itu dan saya harap anda bisa membantu kami dalam kasus ini agar se....."
Suara ketukan pintu mengintrupsi perkataan Azka
"Masuk" ucap Azka
Kemudian masuklah seseorang dengan kaos polo hitam dan jaket kulit coklat yang berada di tangannya dipadukan dengan celana pendek santai selutut dengan wajah yang huft susah untuk dejelaskan. Melihat orang itu Nagita membelalakkan matanya tak percaya.
"Sudah diperiksa?" Tanyanya
"Belum kapt ini baru mau dimulai"
"Lanjutkan" ucapnya kemudian duduk di kursi disamping Azka sedikit menundukkan kepalanya dan memijit pelan pelipisnya
Mata Nagita terus memperhatikan setiap gerakkan Raffi tanpan mengalihkan pandangan kemanapun tatapannya hanya berpusat pada satu orang yaitu Raffi
"Khm saya tau atasan saya terlihat menakutkan tapi saya tidak tahu kalau dia dapat membuat anda seperti orang yang melihat hantu disiang bolong" ucap Azka yang mampu membuat perhatian Nagita sedikit teralihkan dengan menatap Azka sebentar.
Raffi mengangkat kepalanya menatap Nagita dan Azka bergantian kemudian bersikap acuh dan kembali menundukkan kepalanya dan kali ini memijit pelan tengkuknya.
"Harusnya cari istri kapten biar ada yang mijitin" celetuk Azka pelan namun masih bisa dengar oleh Raffi dan dibalas dengusan kecil olehnyaa
"Ba pak masih hidup?" Tanya Nagita membuat kedua orang didepannya kontan menatap Nagita kemudian saling bertukar pandangan.
"Masih!" Jawab Raffi kemudian kembali bersikap acuh
Manusia seperti apa ini? Ditanya masih hidup dalam keadaan serius acuh nya bukan main batin Azka.
"Ternyata anda benar-benar mengira atasan saya hantu?" Tanya Azka tak percaya pada Nagita dan dwngan cepat dijawab dengan anggukkan oleh Nagita
"Kenapa anda bisa berfikir seperti itu?"
"Bukannya pak Raffi tertembak? Dan orang yang menemui saya diruangan tadi juga mengatakan jika pak Raffi meninggal"
"Hahahahahaha" kontan tawa Azka pecah mendengar perkataan Nagita
"Jadi haha an haha" Azka benar benar tidak bisa menahan tawanya
"Berhentilah tertawa dan lakukan pekerjaan mu" ucap Raffi datar tanpa menoleh ke Azka.
"Khmm oke oke" Azka menarik Nafasnya dalam dan mengeluarkannya perlahan dia melakukan itu beberapa kali hingga dia bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa
"Ok buang jauh-jauh fikiran anda tentang atasan saya yang tertembak lalu mati karna dia yang menembak jadi tidak mungkin dia mati"
Nagita yang mendengarnya hanya tercengang kapan Raffi menembak? Nagita sama sekali tidak melihat Raffi memegang pistol saat itu.
"Susahlah jangan terlalu difikirkan bisa kita mulai mendengarkan kesaksian anda?" Tanya Azka yang dibalas dengan anggukkan oleh Nagita.
Nagita pun menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan Azka dengan sebaik-baiknya hingga Raffi mulai ikut bertanya Nagita terlihat sedikit gugup.
"Siapa Tian?" Tanya Raffi santai namun berefek lain pada Nagita yang hanya diam tak langsung menjawab seperti tadi.
"Tian?" Ulang Nagita dia takut dia hanya salah dengar lagian dari mana Raffi tau soal Tian pikirnya.
"Sambungan ponsel anda sama sekali berlum terputus saat anda berbicara dengan orang itu, jadi saya mendengar semua percakapan kalian sekarang anda bisa jelaskan siapa Tian?" Ucap Raffi
"Tian abang saya tapi dia sudah meninggal sekitar 7 bulan lalu jadi tidak mungkin kalau dia Tian, Tian sudah meninggal dan jika Tian masih hidul dia tidak mungkin terlibat dalam masalah ini"
"Tapi faktanya dia berbicara dengan Anda"
"Aku sama sekali ga liat wajahnya bisa saja dia orang lain yang mengaku-ngaku Tian. Dia pasti bukan Tian, Tian sudah meninggal aku ikut di pemakamannya jadi itu bukan Tian itu pasti bikan Tian" bantah Nagita yang mulai menangis Tak mungkin Tian seperti itu, Tiqn adalah laki-laki yang paling baik yang pernah dikenalnya.
"apa penyebab meninggalnya Tian?" Kini kembali Azka yang memberikan pertanyaan
"Kebakaran" ucap Nagita lirih dia sungguh tak mau jika harus mengingat kejadian itu lagi dia benci karna itu membuat dia kehilangan Abang nya
"Bisa anda ceritakan?"
Cukup lama Nagita terdiam kemudian menganggukkan kepalanya pelan.
"Saya tidak terlalu detail mengetahui kejadiannya. Waktu itu Tian menginap dirumah temannya dan entah apa yang terjadi hingga rumah temannya itu hingga terbakar namun yang pasti saat api sudah mulai padam Tian ditemukan di bawah teruntukan rumah dan sudah tidak bernyawa lagi" jelas Nagita
"Bagaimana anda bisa yakin kalau itu Tian? Bagaimana kalau yernyata orang itu temannya, apa wajahnya masih terlihat?"
Nagita menggeleng "pada saat itu wajah Tian sama sekali tak bisa dikenali namun saat diidentifikasi semua mengatakan kalau itu adalah Jenazah Tian"
"Ok baik lah kami yang akan mencari tau siapa orang yang mengaku Tian itu" ucap Azka
"Apa anda mengenal orang yang dipanggil Res?" Tanya Raffi
"Restian, itu namanya selain aku semua orang memanggilnya Res" jawab Nagita
Raffi dan Azka mengangguk-anggukkan kepalanya seolah mereka berdua memiliki jalan fikiran yang sama.
"Baiklah terima kasih telah membantu kami, anda boleh pulang sekarang" ucap Azka
Nagita mengangguk kemudian melirik ke arah jam dinding yang berada disebelah Kirinya yang menunjukkan pukul Tiga pagi. Nagita menelan saliva nya benar saja? Dia tak mungkin pulang sendirian jam segini sendirian dan lagipula Nagita sama sekali tak tahu sedang berada dimana dia sekarang ini.
Raffi memahami pemikiran Nagita langsung menyuruhnya untuk istirahat dulu
"Kembali saja keklinik tadi, jika hari sudah terang anda bisa pulang" ucap Raffi bangkit dari duduknya dan pergi ke toilet.
"Turuti saja apa katanya" ucap Azka yang dijawab anggukkan oleh Nagita kemudian pergi keklinik tadi.
Sekembalinya dari toilet Raffi dan Azka langsung membahas tentang masalah ini. Di tiga rumah yang salah satunya menjadi tempat penyekapan Nagita itu mereka menemukan jika ketiga rumah itu merupakan tempat pembuatan barang-barang haram. Dirumah yang paling kanan merupakan tempat mereka beracik barang-barang haram tersebut. Dirumah yang kedua merupakan tempat mereka menyimpan hasil racikan obat-obatan itu mereka menyimpannya di ruang bawah tanah dan saat dilakukan pemeriksaan Raffi dan timnya menemukan berton-ton barang haram itu. Dan rumah disebelah Kiri mereka jadikan sebagai tempat transaksi dan menyimpan uang hasil penjualan obat-obatan itu. Raffi dan timnya berhadil meringkus 19 orang dari ketiga rumah itu salah satu dari mereka tewas tertembak oleh Raffi, enam orang juga mendapat tembakan dikaki mereka karen berusaha kabur dan melawan dan dua belas lainnya tak memiliki luka yang berarti, mereka hanya mendapari luka-luka lebab saat melawan petugas. Tak hanya para komplotan itu saja yang terluka 4 anggota polisi juga mendapatkan luka-luka yang cukup serius seperti salah satunya yang terkena tusukan pisau di bagian perutnya.
Dengan ditemukannya tiga rumah ini membuat Raffi dan timnya semakin bersemangat untuk mengusut tuntas kasus ini dan membawa dalang utamanya kepengadilan untuk dijatuhi hukuman yang setimpal.
Jarum jam menunjukkan pukul enam pagi Nagita masih terlelap di kasur klinik yang semalam dia tempati saat tak sadarkan diri.
"Permisi" Raffi mengetuk pintu ruangan itu dan itu membuat Nagita terbangun
"Ya?" Jawab Nagita berusaha bangkit dari tidurnya.
"Saya tunggu diluar 3 menit. Kalau anda mau saya antar pulang" ucap Raffi lalu terdengar langkah kakinya yang mulai menjauh.
Mendengar itu spontan Nagita turun dari kasur itu dan sedikit merapikan rambutnya kemudian menyusul Raffi diluar. Saat keluar dari rungangan itu Nagit masih dapt melihat Raffi berjalan dengan kaki jenjangnya dengan sedikit berlari Nagita berusaha menyusul Raffi hingga ke parkiran.
"Naik" perintah Raffi yang langsung dituruti oleh Nagita.
Didalam mobil tak ada yang memulai untuk berbicara. Raffi fokus dengan jalanan didepannya yang masih terlihat senggang sedangkan Nagita mulai terkantuk-kantuk salahkan saja Raffi dan Azka yang menanyainya dijam orang seharusnya tengah tidur.
Suara dering ponsel Raffi terdengar memecahkan keheningan didalam mobil itu. Raffi menepikan mobilnya memasangkan headset di ponselnya kemudian menjawab panggilan itu dan kembali melajukan mobilnya.
"Halo?"
"......"
"Dijalan, sebentar lagi sampai rumah"
"......"
"Firra ini Bukan masalah besar jadi tenanglah dan gue baik-baik saja"
"......"
"Ya" ucap Raffi diakhir panggilan itu
Bukan masalah besar kayanya? Dia nyaris mati tertembak bukan masalah besar katanya dasar gila! Cibir Nagita dalam hatinya
"Itu dokter Firra ya pak?" Tanya Nagita berusaha memulai percakapan yang sialnya hanya ditanggapi oleh gumaman oleh Raffi.
Nagita menjadi tak lagi berminat memulai obrolan karna tanggapan Raffi itu hingga mata Nagita pada lengan kanan Raffi yang dipenuhi luka seperti terkena kuku seseorang. Nagita meringis saat menyadari jika luka-luka kecil itu pasti berasal dari kukunya yang tadi malam begitu kuat memegani tangan Raffi karna ketakutan.
"Sakit ga pak?" Tanya Nagita tapi matanya terus menatap luka-luka ditangan Raffi
"Apanya?" Tanya Raffi tak mengerti lalu mengikuti arah pandangan Nagita
"Bukan masalah" jawab Raffi acuh dan kembali fokus pada jalanan
"Maaf ya pak. Karna saya tangan bapak luka-luka gitu" ucap Nagita nyaris menangis
"Saya bilang bukan masalah, saya dan tim saya yang hanrusnya berterima kasih karna anda membantu kami menemukan tempat itu"
"Tapi luka-luka itu"
"Jangan dibahas lagi" Ucap Raffi bersamaan dengan mobil yang dia kendarai berhenti didepan rumah Nagita.
"Hmm kalau gitu saya masuk dulu permisi pak, trimakasih sudah menghantarkan saya dan sekali maat soal itu" ucap Nagita kemudian keluar dari mobil
Raffi menurunkan kac mobilnya "masuk" ucap Raffi
Nagita mengangguk "trimakasih pak" ucap Nagita lagi yang dibalas anggukan kecil oleh Raffi.
Raffi baru menjalankan mobilnya saat Nagita masuk kedalam rumah dan menutup pintunya.
Hal yang pertama dilakukan Nagita saat berada dirumah yaitu mengisi batre ponselnya dia harus menghubungi Reinka dia tak mau membuat Reinka khawatir. Dan benar saja begitu Nagita menyalakan Ponselnya pesan singkan dari Reinka langsug menyerbunya. Tanpa pikir panjang Nagita langsung menghubungi Reinka.
"Halo mbak"
"....." 
"Maaf mbak hp aku lowbat semalam"
"....."
"Aku ga papa kok. Mbak ga usah khawatir"
"......"
"Oo ya gapapa kok mbak"
"....."
"Walaikumsallam" Nagita mengakhiri panggilannya kemudian pergi mandi karna dia masih harus mengajar.
Raffi baru saja masuk kedalam rumah dan mendapati Firra yang menatapnya dengan tatapan cemas.
"Akhirnya lo pulang juga" Firra menghembuskan nafasnya lega entah mengapa dari semalam begitu dia tau Raffi pergi Firra merasa sesuatu yang buruk terjadi pada kembarannya ini.
"Kenapa?" Tanya Raffi
"Lo baik-baik aja kan? Perasaan gue ga enak dari semalam, lo darimana sih?"
"Gue baik-baik aja. Itu cuma perasaan lo aja. Gue dari kantor"
"Dengan pakaian begini?" Firra menatap Raffi dari atas hingga bawah.
"semalam buru-buru gue ga sempat ganti celana, udah akh lo udah sarapan?"
Firra mendengus mendengar jawaban Raffi tapi tetap mengangguk menjawab pertanyaan Raffi.
Namun tanpa sengaja Firra menatap luka-luka kecil di tangan Raffi, dengan cepat Firra menarik tangan Raffi dan memperhatikan luka-luka itu dengan seksama
"Ini kenapa?"
"cuma luka kecil"
"Raffi lo berantem ama siapa? Sama ban*i taman lawang? Gue yakin ini pasti bekas kuku"
"Gue sama sekali ga ketemu ban*i dimana pun, jadi jangan aneh-aneh"
"Tapi itu pasti bekas kuku, lo abis dari kantor atau dari mana?"
"Dari kantor Firra jangan mikir macem-macem"
"BOHONG! lo kira dikantor lo ada cabe-cabean apa? Apa ini gara-gara..."
"Gue bilang jangan mikir macem-macem. Ini cuma luka kecil tangan gue ga bakal diamputasi cuma gara-gara ini"
Firra memutar bola matanya malas
"udah akh gue mau mandi" ucap Raffi lalu berlalu meninggalkan Firra namun belum juga jauh Firra memanggilnya.
"Hmm Raffi"
"Ya?"
Firra terdiam sebentar. Tiba-tiba dia mengingat percakapan Raffi dan papanya semalam "hmm ga jadi" ucap Firra akhirnya membuat Raffi menyeritkan keningnya bingung.
Setelah selesai mandi Raffi mengambil sarapannya kemudian membawanya ketaman belakang rumah mereka dia berniat sarapan disana entah kenapa hanya ingin saja. Namun ternyata Firra juga berada disana duduk dirumput agar terkena sinar matahari sembari mengelus-elus perutnya yang sedikit membuncit mengelus-elus. Raffi duduk dibangku tak jauh dari Firra namun Raffi berani jamin Firra tak akan mengetahui keberadaannya sekarang karna kembarannya itu pasti sedang melamun. Raffi makan dalam diam tak ada sedikitpun suara yang dikeluarnya hingga pada saat akan memasukkan auapan ke empatnya dia mendengar Firra mulai berbicara pada janinnya
"Kita ga boleh nyusahin Om Afi ya sayang. Kamu makan mangganya nanti aja ya tunggu Daddy pulang oke?" Raffi terhenyak mendengar perkataan Firra itu dia sama sekali tidak pernah merasa disusahkan oleh Firra.
"Nanti kalau kamu udah lahir kamu juga ga boleh nyusahin Om ya ga boleh minta yang macem-macem ya sayang jangan kaya Mommy yang selalu nyusahin Om, bikin om Afi susah terus, bikin om Afi khawatir terus sama Mommy" ucap Firra kemudian menghapus air matanya yang sudah turun entah sejak kapan.
"Sayang, Mommy jahat ya sama om Afi? Mommy ga pernah bikin hidup Om Afi tenang, Mommy selalu ngerecokin hidupnya om Afi dari kecil, Mommy jahat ya?" Ucap Firra lirih sambil membuat pola-pola tak beratusan diperutnya.
Perlahan Raffi mendekati Firra dia duduk tepat dibelakang Firra namun tetap menjaga agar Firra tak menyadari kehadirannya
"Dari kecil Mommy selalu buat om Afi susah, bikin om Afi ga bisa kemana-mana, Mommy selalu maksain om Afi biar sama Mommy terus padahal ga bisa kaya gitu kan sayang? Harusnya Mommy ga boleh egois maksain om supaya tinggal sama Mommy, selalu ada didekat Mommy, nurutin semua yang Mommy mau tapi Mommy ga pernah mikirin perasaannya om Afi"
"Mommy jahat ya sayang sama Om Afi? Tapi mulai sekarang Mommy bakal berusaha untuk ga ngerepotin om Afi lagi kok, kamu juga ya sayang kalo kamu mau sesuatu nanti aja kalau Daddy udah pulang" lagi-lagi Firra menghapus air matanya.
"Nanti kita bilang ama Daddy buat pindah ya sayang"
"Jangan berfikiran yang enggak-enggak Firra" ucap Raffi membuat Firra menoleh seketika dan dengan kasar menghapus sisa-sisa air matanya.
"Khmmm lo se sejak kapan disini?"
"Sejak lo mulai bicara ngelantur"
Firra menundukkan kepalanya tak mau melihat kearah Raffi
Raffi menarik Firra kepelukannya dan mengelus rambut Firra dengan lembut.
"Jangan pernah mikir kaya gitu lagi, Gue Abang lo, gue kembaran lo, gue adalah lo. Gue sama sekali ga pernah ngerasa lo nyusahin gue jadi hilangin anggapan itu dari otak lo"
"Maaf hiks maafin gue Fi. Maafin gue yang selalu nyusain lo, maafin gue yang selalu bikin Lo khawatir hiks maaf" ucap Firra sambil menangis sesegukan dipelukkan Raffi
"Syuuut lo ga perlu minta maaf. Lo ga salah, disini ga ada yang salah"
"Gue salah Raffi! Gue selalu nyusahin lo, gue selalu bi...."
"Firra dengarin gue! Gue ga suka lo ngomong gitu, gue itu kembaran lo. Lo bisa minta apa aja sama gue tanpa terkecuali"
Firra hanya menangis dipelukan Raffi entahlah semenjak hamil ini Firra gampang sekali menangis seperti tadi malam saat berada dikamarnya Firra terus saja menangis.
****
"Gunakan dua orang itu mereka tetak kelemahannya. Hancurkn mereka perlahan jika kau salah bertindak kau akan hancur. Dia bisa menjadi lebih dari apa yang kau fikirkan jika menyangkut orang yang disayanginya "
"Dua? Siapa?"
"orang yang juga ingin kau hancurkan sedari dulu"
Orang itu tersenyum licik dia tau siapa yang dimaksud lawan bicara namun sedetik kemudian senyum liciknya hilang tergantikan dengan raut bingung
"Kenapa dia juga turut serta"
"Kau akan tahu nanti"
NEW PAPER
Part 6
"Raffi Adrianta Zeran, Firra Adrianti Zeran ditambah Nagita Syafiana Denen perpaduan yang tepat bukan? Sepertinya Tuhan memberikan kemudahan untuk menghancurkan mereka" orang itu menghisap cerutunya dalam dan mengeluarkan asapnya secara perlahan terlihat begitu menikmati apa yang sedang dilakukannya tak peduli dengan asap dari ceretu itu mengenai 2 orang yang duduk didepannya.
"Kita sudah sepakat dari awal Firra tidak akan terlibat apapun dalam hal ini!" Ucap Gerald Salah satu dari dua orang itu
"Kau masih mengharapkanya? Dia sudah menjadi milik orang lain, Relakan saja" sela orang yang duduk disampingnya yang tak lain adalah Restian
"Itu kesepakatan kita dari awal, disini yang menjadi incaranmu hanyalah Raffi bukan Firra! Jadi jangan coba-coba menyentuhnya seujung kuku pun" ucap Gerald tenang namun terdapat ancaman disana.
"Lalu apa yang akan kau lakukan hah? Diam dan hanya memperhatikan Firra dari jauh berharap kau bisa memilikinya? Menyingkirkan suaminya yang payah itu? Tapi nyatanya 5 tahun ini kau sama sekali tak bisa melakukan apapun agar membuatnya dan Abian berpisah. Apa lagi yang kau harapkan?"
"Itu urusanku! Jika kalian berani menyentuh Firra jangan salahkan aku kalau kalian akan membusuk dipenjara kemudian mati ditangan para juru tembak"
"Melalui Firra adalah jalan yang paling mudah untuk menghancurkan Raffi dan kau tahu itu!"
"Kita cari cara lain. Yang penting jangan libatkan Firra"
"Kau fikirkan caramu sendiri hingga besok malam kalau kau tak punya rencana lain, kita akan tetap libatkan Firra apapun alasannya" orang itu kembali menghisap cerutunya sambil mengetuk-ngetukkan jarinya dimeja.
"Sudah saatnya kau hancur Raffi jauh lebih hancur dari apa yang mereka rasakan" batin orang itu sambil tersenyum licik.
****
"Selamat siang, izin kapten, boleh saya duduk disini?" Sesorang Wanita berbadan tegap untuk ukuran perempuan berdiri didepan Raffi dengan seragam lengkapnya.
"Siang, silahkan" Raffi hanya bersikap acuh dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Izin kapten, mulai hari ini saya bergabung didalam tim yang anda pimpin untuk memcahkan kasus narkoba yang selama ini menjadi misi yang anda jalankan"
"Ya, anda Arzia Denara? Apa yang sudah anda ketahui tentang kasus ini?"
"Ya kapten. Saya Arzia Denara. Komplotan itu sudah melakukan aksinya dalam 3tahun ini namun komplotan mereka mulai tercium baru satu tahun belakangan ini, sekitar satu bulan lalu Anda dan tim anda berhasil menemukan tiga rumah yang yang menjadi tempat dibuat, disimpan dan diedarkannya barang-barang itu, anda juga berhasi menangkap beberapa orang disana namun hingga sekarang siapa dalang utama dari kasus ini belum terpecahkan karena orang-orang yang ditangkap itu sama sekali tidak mau memberi tahu siapa bos mereka" ucap Arzia
Raffi mengangguk-anggukkan kepalanya lalu menarik gagang telfon disudut mejanya dan memerintahkan anggota timnya yang lain datang untuk berkumpul.
Tak berapa lama mereka semua punberkumpul diruangan Raffi yang tak terlalu besar ini.
"Kenalkan Anggota tim kita yang baru Arzia Denara" ucap Raffi
Arzia menganggukkan kepalanya sopan seraya berkanalan dengan semua anggota tim.
"Saya Rasa cukup perkenalannya mari kita bicarakan tentang kasus Narkoba itu, ada yang punya saran?"
"Izin kapten, saya sudah memiliki rencana agar kita dapat menangkap mereka" ucap Arzia
"Silahkan" ucap Raffi lalu mereka semua mendengarkan rencana yang telah dibuat oleh Arzia dengan serius mereka memperhatikannya dengan seksama sesekali mengkoreksi ataupun memberikan tambahan masukkan yang cukup membantu hingga hampir dua jam mereka membicarakan hal itu hingga menemukan keputusan apa saja yang nantinya akan mereka lakukan dan mereka akan menjalankan rencananya besok.
"Saya harap semuanya sudah mengerti. Patokan utama kita adalah Restian dari dia kita akan berusaha menggali siapa dalang utamanya. Kita akan meminta bantuan saksi sebelumnya untuk memberikan gambaran tentang Restian"
"Siap kapten" jawab mereka serempak dan setelah meminta Izin satu persatu mereka keluar dari ruangan Raffi.
"Selamat bergabung, disini dibawa santai aja jangan terlalu serius kecuali kalau didepan kapten dia tidak bisa diajak bercanda" ucap Azka kepada Arzia saat mereka keluar dari ruangan Raffi.
"Saya sudah dengar itu dari semua orang"
"Seriusan?"
"Ya semua orang yang tahu saya dimasukkan kedalam tim ini sudah mewanti-wanti saja sedari awal agar tak bermain-main dengannya kalau tidak mau didamprat"
"Ternyata dia cukup terkenal"
"Sayangnya sangat" mereka berdua pun tertatawa pelan tanpa menyadari Raffi yang mendengarkan perkataan mereka namun Raffi tak ambil pusing itu adalah hak setiap orang untuk menilai orang lain.
.
.
.
.
Sore ini Nagita diminta datang ke kantor polisi untuk dimintai keterangan perihal Restian awalnya Nagita sempat malas karna dia sungguh tak ingin membahas ini lagi. Baginya Restian Abangnya sudah meninggal dan kalau pun benar Restian masih hidup Nagita tak percaya kalau Restian terlibat dalam hal seperti ini. Jadi dengan terpaksa Nagita mendatangi kantor polisi yang berada tak jauh dari TK tempatnya mengajar bahkan karna panggilan itu Nagita sengaja tak pulang kerumah karna tak ingin mondar mandir. Terkadang Nagita heran kenapa dia terus diperiksa diluar jam kantor apa para polisi itu tidak pulang kerumahnya? Apa para polisi itu tidak memiki jam istirahat? Gaji juga ga seberapa tapi kerja ga kenal waktu batin Nagita.
Begitu tiba disana Nagita langsung diminta untuk menemui Azka agar dapat langsung dimintai keterangan kali ini Azka ditemani Arzia untuk memintai keterangan dari Nagita. Masih ada beberapa anggota polisi yang berada dibalik meja-meja kerja namun Nagita Tak melihat Raffi disana disudut terkecil ruangan itu sekalipun Nagita tak melihat keberadaan Raffi.
Mereka pun mulai menanyai hal-hal yang menyangkut Restian kepada Nagita yang dijawab Nagita dengan sejujur-jujur nya. Mereka mulai menanyai dari hal-hal remeh hingga yang bahkan Nagita sendiri tak tahu jawabannya.
Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam dan Nagita sudah merasakan grah yang tidak ketulungan karna seharian tadi dia hanya mandi pagi saja. Nagita mengira paling lama dia berada disini hanya satu atau dua jam namun sayang prediksinya salah BESAR!
Saat Nagita akan bangkit dari duduknya Raffi masuk kedalam ruangan itu dengan keringat membanjiri wajahnya.
"Malam kapten" sapa Azka dan Arzia
"Malam pak" sapa Nagita yang sedikit canggung.
"Malam, sudah selesai?"
"Siap, sudah kapt" jawab Azka
"Besok hasilnya letakkan dimeja saya, permisi"
"Siap kapt" jawab Azka dan Arzia serempak.
Nagita berusaha menahan tawanya melihat ekspresi Azka dan Arzia yang seketika langsung berubah saat berhadapan dengan Raffi. lihat saja tadi sesaat Raffi belum masuk wajah mereka terlihat santai dan masih duduk-duduk malas dikursinya dan setibanya Raffi masuk mereka langsung membenarkan posisi duduk mereka bahkan saat Raffi berbicara mereka sudah berdiri tegak dengan tampang kelewat tegas tapi menjadi lucu bagi Nagita.
"Jangan tertawa, Anda belum liat dia kalau taringnya keluar" ucap Azka begitu Raffi masuk keruangannya.
"Hmmpp maaf Pak, bu"
"Ya sudah Anda boleh pulang" ucap Azka
"Ya permisi pak bu" ucap Nagita lalu keluar dari ruangan itu
Saat sudah berada diluar kantor polisi Nagita baru merutuki dirinya karna tak tau harus pulang menggunakan apa, menggunakan angkutan umum malam-malam begini? Dia tak yakin sampai rumah dengan selamat, menggunakkan Taxi mungkin jalan terbaik pikirnya. 
Namun sayang Nagita sudah berdiri disana selama setengah jam namun tak ada satu pun Taxi yang lewat membuat Nagita mulai cemas. Namun akhirnya Nagita memilih untuk berjalan mungkin disebalah sana ada taxi yang lewat harapnya. Namun Nagita merasa seperti ada orang yang mengikutinya menggunakan motor mana ada motor yang jalannya lambat banget begitu batin Nagita, Nagita pun mempercepat langkangnya agar menjauh dari orang itu namun sesaat dia merutuki kebodohannya kalau takut kenapa ga masuk lagi aja kekantor polisi rutuknya.
"Kenapa masih disini?" tiba-tiba saja motor itu sudah berada disamping Nagita dan membuat Nagita kaget setengah mati. Dan makin mempercepat jalannya.
"Hey ini saya" ucap orang itu membuat Nagita menoleh dan mendapati bahwa Raffi lah orang yang berada diatas motor itu. Nagita pun bisa kembali bernafas lega sekarang.
"Eh pak, kirain siapa"
"Kenapa masih disini?"Raffi kembali mengulang pertqnyaan awalnya.
"Oh ini pak, ga ada taxi yang lewat dari tadi binging mau pulang naik apa. Boleh nebeng ga pak, beneran deh ini saya ga tau pulangnya harus gimana"
"Ya sudah ayo" Raffi menodorkan helm kepada Nagita yang diterima dengan senang hati oleh Nagita.
"Makasih pak" ucap Nagita kemudian naik keatas motor Raffi.
Dalam perjalanan mereka hanya diam tak ada yang memulai percakapan terlebih dahulu. Karna udara yang cukup dingin dan tak ada yang bisa dibicarakan dengan Raffi, Nagita mulai mengantuk beberapa kali dia menguap namun dia berusaha agar matanya tidak terpejam kalau tidak mau jatuh dari motor dan berakhir dirumah sakit.
"Jangan tidur" ucap Raffi melihat dari kaca spionnya Nagita yang perlahan memjamkan matanya.
"Hmm maaf pak" ucap Nagita sungkan.
"Pegangan, nanti jatuh!"
Nagita sedikit ragu untuk berpegangan pada Raffi dia takut disangka gimana-mana nantinya.
"Pegangan saja, tidak masalah"
Dengan ragu Nagita memegang ujung jaket Raffi.
Raffi menaikkan kecepatan motornya tiba-tiba membuat Nagita refeks memeluk Raffi dengan erat dan memejamkan matanya karna takut.
"Pelan-pelan pak" lirihnya
"Biar Anda gak ngantuk" ya benar saja rasa ngantuk Nagita menguap begitu saja digantikan dengan rasa takut yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Tak lama mereka pun sampai didepan rumah Nagita namun Nagita masih saja memeluk Raffi dan memejamkan matanya.
"Apa anda tidur?" Tanya Raffi dengan sedikit menggoyang-goyangkan badannya.
"Engga pak, cuma takut"
"Kita sudah sampai"
Nagita langsung membuka mata dan memperhatikan sekitarnya dan benar saja motor Raffi sudah berhenti tepat didepan rumah Nagita.
"Huuh maaf pak,saya beneran takut"ucap Nagita sembari turun dari motor Raffi
"Kalau begitu saya permisi"
"Eh terimakasih pak"
"Ya. Permisi" Raffi menstater motornya dan berlalu meninggalkan Nagita.
Selepas kepergian Raffi, Nagita langsung masuk kedalam rumahnya yang begitu gelap. Jelas saja gelap tak ada satu pun orang disana karna Reinka sedanga berada di Jakarta mengikuti seminar sekaligus mengurus persiapan pernikannya bersama Satrya yang memang tinggal di Jakarta.
Namun saat Nagita menyalakan lampu sesorang duduk disofa ruang tengah dengan membelakangi Nagita.
"Sudah selesai urusanmu dikantor polisi itu ?" Tanyanya dengan nada sinis.
"Siapa itu?" Tanya Nagita takut dan perlahan memundurkan langkahnya.
"Lupa dengan ku?" Orang itu berdiri membalikkan badannya menghadap Nagita.
Sontak Nagita membekap mulutnya sendiri tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Masih berfikiran kalau aku sudah mati adik kecil?"
Nagita menggelengkan kepalanya dan memudurkan langkahnya saat Restian mulai berjalan mendekat kearahnya.
"Kenapa? Takut hmm? Tidak ingin memeluk Abang mu ini? Restian semakin mendekat kearah Nagita.
"Bang Tian udah meninggal dan dia ga mungkin hidup lagi, dan kamu bukan Bang Tian" ucap Nagita.
"Aku masih hidup, aku ada disini" Restian menyempit jarak dengan Nagita. Sedangkan Nagita sudah sama sekali tak bisa mundur lagi karena dia sudah tersudut.
Restian merengkuh Nagita dalam pelukannya memberikan pelukan yang selama ini selalu diberikannya pada Nagita, pelukan yang selalu membuat Nagita nyaman bahkan disaat seperti sekarang ini pun Nagita masih merasa nyaman, Nagita perlahan membalas pelukkan Restian karna sejujurnya dia sangat merindukan sosok Restian sepeninggalnya Restian Nagita tak pernah lagi mendapatkan pelukan seperti ini dari abangnya. Namun baru sebentar Nagita merasakan nyaman dipelukkan Restian, Restian menjambak rambut Nagita dengan kuat hingga membuat Nagita meringis kesakitan.
"Aaww sakit" rintih Nagita namun bukannya melepaskan rambut Nagita, Restian tambah menguaktan tarikannya pada rambut Nagita.
"Sakit?"
Nagita menganggukkan kepalanya sambil menangis.
"Aku merasakan sakit yang lebih dari ini, jauh lebih sakit dan kau tau karna siapa? Itu gara-gara lo!"
"Apa salah Gi...."
"Lo tau gue bukan abang lo!Gue bukan abang kandung lo!"
Nagita menggelengkan kepalanya. Itu lebih tidak mungkin lagi dia sudah bersama dengan Restian sejak dia masih kecil Bagaimana bisa Restian bukan abang kandungnya. Orang yang didepannya pasti bukan Restian pasti orang ini hanya mirip dengan Restian ya hanya mirip batin Nagita.
Restian masih belum melepaskan rambut Nagita bahkan dia semakin menariknya dengan kuat.
"Salahkan saja kedua orang tua lo yang ngebuat ge jadi seperti ini" Restian menempelkan keningnya kekening Nagita tersenyum penuh kelicikkan.
"Gue bakal buat lo mati seperti kedua orang tua lo! Tapi lo ga akan mati semudah mereka lo masih harus rasain segimana menderitanya gue selama ini, lo harus ngerasain sakit yang lebih dari pada yang gue rasain selama ini"
Nagita menggelengkan kepalanya,mendorong tubuh besar Restian agar menjauh darinya namun usahanya hanyalah sia-sia jelas saja tenaga Restian jauh lebih besar darinya. Nagita mencoba membuka pintu yang tepat berada dibelakangnya bagaimanapun caranya dia harus keluar dari rumah dan melarikan diri dari Restian. Perlahan Nagita mulai berhasil membuka kunci pintu yang memeang tadi tak dia cabut.
Sementara Nagita berusaha membuka pintu Restian terus menjambak rambut Nagita dan satu tangannya mencengkram wajah Nagita dengan sangat kuat. Yang nantinya pasti akan meninggalkan bekas memar Perlahan Restian melepaskan tanggannya dari rambut Nagita dan mengambil sesuatu didalam saku celananya dan disaat itu pula Nagita berhasil membuka pintu, tanpa membuang-buang waktu Nagita menendang selangkangan Restian dan memukul wajah Restian dengas tas yang memang sedari tadi msih dia pegang. Nagita berlari dengan sekencang yang dia bisa. Nagita menoleh kebelakang berharap Restian tak ada dibelakang dan doanya kali ini terkabul Testian tidak mengikutinya. Namun Nagita terus berlari ke ujung jalan, biasanya ada tukang sate yang mangkal diujung jalan itu, Restian tidak mungkin nekat jika Nagita berada dikeramaian.
Nagita berhenti didepan gerobak sate dengan nafas tersenggal.
"Aduh mbak kenapa?" Tanya si penjual sate melihat Nagita seperti itu.
"Enngg saya ga hmm gapapa kok pak" jawab Nagita.
"Sudah pak?" Seseorang bertanya pada sipenjual sate.
"Ah iya mas, ini sudah" ucap si penjual sate sambil memberikan bungkusan sate kepada orang yang menanyainya tadi.
"Ini pak, kembaliannya ambil saja" orang itu memberikan uang untuk membayar pesanannya.
"wah makasih ya mas Raffi, aduh mbak bener-bener ga papa?" Bapak itu kembali menoleh kearah Nagita yang belum bisa mengatur deru Nafasnya.
"Nagita?" Panggil Raffi yang membuat Nagita dengan cepat menoleh ke arahnya.
"Loh hmmm Pak Raffi? Mmm nga.. ngapain masih disini?" Tanya Nagita masih dengan Nafas yang satu-satu.
"Mas Raffi kenal sama mbak ini?"
"Akh iya pak"
"Mbaknya duduk saja dulu, keliatan capek banget, abis lari-lari dari mana mbak?" Tanya bapak itu ditambah dengan tatapan penasaran.
Nagita menoleh kebelakang dan mendapati Restian berdiri tak jauh dari tempatnya sekarang sambil menatap tajam ke arah Nagita. Dengan cepat Nagita mendekat berlari kecil dan berdiri dibelakang tubuh Raffi.
"Ada apa?" tanya Raffi.
"Res... Restian disana, di dia belum mati, dia disana, dia.." tanpa sadar Nagita mencengkram erat lengan Raffi.
Raffi mengikuti arah pandangan Nagita namun dia tak melihat siapun disana. "Tidak ada siapapun disana"
"Tadi dia disitu, dia di rumah, dia ada dirumah" rancau Nagita
"Ikut saya" ucap Raffi pelan ke Nagita.
"Saya permisi pak, mari" ucap Raffi kemudian naik kemotornya diikuti Nagita.
"Dokter Reinka dimana?"
"Mbak Rei di Jakarta minggu depan baru balik"
"Berani dirumah sendirian?"
"Engga" Cicit Nagita
"Jadi sekarang mau bagaimana?"
"Ga tau" ucap Nagita bingung, dia benar-benar bingung sekarang. Dia tak berani jika harus tinggal dirumah sendirian namun dia juga tak tau harus kemana sekarang.
Tak ada lagi yang berbicara, keduanya hanya diam . Nagita tak tau kemana Raffi akan membawanya. sebenarnya Nagita ingin bertanya tapi dia begitu sungkan dengan Raffi, dia sudah terlalu banyak menyusahkan Raffi padahal dia dan Raffi bukan teman dekat.
Mereka memasuki komplek perumahan mewah. Rumah-rumah disana terlihat begitu besar dan mewah namun Nagita sedang tak berniat mengagumi deretan rumah yang dilewatinya. Dalam hatinya dia hanya bertanya-tanya dalam hati kemana Raffi akan membawanya. Saat berada didepan rumah dengan pagar yang menjulang Raffi meminta Nagita untuk turun dari motor dan langsung dilakukan oleh Nagita.
Raffi juga turun dari motornya, mendekat ke pagar itu sambil merogoh saku celananya dan tak lama mengeluarkan beberapa kunci yang dijadikan satu. Membuka gembok dipagar itu dengan mudah seperti orang yang sudah biasa melakukannya.
"Masuk" perintah Raffi lalu dia mendorong motornya masuk kedalam pagar tersebut kemudian kembali mengunci pagar itu dan melanjutkan mendorong motornya hingga tempat yang Nagita yakini sebagai garasi.
"Pak ini rumah siapa" tanya Nagita saat Raffi akan membuka pintu rumah itu.
"Rumah orang tua saya" Jawab Raffi acuh sembari mempersilahkan Nagita masuk.
"Eh?"
"Raffiii itu lo ya?" Terdengar suara orang lain dari arah dalam dengan sedikit berteriak.
"Ya, Fir sini bentaran" jawab Raffi juga dengan sedikit berteriak sambil sibuk membuka kedua sepatunya.
Firra datang dengan piyama tidurnya sambil membawa segelas air putih
"Eh? Nagita kan?" Ucap Firra begitu melihat Nagita.
"Ia mbak"
"Fir anterin ke kamar tamu, pinjemin baju lo, dia nginep disini malem ini"
"Eh?" Firra sedari tadi masih bingung dengan apa yang terjadi.
"Ini sate pesenan lo" ucap Raffi memberikan sate yang memang tadi diminta oleh Firra lalu mengambil gelas yang ada ditangan Fitra meminum airnya hingga habis dan mengembalikkannya lagi pada Firra "makasih" ucapnya kemudian berlalu dari hadapan Firra yang masih belum paham dengan apa yang terjadi dan Nagita yang canggung bukan main.
"Hmm, maaf maaf Ta, aku jadi bengong gini, ayo aku hantar kekamar" menghilangkan kecanggungannya Firra langsung menggandeng tangan Nagita dan membawanya kekamar tamu.
"Ayo masuk Ta, santai aja anggap dirumah sendiri ya. Dilemari itu ada beberapa piyama tidur, kamu bisa pakai yang pas buat kamu. Kalau mau bersih-bersih atau apa dikamar mandi lengkap kok peralatannya"
"Makasih mbak maaf jadi ngerepotin"
"Ga papa kok, yaudah aku tinggal dulu ya, kalau ada apa-apa kamar aku ada di atas kamu bisa panggil aku ya"
"Ia mbak"
Setelah Firra keluar, Nagita masuk kedalam kamar mandi dan membersihkan tubuhmya dia sudah benar-benar merasa sangat risih sekarang.
Sementara itu dikamarnya Raffi yang baru selesai mandi dikagetkan oleh keberadaan Firra yang entah sejak kapan sudah berada dikamarnya.
"lo hutang penjelasan sama gue!" Ucap Firra langsung.
"Ya bakal gue jelasin, udah dimakan satenya?"
"kok jadi sate sih Fi!"
"Makan dulu satenya, gue udah cape-cape beliinnya"
"Iya-iya tapi sambil gue makan lo jelasin semuanya sama Gue"
"Emmm" Raffi hanya bergumam lalu keluar dari kamar diikuti oleh Firra.
Saat sudah dimeja makan Firra langsung menyantap sate yang ada didepannya dengan lahap sambil mendengarkan penjelasan Raffi.
"Hmm kenapa lo baik baik banget sama dia? Biasanya lo juga cuek bebek!"
"Semacam balas budi karna waktu itu kakaknya udah ngobolehin lo nginep ditempat mereka"
"Alasan! Jangan-jangan loo"
"Jangan ngawur! Cepat abisin satenya gue ngantuk!"
"Dih ngeles dia!!"
NEW PAPER
Part 7
Rasa takut terus menyeruak didalam diri Nagita, dia terus memikirkan Restian dan berbagai kemungkinan yang akan terjadi padanya di hari-hari berikutnya.
Apa Restian akan selalu mengejarnya?
Bagaimana kalau Restian kembali berusaha menyakitinya?
Bagaimana kalau Restian terus mengikutinya?
Dan banyak bagaimana lagi yang terus berputar-putar dikepala Nagita.
Sedari tadi Nagita belum memejamkan matanya barang sedetik pun padahal sekarang sudah pukul 2 dini hari. Selain memikirkan Restian sebenarnya Nagita juga merasa lapar tapi dia tak mungkin keluar membangunkan Raffi atau Firra untuk meminta makan itu namanya tidak tahu diri. Jadi Nagita memutuskan untuk menahannya saja padahal sejak tadi siang dia belum memakan apapun.
Tiba-tiba Nagita mendengar suara derap langkah kaki yang lewat didepan kamar yang dia tempati disusul dengan suara seperti seseorang yang mencari sesuatu. 
"Siapa itu apa mungkin Raffi? Tapii ngapain dia malam-malam begini atau jangan-jangan maling" Nagita berdegik ngeri dengan pemikirannya sendiri. Namun rasa penasaran terus menggerogoti dirinya. Akhirnya Nagita berinisiatif untuk mengintip siapa yang berada diluar.
Saat Nagita sudah mendekat kepintu suara derap langkah kaki itu semakin mendekat keaarahnya kemudian kembali terdengar jauh. Saat Nagita membuka sedikit pintunya Nagita tak menemukan siapa-siapa disana, Nagita membuka pintu itu sedikit lebih lebar agar dapat mengeluarkan badannya untuk melihat lebih jelas orang yang berada disana. Dan yang Nagita lihat, cukup jauh dari tempatnya sekarang Raffi yang sedang menatap kearah luar dengan tatapan yang sulit di artikan entah apa yang ada diluar sana tapi Nagita memastikan diluar sana bukan maling atau penjahat lainnya karna tatapannya terlihat begitu murung. Nagita menghela nafas lega berarti pemikirannya tentang maling yang tiba-tiba masuk kedalam rumah ini salah besar. Nagita pun membalikkan badannya hendak kembali masuk namun suara Raffi mengagetkannya.
"Kenapa belum tidur?"
"Hmm Maaf pak"
"Saya bertanya kenapa belum tidur, bukan menyuruh Anda untuk meminta maaf"
"Hmm itu pak, ga tau kenapa, ga bisa tidur saja" jawab Magita berbohong, dia tidak mungkin mengatakan 'saya laper pak" itu gila namanya!
"Didapur ada susu, Firra selalu meminum susu hangat jika dia tak bisa tidur" ucap Raffi tapi matanya masih tertuju ke arah luar.
"Trimakasih pak, tapi...."
"Jangan sungkan, ambil saja, ayo" Raffi berjalan kearah dapur dan diikuti oleh Nagita.
"Buatlah" Raffi menyodorkan kaleng berisi susu kental kepada Nagita lalu membuka kulkas.
"Bapak juga?"
"Tidak" Raffi mengambil dua buah apel dari dalam kulkas kemudian duduk di meja makan dan menghadap ke Nagita yang membuat susu.
"Duduk" perintah Raffi begitu Nagita membuat susunya.
Nagita menuruti perkataan Raffi yang Nagita hanya berharap Raffi tak seperti Azka yang terus mengintrogasinya setiap kali mereka bertemu. Nagita meminum susunya perlahan karna merasa begitu canggung, berbeda dengan Nagita, Raffi terlihat biasa-biasa saja saa memakan apel yang ditangannya bahkan dia seperti tak menganggap Nagita.
"Cepat habiskan, kalau minumnya seperti itu tidak akan ada gunanya"
Nagita membelakkan matanya tak percaya, sedari tadi bahkan Raffi tak melihat kearahnya bagaimana Raffi tahu Nagita meminum susu seperti itu.
"Bapak matanya banyak ya?"
Raffi menatap Nagita dengan menyeritkan keningnya "apa maksudnya?"
"Dari tadi saya tidak melihat bapak melihat kearah saya, tapi tahu-tahuan saja bagaimana saya minum. Tadi juga perasaan saya liat bapak ngeliatnya keluar tapi tau saya keluar dari kamar"
"Tidak melihat bukan berarti saya tak merasakannya"
'Dasar!' Batin Nagita
Kembali hening ada suara apapun yang terdengar hingga tiba-tiba terdengar suara cacing-cacing yang berada diperut Nagita.
'Mampus! Malu malu malu! Dasar perut kurang ajar tidak tau situasi dan kondisi' gerutu Nagita dalam hati merutuki perutnya yang tiba-tiba berbunyi.
"Bisa masak?" Tanya Raffi
"Ha? Masak? Hmm tidak terlalu bisa pak"
"Didapur ada pasta instan, Anda bisa membuatnya?"
"kalau pasta bisa pak, tapi....."
"Buatlah, cuma ada itu disini. Buat dua porsi saya mendadak lapar" ucap Raffi dengan nada acuh.
Nagita pun menuruti perkataan Raffi untuk membuat pasta untung saja hanya pasta kalau yang lain Nagita tidak yakin bisa membuatnya.
"Dimana Anda bertemu Restian?" Tanya Raffi tiba-tiba
"Di dia tau-tau sudah berada didalam rumah pak"
"Itu kenapa pipi Anda sampai memar seperti itu?"
"Hah?" Nagita langsung memegang kedua pipinya dia memang masih merasakan sakit akibat cengkraman Restian tadi tapi dia tak berfikir akan menjadi memar.
"Ck anda tidak sadar?"
Nagita menggelengkan kepalanya pelan lalu kembali membuat pasta, sedangkan Raffi masih saja sibuk dengan apelnya.
Tak berapa lama Nagita sudah menghidangkan dua porsi pasta diatas meja makan.
"Makan" ucap Raffi yang terdengar seperti nada memerintah, tanpa menjawab apapun Nagita pun mulai memakan pasta buatannya.
"Pak makasih ya udah nolongin saya, saya ga tau kalau tadi harus bagaimana kalau bapak ga ada"
"Heemm"
"Bapak sering makan sate di situ ya? Sampe bapak penjualnya kenal sama bapak"
"Firra suka makan sate disitu"
"Ooo" Nagita mengangguk-anggukan kepalanya, dia sudah bingung mau membicarakan apalagi dengaan Raffi.
Hingga makanan mereka habis tak ada lagi yang bersuara keduanya makan dalam diam dan bermain dengan fikiran mereka masing-masing.
"Tidurlah, ini sudah terlalu larut, dan bekas memar itu kompres dengan air es" ucap Raffi lalu pergi menuju kamarnya.
Keesokkan paginya Raffi, Firra dan Nagita berkumpul dimeja makan untuk sarapan bersama. Nagita benar-benar merasa merepotkan Raffi dan Firra tadi pagi Firra membangunkannya dan memberikannya pakaian untuk Nagita pakai hari ini karna Firra tau Nagita sama sekali tidak membawa baju ganti.
"Ta, Reinka kapan balik?" Tanya Firra.
"Minggu depan mbak"
"Selama Reinka di Jakarta kamu tinggal disini aja ya, biar aku ada temennya"
"Eng tapi mbak...." Nagita melirik kearah Raffi yang sepertinya sama sekali tidak tertarik dengan pembicaraan mereka.
"Boleh kan Fi?" Tanya Firra ke Raffi yang hanya dijawab gumaman oleh Raffi.
"Tuh kan boleh, mau ya Ta?"
"Ia mbak" jawab Nagita, memang dia mau bagaimana lagi dia belum berani tinggal dirumah sendirian, Restian bisa saja kembali masuk kerumah dan mungkin saja jika saat itu datang Nagita tak bisa lagi lari kemanapun.
"Kamu kerja atau apa Ta?" Tanya Firra
"Aku ngajar mbak"
"Oww ngajar SD, SMP apa SMA?"
"Aku ngajar di TK. Kemala Bayangkhari Mbak"
"Deket kantor Raffi dong, yaudah nanti kita bertiga pergi bareng aja, tapi biasanya Raffi anterin aku dulu ke RS ga papa kan?"
"Ia mbak" jawab Nagita.
Setelah selesai sarapan mereka pun bergegas untuk berangkat. Saat melewati ruang depan Ngita tak sengaja melihat kearah dinding yang ditempeli oleh tiga foto pernikan. Yang paling ujung mungkin foto pernikan Orang Tua Raffi & Firra. Kemudian foto Pernikahan Firra dan suaminya dan satu foto pernikahan yang membuat Nagita penasaran yaitu Foto pernikahan Raffi dengan wanita yang tak pernah Nagita jumpai sebelumnya.
"Jadi pak Raffi sudah berkeluarga?" Batin Nagita
"Ayo Ta buruan, nanti Raffi marah" ucap Firra seraya menarik tangan Nagita untuk jalan lebih cepat.
"Kalau pak Raffi sudah menikah, kenapa dari semalam aku belum melihat istrinya sama sekali" Nagita terus bertanya-tanya dalam hatinya tentang status Raffi yang sebenarnya.
****
Siang ini Raffi dan timnya mendapatkan informasi bahwasannya komplotan yang selama ini mereka incar tak hanya mengedarkan obat-obatan terlarang namun mereka juga tergabung dalam sindikat perdangan manusia. Dan menurut informasi yang didapatkan oleh Sony malam ini mereka akan berpesta disebuah club yang cukup terkenal dikota ini.
"Kita akan menangkap mereka malam ini, kita menyamar dan masuk kedalam tanpa menimbulkan kecurigaan"
"Siap kapten" jawab mereka semua serempak
"Dan Azka saya rasa ide kamu saya tolak, saya tak mau mengorbankan siapapun dalam misi ini" sontak seluruh anggota tim melirik ke arah Azka, karna mereka sama sekali tak tau ide apa yang diberikan Azka pada Raffi.
"Izin kapt, tapi dengan cara itu akan lebih memudahkan kita mendapatkan informasi, mereka tidak akan mencurigai wanita yang kita utus nantinya"
"Begini, saya menyarankan agar seseorang masuk ke dalam club itu sebagai salah satu wanita bayaran agar dengan mudah mendapatkan informasi yang kita perlukan" jelas Azka pada abggota tim yang lainnya.
"Itu terlalu berbahaya ka! Bagaimana kalau terjadi apa-apa nantinya? Lagian siapa yang mau menjalankan ide gila mu itu?" Ucap Sony dan sedetik kemudian semua mata tertuju pada Arzia yang memang satu-satunya perempun dalam tim itu. Mendapatkan tatapan seperti itu Arzia membalas mereka dengan tatapan tak percaya.
"Ya saya rasa kita bisa menggunakan ide Azka, kita semua akan melindunginya dari jauh dan lagi pula wanita yang nantinya kita utus dapat melakukan bela diri" ucap salah satu anggota lainnya.
"Siapa pula wanita yang mau?" Ucap Sony yang masih tidak sependapat.
"Arzia" jawab yang lainnya
Arzia membelalakkan matanya, dia memang menguasai ilmu bela diri dan dia juga dapat menembak dengan ketepatan 90% namun tetap saja ini gila!
"Tenang Arzia toh nantinya kami semua juga berada disitu, tidak akan terjadi apa-apa percayalah lagian ini juga bisa dibilang sebagai pembuktian kalau kau memang pantas berada satu tim dengan kami" ucap Azka menepuk bahu Arzia yang berdiri tepat disebelahnya.
"Nantangin heh?" Bisik Arzia
"Oke saya setuju" ucap Arzia lantang.
"Saya rasa karna hanya kapten & Sony saja yang tidak setuju ide saya diterima"
"Ya. Kita akan jalankan Sesuai ide Azka, dan Arzia bersiap-siap lah"
"Siap kapten"
Lalu mereka kembali kemeja masing-masing mengerjakan pekerjaan mereka yang sebelumnya. Mereka baru akan menyiapkannya nanti selepas jam kantor seharusnya.
Setelah yang lain keluar Raffi segera menghubungi Firra.
"Dimana?" Tanya Raffi langsung.
"......"
"Nanti jangan kemana-mana, langsung pulang, Gue pulang larut malam ini"
"......"
"Gue ada kerjaan Firra, ingat jangan kemana-mana"
"...."
"Ya" Raffi pun mematikan sambungan telfonnya dan kembali melakukan pekerjaannya.
Sementara itu Nagita setelah selesai mengajar Nagita bersiap-siap untuk ke rumah sakit karna tadi pagi Firra memintanya untuk kerumah sakit terlebih dahulu agar mereka bisa pulang bersama.
Sesampainya dirumah sakit Nagita langsung menuju ruangan Firra dan mendapati Firra tengah disibukkan dengan beberapa berkas yang ada di mejanya.
"Sibuk ya mbak?" Tanya Nagita begitu duduk didepan Firra.
"Lumayan Ta, kamu nunggu bentar gapapa ya, aku mau ada operasi sebentar lagi" jelas Firra
"Oh ia ga papa kok mbak"
"Itu tadi aku udah pesenin makan siang, kamu makan dulu ya. Aku operasinya ga lama kok, cuma operasi kecil"
"Ia mbak makasih ya"
"Ya udah aku keruang operasi mau siap-siap dulu"
" ia mbak"
Setelah Firra keluar Nagita memakan makanan yang telah dipesankan oleh Firra. Cukup lama Nagita menunggu Firra hingga membuatnya bosan, untuk menghilangkan kebosanannya Firra pun keluar dari ruangan Firra menuju taman RS itu, Nagita sering ketaman itu jika menunggu Reinka.
Saat Nagita sedang bersantai di bangku taman tak jauh darinya dia melihat dua orang yang begitu dikenalnya sejak dulu, orang yang dulu selalu ada untuknya namun pada akhirnya orang itu juga yang membuat Nagita jatuh hingga ke jurang paling dalam kehidupannya, membuat Nagita merasakan sakit yang amat dalam hingga membuatnya benar-benar kehilangan arah. Orang itu tengah mendorong kursi roda yang diduduki seorang wanita seumuran dengannya wajahnya sedikit pucat, badannya terlihat lebih kurus dari terakhir kali Nagita bertemu dengannya padahal seharusnya badannya lebih berisi karna dia tengah mengandung. Nagita mengalihkan pandangannya dia tak mau melihat kedua orang itu, dua orang yang dulu sangat dia banggakan kini telah berubah menjadi orang yang paling tidak ingin ditemuinya didunia ini.
Nagita berjalan dengan cepat untuk kembali keruangan Firra lebih baik dia bosan menunggu Firra dari pada harus bertatap dengan kedua orang itu, saat Nagita akan masuk keruangan Firra Seorang ibu paruh baya keluar dari ruangan Firra, memberikan senyuman lembut pada Nagita yang dibalas dengan hal sama oleh Nagita, lalu berlalu dari hadapan Nagita. Nagita pun masuk kedalam ruangan Firra.
"Eh Ta, dari mana?"
"Dari taman belakang mbak"
"Bosen ya? Maaf aku lama tadi"
"Engga papa kok mbak"
"Ya udah, kita pulang yuk, Pak Toni (supir keluarga Firra) udah jemput didepan"
"Ia ayo mbak"
Mereka pun bergegas meninggalkan rumah sakit, sepanjang perjalan mereka habiskan dengan mengobrol dan bercanda sangat berbeda bila bersama Raffi pasti mereka hanya akan diam-diam hingga sampai tempat tujuan.
Saat sampai dirumah Firra bergegas masuk kekamarnya dengan alasan dia ingin segera buang air meninggalkan Nagita yang berjalan sambil mengamati rumah Raffi & Firra entahlah Nagita merasa nyaman saat berada bersama Firra, pembawaan Firra tak jauh berbeda dengan Reinka mungkin itulah yang membuat Nagita merasa nyaman. Saat melewati ruang depan Nagita kembali memperhatikan tiga foto pernikahan yang dipajang didinding itu yang menjadi fokus Nagita adalah foto pernikahan Raffi. Nagita merasa ada yang berbeda antara Raffi yang selama ini dia lihat dengan Raffi yang berada didalam foto itu. Setelah Nagita perhatikan lebih jelas lagi ternyata yang menjadi pembedanya adalah Raffi yang berada difoto itu tersenyum bahagia aura bahagianya begitu memancar di foto itu sangat berbeda dengan Raffi yang biasa Nagita lihat selama ini dan setelah Nagita mengingat-ingat lagi Nagita tak pernah melihat Raffi tertawa akh jangankan tertawa tersenyum saja tak pernah. Karna merasa sudah terlalu lama memperhatikan foto itu Nagita pun beranjak kekamar yang ditempatinya semalam untuk membersihkan diri.
Setelah selesai mandi Nagita keluar dari kamar dan menemui Nagita di taman belakang.
"Disini adem ya mbak" ucap Nagita.
"Ia Ta, disini adem, malah aku juga lebih suka disini dari pada dikamar sendiri ga tau kenapa ngerasa nyaman aja disini, ya walaupun tanaman disini ga sebanyak dulu lagi, karna ga ada yang ngurusin lagi"
"Kenapa ga mbak aja yang ngurus atau manggil tukang kebun Gitu"
"Haha aku ga berbakat ngurusin taneman Ta, paling tiap pagi atau sore aku siram doang. Sebenarnya bisa aja sih manggil tukang kebun tapi papa sama Raffi ga ngizinin jadi ya yang ngerawat tanamannya Papa atau kadang Raffi walaupun itu kalau papa lagi off atau Raffi ga sibuk doang"
"Oh ia Orang tuanya Mbak kemana kok aku ga liat"
"Papa kerja Ta, dua minggu lagi baru pulang"
"Emang kerja apa Mbak?"
"Papa aku pilot"
"Wah berarti samaan dong sama suaminya Mbak Firra"
"Hahaha ia samaan, dikeluarga aku tu cuma aku sama Raffi doang yang kerjaannya nyasar"
"Hah? Nyasar gimana mbak?"
"Nih ya dari kakek aku, adik/abang nya papa, sampe sepupu-sepupu aku pokoknya yang cowok deh, semuanya itu Pilot nah kalo yang cewek itu semua pramugari, walaupun cuma dikit sih karna ga tau kenapa sepupu aku hampir semuanya cowok yang cewek cuma 2 katanya sih dari keluarga mama/papa emang jarang banget ada ceweknya, mama aku juga Pramugari jadi ya kami berdua ini ga tau kenapa bisa jadi begini"
"Wih keren banget mbak, tapi sayang ya anak Papanya mbak ga ada yang jadi pilot/pramugari"
"Ada satu kok yang jadi Pilot, si Raffa"
"Kirain cuma berdua doang Mbak, belum nikah ya mbak? Fotonya ga ada didepan soalnya"
"Hah? Raffa mah udah nikah, anak papa sama mama yang belom nikah cuma si Raffi doang"
"Loh tapi yang ada diruangan depan itu bukannya Foto pak Raffi ya?"
"Hahaha pasti mikir itu Raffi ya?" Nagita menganggukkan kepalanya dengan cepat dia sangat yakin yang ada di foto itu adalah Raffi tidak mungkin dia salah lihat.
"Itu Raffa bukan Raffi"
"Tapi Mbak....."
"Aku, Raffi sama Raffa itu kembar TIGA jadi wajar kalau wajah Raffi sama Raffa itu sama"
"Hah TI.GA" Nagita mengacungkan tiga jarinya.
"Mbak seriusan kembar tiga? Tiga mbak? Tanya Nagita tak percaya.
"Hahaha kamu segitunya banget Ta, ia Tiga yang pertama itu Raffa, Raffi dan terakhir itu aku"
"Ya ampun mbak kembar dua aja itu menurut aku itu wow banget ini kembar tiga? Ga nyangka aja"
"Kamu berlebihan Ta, kalau dikeluarga dari mama aku itu mah biasa Ta, malah ni ya ta mama aku itu kembar empat, satu cewek tiga Cowok" ucap Firra sedangkan Nagita yang mendengarnya hanya bisa melongo tak percaya
Sementara itu ditempat lain Raffi, Sony dan Arzia tengah fokus membidik agar tembakan mereka tepat sasaran.
Door...... praangg. Doorr...... pranggg. Doorr.....pranggg
Suara tembakan mereka bertiga terdengar bersahut-sahutan disusul dengan pecahan botol diujung sana yang menjadi sasaran mereka saat ini.
Begitu terus hingga beberapa kali, mereka bertiga memang terlihat sangat serius, jika melihat Raffi dan Sony begitu serius menembak memang bukanlah lah hal yang tabu. Mereka berdua terkenal begitu lihai memainkan senjata apinya itu, timah panas yang keluar dari pistol yang mereka pegang selalu tepat sasaran. Arzia juga terlihat lihai dengan pistol yang ada ditangannya sejauh ini belum ada tembakannya yang salah sasaran.
Saat langit sudah mulai gelap mereka bertiga pun mengakhiri latihan mereka dan kembali masuk ke dalam ruangan mereka untuk beristirahat dan mempersiapkan misi yang akan mereka lakukan tengah malam nanti.
Ditempat lain Nagita dan Firra tengah menyiapkan makan malm untuk mereka berdua, tak banyak yang mereka masak menunya pun hanya menu-menu yang mudah, karna Nagita tak terlalu bisa memasak.
"Ini kita berdua doang mbak yang makan?" Tanya Nagita
"Ia Ta kita 2 doang, si Raffi tadi bilang pulangnya sampe larut"
"Sering gitu ya mbak?"
"Ya lumayan lah, kadang ga pulang tapi dia sih jarang ga pulang kecuali ada orang dirumah, udah yuk Ta makan"
Firra dan Nagita pun memakan makanan yang mereka buat sambil cerita-cerita seputaran keluarga Firra.
"Berarti keluarga mbak jarang kumpul dong mbak, pada di awan semua" ucap Nagita.
"Ia jaraaang banget bisa kumpul semuanya pasti ada aja yang lagi tugas"
"Tapi mbak pengen deh liat Mbak, pak Raffi sama Raffa itu secara langsung belom pernah liat anak kembar tiga soalnya hehehe"
Firra tak langsung menganggapi perkataan Nagita dia diam beberapa saat kemudian meminum air yang ada didepannya untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba saja kering
"Raffa udah ga ada, dia meninggal tiga tahun yang lalu"
Mendadak suasana menjadi hening, Nagita jadi merasa tidak enak pada Firra.
"Maaf ya mbak, aku ga bermaksud"
"Ga papa ko Ta, Raffa meninggal karna kecelakaan pesawat Ta miris ya?"
"Mbak aku..."
"Gapapa kok, aku masih bisa liat Raffa kok di Raffi, ya walaupun sifat jauuuuuhhh banget tetep aja muka mereka sama"
Kemudian mereka melanjutkan makan malamnya dalam keheningan.
****
Raffi dan para timnya kini sudah bersiap-siap menjalankan misi mereka, tak ada lagi seragam polisi berikut dengan segala atribut yang menempel disana, tak ada lagi tampilan yang menunjukkan bahwa mereka adalah para anggota polisi, semua terlihat dengan pakaian yang terlihat begitu menawan, lihat saja Raffi yang menggunakkan kemeja slim fit coklat yang lengannya digulung hingga siku dipadukan dengan jeans hitam dan sepatu kets membuat tampilan Raffi begitu berbeda dari biasanya. Tak jauh berbeda dari Raffi, para anggota tim yang lain juga berpenampilan sebelas dua belas dengan Raffi. Namun yang paling berbeda dari semuanya adalah tampilan dan dari Arzia dia menggunakan dress hitam diatas lutut tanpa lengan dipadukan heels bewarna gold yang membuatnya semakin tinggi. Rambut yang tadinya hanya sebatas leher kini tiba-tiba menjadi panjang digerai dengan indah hingga mencapai punggungnya.
"Uuuhh hmm" entah mengapa Azka mendadak salah tingkah hingga mengusap tengkuknya beberapa kali dan ternyata tak hanya Azka saja yang seperti itu para anggota tim yang lain pun terlihat sama hanya Raffi yang terlihat acuh namun matanya menatap pada heels yang dipakai Arzia
"Bisa lari pakai sepatu seperti itu?" Ucap Raffi menaikkan sebelah alisnya.
"Saya rasa tidak ada masalah, saya pernah beberapa kali menggunakan sepatu seperti ini untuk menghajar orang & di saat-saat tertentu ini sungguh membantu" ucap Arzia.
"seharusnya dia jadi model bukan polisi, lo sampe ngiler gitu" bisik Sony pada Azka.
"Berisik" balas Azka.
"Sudah? Kita harus berangkat sekarang" ucap Raffi.
"Siap kapten"
Mereka semua pun bergegas menuju club yang menjadi tempat berkumpulnya Restian dan komplotanny.
"Kita berpencar, Arzia masuk terlebih dulu menyusup sebagai wanita bayaran disana, Azka masuk dari masuk dari barat, Sony masuk dari Timur, dua orang akan tetap berada dimobil unyuk berjaga-jaga saya dan yang lainnya akan masuk lewat depan satu-persatu. Jangan melakukan tindakan yang mencurigakan, jangan lepas alat komunikasi kalian apapun yang terjadi" Raffi memberikan para anggotanya Intruksi sebelum mereka masuk kedalam club itu.
"Siap kapten" lalu mereka pun satu-persatu keluar dari mobil dan masuk kedalam sesuai dengan intruksi yang diberikan Raffi tadi
Begitu Arzia masuk kedalam dia langsung disambut dengan dentuman musik yang dimainkan oleh DJ yang terlihat begitu lihai dengan berbagai macam alat didepannya, tak hanya itu bau akohol dan asab rokok menyeruak kemana-mana tak jauh dari tempat Arzia berdiri para wanita dengan pakaian yang super minim dan ketat meliuk-liukkan badannya dengan semangat membuat Arzia ingin muntah saat itu juga. Arzia berjalan kearah meja bar namun belum sampai disana seseorang melingkarkan tangannya dipinggang Arzia membuat Arzia seketika membalik kearahnya.
"Kita ke atas hemm?" Ucap orang itu tepat ditelinga kiri Arzia.
Arzia menganggukkan kepalanya menyetujui ajakan pria yang sama sekali tk dikenalnya itu, namun Sony lewat alat komunikasi yang terletak di telinga kanan memerintahkan Arzia agar mengikuti pria itu karna pria itu termasuk dalam komplotan itu.
"Arzia naik ke atas, ikuti dari jarak yang aman" ucap Raffi yang sudah duduk dimeja bar.
"Siap" jawab Azka
Ruangan dilantai atas itu terlihat begitu elegan sangan berbanding dengan yang dibawah disana Arzia melihat Restian yang berada disudut ruangan bersama seorang wanita yang berada dipangkuannya, seorang disebelah Restian hanya duduk sambil menyesap Alkoholnya perlahan terlihat bahwa fikiran orang itu sedang tak berada disana.
"Mereka benar diatas, 7 laki-laki" bisik Arzia .
Pria yang membawa Arzia tadi menyerahkan segelas minuman pada Arzia, Arzia menerimanya namun enggan meminumnya.
"Arzia dengarkan saya! JANGAN MINUM APAPUN!" ucap Raffi memperingati Arzia
"Siap, Restian juga disini" balas Arzia, dia tidak sepolos itu tidak mengetaui isi minuman itu.
"Tentukan situasi, agar kami naik" ucap Azka
"Naik sekarang mereka sibuk ML disini, saya sudah ingin muntah!" Ucap Arzia yang memang benar adanya dia benar-benar ingin muntah sekarang belum lagi Pria yang membawanya terus saja memaksa minum dan sesekali menempelkan bibirnya di leher jenjang Arzia.
"Naik sekarang, satu persatu!" Titah Raffi yang juga mulai bangkit dari duduknya menuju keatas.
Bruuugh 
"Angkat tangan, ruangan ini sudah dikepung" Ucap Sony dengan lantang begitu pintu yang didobraknya terbuka. Disusul oleh Raffi dan yang lainnya
Semua orang disitu langsung berdiri dari duduknya sambil mengacungkan senjatanya masing-masing, mereka saling menodongkan senjata satu sama lain dan adu tatap sengit.
"Letakkan senjata kalian, menyerahlah" ucap Sony lantang.
"Gerald!" desis Raffi begitu melihat kearah Orang yang berdiri tepat disamping Restian.
Gerald tersenyum setan kearah Raffi sambil terus mengacungkan senjatanya kali ini bukan kearah Sony tapi kearah Raffi, kemudian tatapannya beralih kearah pria yang membawa Arzia tadi entah apa yang disampaikannya lewat tatapan matanya namun pria iru langsung menarik Arzia dan menodongkan pisau keleher Arzia.
Pergerakkan orang itu membuat Raffi dan lainnya lebih berwaspada.
Door...
Gerald menembakkan pelurunya tepat mengenai botol bir yang berada tak jauh dari Arzia lalu tersenyum.
"Sekarang bukan lo doang yang bisa menembak dengan tepat Raffi Adrianta Zeran"
Raffi mendengus, lalu memerintahkan para anggotanya untuk mulai beraksi melalui sandi yang dia berikan.
Arzia yang juga melihat sandi itu langsung menyikut prut pria yang yang membawanya kemudian memukul tengkuk orang itu tengkuk orang itu dengan sikunya tak hanya Arzia saja yang bertindak Raffi pun sama Raffi menendang tangan orang yang berada paling dekat dengannya hingga pistol yang tadinya dipegangnya tercampak entah kemana. Para anggota Raffi satu-persatu mulai melumpuhkan lawan mereka, kini Raffi bertatapan langsung dengan Gerald mereka saling melempar tatapan mematikan.
"Menyerahlah ini semua sia-sia!" Ucap Raffi.
"Kau yang membuatnya seperti ini! Sekarang menyingkirlah! Karna LO" Gerald mengacungkan senjatanya kearah jantung Raffi "yang buat gue jauh dari Firra"
Dooorr suara tembakan itu terdengar begitu dekat dengan Raffi karna memang tembakan itu berasal dari pistol Gerald yang tepat mengenai arah Jantungnya.
Sementara itu Azka melihat Restian yang berusaha melarikan diri dari pintu lain langsung menembak kaki Restian agar tak dapat kabur lagi.
"Lo tau gue ga sebodoh yang lo fikir!" Desis Raffi memberikan pukulan telak kearah Gerald hingga membuatnya tersungkur dan dengan cepat Raffi langsung mengamankan Gerald dan membawanya keluar dari klub itu. Begitu juga dengan yang lainnya mereka juga keluar dengan membawa orang-orang tak berguna itu.....
.
NEW PAPER
Part 8
"Lembur lagi niih. Lembuuuur teroooooosss" ucap Azka begitu mereka masuk kedalam mobil, sedangkan para Komplotan itu dibawa menggunakan mobil lain yang sebelumnya memang sudah disediakan sebelumnya.
"Dari tadi juga udah lembur kali ka! Ga nyadar heh?" Ucap Sony dibalik kemudi
"Berisik kalian berdua, Kapt, Anda ga papa?" Tanya Arzia pada Raffi yang duduk dibangku depan bersama Sony.
"Ya" jawab Raffi singkat lalu membuka kemejanya, kemudian membuka baju anti peluru yang dipakainya sebelum berangkat tadi. Kalau saja tadi dia tak memakai baju itu mungkin sekarang dia sudah berada dikamar jenazah akibat tembakan Gerald tadi. Namun tanpa Raffi sadari Arzia sedari tadi terus melihat kearahnya tanpa berkedip.
"Berharap kapten topless disini heh? Ga akan!" Ucap Azka ke Arzia
"Hah? Apaan sih? Enggak aku bukan mikirin itu, cuma mikir kalian semua pake baju anti peluru ya?" Arzia menepuk perut Azka yang duduk disampingnya.
"Akh tuh kan, Azka pake anti peluru juga. Jadi cuma aku yang ga pake? Kalo tadi aku ketembak gimana?"
"Ya salah sendiri pake baju begitu, kalo pake baju anti peluru ya ketauanlah" Ucap Azka cuek lalu menyenderkan tubuhnya.
"Tumben tembakanmu tepat Ka biasanya juga meleset" ucap Sony mengalihkan pembicaraan sambil melirik Azka dari kaca spion.
"Heh kurang ajar banget ya, aku ga sepayah itu!" Ucap Azka tak terima, ya malaupun memang dika dibandingkan dengan Sony dan Raffi memang Azka pasti kalah tapi dia mampu membidik sasarannya dengan tepat walaupun kadang meleset itupun tak meleset banyak.
"Ya ya ya. Untung tadi ketembak tu Restian, kalo dia tadi berhasil kabur alamat ga kelar-kelar ini kasaus" ucap Sony
*****
Setelah sampai di kantor mereka sumua pun bergegas melakukan pekerjaan mereka selanjutnya apalagi Azka di benar-benar akan lembur panjang malam ini, karna dia yang harus memeriksa ketujuh orang-orang itu. Sedangkan Raffi baru menyelesaikan semuanya pukul 3 pagi tapi dia tetap harus pulang.
"Mau pulang juga kapt, ga disini aja, nanggung kalo pulang" ucap Sony yang disetujui oleh Arzia.
"Firra dirumah sendirian"
"Yaudah hati-hati kapt"
Raffi hanya menganggukkan kepalanya kemuadian bergegas menuju parkiran.
"Firra istrinya kapten ya?"
"Hah? Bukan, itu kembarannya" jawab Sony acuh lalu menyesap kopinya
Arzia mengangguk-anggukkan kepalanya lalu tersenyum.
****
"Gigi sayang udah dong nangisnya, kamu tuh harus nge-iklhasin bangTian, kasian dia kalo kamu tangisin gini terus, udah ya sayang" ucap Reta Mama Nagita
"Tapi ma, hiks hiks bang Tian hiks... dia hiks... ga ada lagi" ucap Nagita ditengah isak tangisnya. Sambil terus memeluk boneka pemberian Restian
Sudah seminggu Restian meninggal dunia akibat kebaran namun hingga saat ini Nagita belum dapat mengikhlaskan kepergian Abangnya itu, dia sudah terbiasa selalu bersama Restian hingga dia tak sanggup untuk ditinggalkan apalagi seperti ini.
"Dengerin mama sayang" Reta menangkup wajah Nagita agar mau melihat kearahnya.
"Kamu ga sendiri masih banyak yang sayang sama kamu masih ada mama, papa, Gilang pacar kamu dan masih ada sahabat kamu, Bunga. Kamu ga boleh terus-terusan sedih begini sayang, kamu harus kuat, kamu ga boleh cengeng gini ya sayang"
Cukup lama Nagita terdiam menelaah perkataan sang mama hingga akhirnya dia mengangguk-anggukkan kepalanya membenarkan perkataan mamanya, ya dia tak boleh terus seperti ini. Nagita menghapus air matanya lalu memeluk mamanya.
"Maaf-in Gigi ya ma, mama bener Gigi ga boleh gini terus"
"Ia sayang kamu harus kuat apapun yang terjadi"
Keesokkan harinya Nagita mencoba kembali memulai kehidupannya lagi, dia tak lagi menangisi kepergian Restian. Hari ini Nagita akan pergi ke Appartmen Gilang pacarnya semenjak meninggalnya Restian, Nagita tak pernah lagi bertemu dengan Gilang. Sesampainya didepan Appartmen Restian Nagita langsung membuka pintu dengan sandi yang memang diketahuinya.
Namun Nagita tak menemukan Gilang diruang tengah, mungkin dia masih tidur mengingat ini adalah hari minggu Gilang biasa bangun hingga jam 1 siang fikir Nagita. Nagita pun melangkahkan kakinya kearah kamar Gilang namun suara dari dalam kamar itu menghentikan langkahnya.
"Gimana kalau Gigi sampai tau?" Nagita terdiam, dia mengenal suara perempuan itu, itu suara Bunga sahabatnya dari kecil.
"Ck ngapain peduliin dia hem? Dia hanya sibuk dengan dunianya sendiri, dia tak pernah peduli dengan orang lain, jadi kamu jangan fikirin dia honey"
"Tapi Gilang dia hmmp mmm"
"Jangan fikirkan dia, dia hanya wanita yang sok suci. Jadi jangan fikirkan dia"
Entah sejak kapan air mata Nagita mulai mengalir membasahi pipinya yang mulus, perlahan Nagita membuka pintu kamar itu sambil menahan isak tangisnya namun ternyata keputusan Nagita untuk membuka pintu adalah kesalahan besar, disana Nagita melihat Bunga sahabatnya berada dibawah rengkuhan Gilang pacarnya tanpa sehelai benangpun yang menutup tubuh mereka, Nagita sudah tak tahan lagi dia kembali menutup pintu kamar itu dengan membantingnya lalu berlari keluar dari appartmen Gilang.
Nagita berlari sambil menangis dia tak perduli dengan orang-orang yang memandang aneh dirinya. Hatinya sudah begitu sakit sangat sakit hingga dia tak tahan lagi. Dia memukuli dadanya sendiri untuk menghilangkan rasa sakit yang begitu menyiksanya.
Begitu melihat Taxi yang lewat, Nagita langsung menaikinya dia tak memperdulikan pertanyaan sang supir Taxi yang menanyakan tujuannya dia terus menangis, menangis dan terus menangis dia tak perduli lagi dengan tampilannya yang benar-benar berantakkan, eyeliner nya sudah luntur hingga kepipinya, maskaranya pun tak jauh berbeda, Nagita benar-benar tak tahan lagi dengan rasa sakit yang dirasakannya.
Padahal awalnya Nagita mengunjungi appartmen Gilang agar Gilang membantunya mengikhlaskan Restian dan menjalankan kehidupan seperti semula namun yang didapatnya justru kebalikannnya belum lagi Bunga yang membuat hatinya tambah terasa sangat sakit.
Ponsel Nagita berdering nyaring hingga beberapa kali namun dia sama sekali tak memperdulikannya hingga akhirnya dia jengah sendiri dan mengangkat panggilan itu.
"Halo hiks"
"Selamat siang, kami dari kepolisian, apa Saudari mengenal Saudari Reta Armelia & saudara Jonathan Denen?" Tanya suara disebrang sana
"I.. iiaa mereka orang hiks.. tua sa saya"
"Orang tua saudari mengalami kecelakan dan sekarang tengah berada di Rumah Sakit XXX Apakah saudari bisa segera kemari"
Hening tak ada suara lain, selain isak tangis pilu dari Nagita.
"Kenapa? Kenapa seperti ini Ya Allah ? Kenapa aku harus mendapat cobaan seperti ini ya Allah? Kenapa? Kenapa?" Jerit Nagita dalam hatinya.
Entah kebetulan atau apa Taxi yang ditumpangi Nagita melewati Rumah sakit yang desebutkan pihak kepolisian tadi, Nagita langsung meminta diturunkan disitu dan dengan cepat mebayar argo taxi tersebut.
Setelah menanyakan dimana keberadaan orang tuanya, Nagita langsung menuju kesana dengan tangis yang tak mau berhenti walaupun Nagita sudah berusaha menahannya. Sedikit lagi saat Nagita akan tiba diruangan orangtuanya,pintu ruangan itu terbuka lalu keluar seorang suster dengan membawa seorang pasien yang tak sadarkan diri, suster itu berjalan dengan cepat. Nagita mendekati suster itu dan begitu terkejut mendapati papanyalah yang berbaring tak sadarkan diri disana, luka-luka terlihat jelas disekujur tubuhnya.
"Sus apa hiks apa yang hiks hiks sama papa saya hiks"
"Bapak ini harus segera dioperasi, permisi" ucap Suster itu melanjutkan langkahnya.
Saat Nagita akan mengikutinya pintu ruangan tadi kembali terbuka seorang suster keluar dari ruangan itu kali ini membawa seseorang yang seluruh tubuhnya sudah ditutupi kain putih, Nagita berusaha mengenyahkan pemikirannya tentang kemungkinan kalau orang yang berada disana adalah mamanya, namun rasa penasaran mengalahkan semuanya Nagita membuka kain putih itu dan yang dilihatnya selanjutnya adalah kenazah sang mama yang begitu disayanginya.
Nagita menggelengkan kepalanya dengan kuat "enggak! Enggak mama saya madih hidup! jangan ditutup! Mama saya masih hidup! MAMA SAYA MASIH HIDUP!! Cepat tolong mama saya!" Nagita mengguncang-guncangkan tubuh suster tadi sambil menangis dan merancau tak jelas dan lama-kelamaan mulai kehilangan kesadarannya.
Raffi baru tiba pukul 4 pagi dirumahnya, dua benar-benar sangat lelah sekarang. Dia ingin segera masuk kekamarnya dan mengistirahatkan tubuhnya namun saat dia melewati kamar Nagita dia mendengarkan suara tangisan di ikuti jeritan. Raffi mengetuk pintu kamar itu namun hanya jeritan dan tangisan yang didengarnya. Karna takut terjadi sesuatu Raffi langsung membuka pintu kamar itu yang memang tak terkunci.
"Maaa Mamaaaa hiks Mamaaaaaaaaa" teriak Nagita madih dalam keadaan tertidur keringat yang membanjiri seluruh tubuhnya
"Ada apa?" Tanyanya yang masih berdiri didepan pintu.
Nagita tarus menangis dan merancau memanggil orang tuanya, masih dalam keadaan tertidur
Karna bingung Raffi mendekat kearah Nagita yang terus saja merancau memanggil mama dan papa nya.
Rafi menangkup bahu Nagita dan sedikit mengguncangkannya untuk menyadarkan Nagita. "Hey tenang lah!" Ucap Raffi dengan nada memerintah.
"Aakkhh Ma hiks mamaaa"
"Hey lihat saya! Sadarlah!" Kali ini Raffi menangkup wajah Nagita agar bangun dan melihatnya.
Perlahan Nagita membuka matanya dan langsung memeluk Raffi begitu erat.
"Pa jangan tinggalin aku pa, aku mohon hiks.... Pa"
Raffi yang dipeluk Nagita secara tiba-tiba hanya terdiam tanpa membalas pelukan Nagita. Dia bingung harus bereaksi bagaimana sekarang.
"Pa mama pa, mama hikss" suara Nagita terdengar begitu parau namun semakin lama semakin memelan.
Raffi tak bergerak sedikitpun dia hanya diam seperti patung enggan untuk bergerak apalagi menyingkirkan Nagita dari pelukannya padahal biasanya Raffi paling anti jika dipeluk-peluk seperti ini oleh wanita kecuali Firra, Raffi seakan menikmati pelukan Nagita walaupun Raffi tahu Nagita menganggap dirinya Papa Nagita.
Beberapa saat kemudian Raffi dapat merasakan deru nafas Nagita yang mulai teratur disusul suara dengkuran halus. Perlahan Raffi melepaskan pelukkan Nagita dan membaringkan Nagita agar dia bisa tidur lebih tenang. Saat Raffi akan pergi Nagita menahan tangan Raffi.
"Pa jangan pergi, jangan tinggalin aku" ucap Nagita menggenggam tangan Raffi dengan begitu erat.
Beberapa kali Raffi mencoba melepaskan tangannya dari Nagita namun sepertinya sia-sia, akhirnya Raffi duduk dilantai dan membiarkan tangannya digenggam oleh Nagita. Awalnya Raffi hanya diam menatap Nagita namun lama-kelamaan dia mulai mengantuk dan akhirnya tertidur dengan posisi yang sangat tak nyaman. Raffi tidur dengan posisi duduk, menyenderkan kepalanya pada tempat tidur Nagita dan membiarkan tangannya tetap di genggam oleh Nagita.
****
"Ta... Nagita" Firra mengetuk-ngetuk pintu kamar Nagita yang terbuka sedikit.
"Taaa, mbak masuk yaa?" Ucap Firra karna tak ada jawaban dari Nagita.
"Ya ampun Ta, ayo bangun udah pagi ini" ucap Firra begitu masuk kekamar Firra
Nagita mengerejabkan matanya beberapa kali, mencoba untuk membuka matanya dwngn sempurna. "Hmmmmm" gumam Nagita lalu duduk dengan kepala menghadap Firra yang masih berdiri didekat pintu.
"Maaf ya mbak, aku lama bangunnya"
"Ia gapapa, tapi kamu kenapa kelihatan capek banget gitu sih Ta?"
"Ia nih ga tau kenapa kaya capek banget gitu mbak" Nagita akan membuka selimutnya namun dia baru menyadiri kalau dia menggenggam sesuatu.
"Eh?"
"Kenapa Ta?" Firra pun mendekat kearah Nagita karna penasaran karna Nagita yang terus melihat kebawah.
"Heh? Raffi? Kalian?" Mata Firra tertuju pada tangan Nagita yang menggenggam tangan Raffi.
"Hmm mbak, ini ga kaya yang mbak fikirin, ini... ini" Nagita bingung harus menjelaskan apa pada Firra karna dia sendiri masih bingung kenapa dia bisa menggenggam tangan Raffi seperti ini.
Sedangkan Raffi terus saja tidur seakan tak terganggu oleh apapun.
"Raffiiiiiiiii!!" Teriak Firra membahana didalam kamar Nagita.
"Firraaa jangan berisik! Sebentar lagi gue turun" ucap Raffi tanpa membuka matanya
Firra yang mendengar itu hanya diam sambil bedecak pinggang menatap Nagita dengan tatapan minta penjelasan.
"Aku... aku bener-bener ga ngerti mbak, aku juha binggung" ucap Nagita sedikit takut dan segera melepaskan genggamannya pada Raffi.
"Diam disitu sampai Raffi bangun" ucap Firra pada Nagita saat melihat Nagita akan beranjak dari kasurnya.
"Tapi mbak pak Raffi belum bangun"
"Dia bilang sebentar lagi dia akan turun berarti sebentar lagi dia bangun"
Nagita pun hanya diam menundukkan kepalanya sambil terus mengingat-ingat kenapa Raffi bisa dikamar ini dan bagaimana pula ceritanya sampai dia menggenggam tangan Raffi. Dan benar saja belum sampai lima menit Raffi perlahan membuka matanya dan merenggangkan otot-ototnya sambil memberikan tatapan bingung pada Firra dan Nagita.
"Udah bangun? Sekarang jelasin sama gue apa-apan ini?" Ucap Firra menatap sengit kearah Raffi yang masih duduk dilantai.
"Apanya?" Tanya Raffi mengusap wajahnya kasar.
"Kenapa lo bisa disini heh?"
Raffi melihat sekelilingnya dan baru sadar kalau dia tak berada dikamarnya melainkan dikamar tamu yang ditempati Nagita dan dalam sekejap pula dia mengingat kejadian semalam.
"Gue mau mandi lalu kekantor nanti gue jelasin" ucap Raffi dan bangkit dari duduknya.
"Raffi ini HA.RI.SAB.TU!!!" Ucap Firra penuh penekanan.
"Ada kasus ya........"
Hmmmpp hmmpp Firra menutup mulutnya karna tiba-tiba merasa begitu mual, dengan cepat Raffi berdiri disamping Firra dan memapahnya menuju kamar mandi.
Huuuwleek huuwlleekk begitu berada dikamar mandi Firra memuntahkan seluruh isi perutnya hingga dia merasa begitu lemas. Raffi yang berdiri dibelakang Firra dengan telaten memijat pelan tengkuk Firra.
"Sudah?" Tanya Raffi pelan lalu Dijawab dengan anggukan lemah oleh Firra.
Raffi pun menuntun Firra keluar dari kamar mandi dengan perlahan lalu membantu Firra duduk ditempat tidur Nagita.
Nagita menyodorkan air hangat untuk Firra yang fia ambil saat Firra dikamar mandi tadi.
"Diminum dulu mbak" ucap Nagita membantu Firra minum
"Makasih ya Ta" Firra tersenyum lemah.
"Lo udah sarapan?" Tanya Raffi yang dijawab gelengan lemah oleh Firra.
"Kenapa? Harusnya lo tu sarapan dulu"
"Ini masih setengah tujuh Raffi! Tadinya mau ngajakin sarapan bareng tapi.."
"Jangan mikir macem-macem, udah istirahat aja, Nanti sarapannya dipesan aja lo ga usah masak, Gue siap-siap dulu" Raffi bangkit dari duduknya kemudian keluar dari kamar Nagita.
Kini Nagita menduduki tempat yang diduduki Raffi tadi dengan sungkan.
"Maaf ya mbak gara-gara aku jadi gini" Nagita menunduk takut.
"Ngapain minta maaf sih Ta? Aku ga papa kok, belakangan ini emang aku sering mual-mual kalo pagi"
"Tapi mbak..."
"Udah jangan ngerasa bersalah gitu, aku rada aneh ya orang tuh diawal kehamilan yang mual-mual, lah aku udah masuk bulan ketiga baru mual-mual" ucap Firra tersenyum menenangkan Nagita.
"Udah aku gapapa, gih sana mandi setelah itu kita sarapan bareng" ucap Firra lagi.
Nagita pun mengikuti perkataan Firra dan langsung beranjak menuju kamar mandi.
****
"Pagi kapten" Sapa Arzia begitu Raffi tiba dikantor.
"Pagi" jawab Raffi kemudian langsung masuk kedalam ruangannya diikuti Arzia dan anggota timnya yang lain.
"Lapor kapt, ini hasil pemeriksaan semalam" Azka memberikan sebuah map ke Raffi.
Raffi langsung membacanya dengan seksama dan sesekali menyeritkan keningnya.
"Pelaku utama belum kita temukan, ini membuktikan bahwa komplotan itu sudah begitu besar dan banyak orang yang terlibat didalamnya, kita tinggal sedikit lagi untuk menangkap pelaku utamannya. Dan saya harap kamu Azka bisa terus mendesak mereka membuka siapa pelaku utama dalam kasus ini" Ucap Raffi
"Siap kapten" jawab Azka tegas.
"Arzia bagaimana hasil pemeriksaan mereka? Apa mereka semua positif menggunakan Narkoba?"
"Siap kapt, enam diantara tujuh orang-orang tersebut positif menggunakan Narkoba sedangkan satu orang dinyatakan Negatif" jelas Arzia
"Siapa?"
"Gerald Seka Dirnata"
Raffi mengangguk-anggukkan kepalanya entah apa yang difikirkanny namun kemudian menanyakan keberadaannya. "Dimana dia sekarang?"
"Di sel tahanan khusus, kapten"
"Baik, lanjutkan pekerjaan kalian"
"Siap kapten" lalu mereka pun membubarkan diri.
Tak hanya para bawahannya saja yang keluar, Raffi pun ikut keluar dari ruangannya menuju sel tahanan tempat Gerald berada, sesampainya disana Raffi kepada penjaga untuk memberikannya waktu berbicara kepada Gerald.
Sekarang Raffi dan Gerald sudah duduk berdua di tempat biasa para tahanan menerima kunjungan. Disana hanya ada mereka berdua karna ini memang bukan waktu kunjungan. Mereka berdua duduk saling berhadapan dan melemparkan tatapan mematikan, jika tatapan mata bisa melukai tubuh secara nyata mungkin saat ini tubuh mereka sudah dipenuhi sayatan-sayatan. Tak ada yang memulai pemibicaraan hingga 10 menit mereka hanya diam hingga Raffi mengeram kesal.
"Apa yang membuatmu sebodoh ini!!!" Geram Raffi tertahan.
"Lo! Lo yang buat gue seperti ini" Gerald tersenyum sinis kearah Raffi
"Itu semua keputusan Firra, dia yang memilih Abian...."
Ciihh Gerald meludah kesamping lalu menatap bengis kearah Raffi
"Jangan sebut nama baj*ng*n itu didepan ku!" Desis Gerald.
"Itu salah lo sendiri, Lo ga pernah ngungkapin apa yang lo rasain ke Firra"
"Tapi lo tau, lo tau perasaan gue sama Firra sejak kita SMP Raffi. SE.JAK S.M.P dan lo sama sekali tidak ngebantu gue sedikit pun dan yang lebih parah lagi lo memyetujui hubungannya sama si brengs*k itu! Dia brengs*k Raffi dia Baj*ng*n dan lo tau itu! Tapi lo ga ngelakuin apa-apa!"
"Tapi itu tidak ada hubungannya dengan keterlibatan Lo dikasus ini"
"Dengan gue gabung disini, gue ngedapetin semua yang gue mau, gue bisa keluar dari rumah sakit jiwa itu, gue masih tetap bisa ngawasin Firra, gue bisa ngawasin Baj*ng*n itu, gue bisa ngelenyapin dia dan ngerut Firra darinya"
"Lo GI.LA!!" Bentak Raffi
"Dan lo turut andil di dalamnya. Kalau aja lo bantuin gue, kalau aja lo ga setuju sama pilihan Firra ini semua ga akan terjadi! Dan janin yang dikandungan Firra sekarang itu anak Gue! BUKAN ANAK DIIAAA" Gerald menarik kerah baju untuk meluapkan emosinya wajahnya sudah memerah mungkin akibat aliran darahnya yang langsung mendidih jika membicarakan ini.
"Hey! Lepaskan tanganmu Bodoh!" Bentak Sony yang kebetulan lewat ditempat itu, saat Sony akan menyingkirkan tangan Gerald, Raffi mengangkat tangannya untuk menahan Sony dan menyuruh Sony meninggalkannya lewat gerakan tangannya pula.
Gerald melepaskan cengkramannya pada Raffi secara kasar dan kembali duduk dengan nafas terengah.
"Sadarlah rald, Firra bukan jodoh mu. Masih banyak wanita diluaran sana yang bisa lo jadiin pendamping. Dia sudah milik orang lain"
Gerald kembali meludah lalu metap Raffi dengan tatapan tak terbaca.
"Lo gampang ngomong gitu Fi, lo ga ngerasain rasanya jadi gue lo ga pernah tau! Lo ga ngerasain Fi"
Raffi menghela nafas panjang, dia memang mengetahui bahwa Gerald menyukai kembarannya sejak masih SMP namun dia memang tidak pernag mau ikut campur dengan percintaan kembarannya baik Firra ataupun Raffa baginya itu adalah masalah pribadi mereka masing-masing namun dia tak tau kalau sampai begini akhirnya.
"Gue bakal bawa Firra kesini buat nemuin lo, tapi cuma sebatas bicara biasa tidak lebih"
Mata Gerald langsung berbinar senang, melihat itu Raffi hanya mendecak sebal bagaimana bisa sahabatnya itu berbuat segila dan sejauh ini hanya karna mencintai kembarannya.
***
Sementara itu dirumah Firra dan Nagita disibukkan dengan mengurus taman rumah Firra. Sebenarnya yang bekerja hanya Nagita karna sedari tadi Firra hanya melihat-lihat karna tak tau harus melakukan apa namun saat Nagita akan memegang Bunga Anggrek ungu Firra dengan cepat menahannya.
"Yang itu ga usah Ta, nanti Raffi marah"
"Hah? Kenapa mbak?" Tanya Nagita bingung.
"Ya jangan aja, ga ada boleh nyentuh bunga itu selain Raffi dan Mama, bahkan Papa sekalipun ga pernah nyentuh bunga itu"
Nagita mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian kembali bertanya.
"Mamanya Mbak tugas juga ya?" Tanya Nagita karna seingatnya Mama Firra adalah pramugari.
Firra tak langsung menjawab kemudian tersenyum lemah "Mama udah ga ada" lirihnya.
"Maaf mbak, aku...."
"Ga papa, udah akh kita masak aja ya, tadi Raffi bilang jam makan siang dia pulang, sekarang udah jam 11 yuk buruan" Firra bangkit dari duduknya dan membersihkan celana bagian belakangnya karna mereka hanya duduk direrumpuntan. Nagita pun mengikuti yang dilakukan Firra kemudian mereka masuk kedalam.
☆☆☆
Raffi tiba dirumah tepat pukul satu, dia masuk dan langsung menanggalkan jaketnya dan hanya menyisakan V-neck hitam yang pas dibadannya.
"Kenapa belum makan?" Ucap Raffi begitu melihat belum ada yang memakan makanan yang ada dimeja makan.
"Nungguin lo lah, kenapa ganti baju?" Ucap Firra mengingat saat pergi tadi Raffi menggunakan pakain dinasnya.
"Gerah, udah sekarang makan" lalu mereka bertiga pun makan dalam diam hingga selesai Firra baru membuka suara.
"Semalam pulang jam berapa?" Tanya Firra ke Raffi.
"Jam 4"
"Gimana ketangkep?"
"Ya, dan salah satu dari mereka ingin ketemu ama lo"
"Hah? Gue?" Firra menunjuk dirinya sendiri bingung "buat apa? Gue ga mau berurusan sama gitu-gituan"
"Terserah" ucap Raffi pada Firra kemudian menatap kearah Nagita yang menundukkan kepalanya "dan Restian juga tertangkap"
Nagita langsung menatap Raffi dengan tatapan tak percaya.
"Sudah jangan difikirkan" Raffi mengibaskan tangannya dan bersiap meninggalkan meja makan namun suara Firra mengintrupsinya.
"Mau kemana heh? Duduk" Firra menunjuk Raffi jari telunjuknya yang lentik.
"Apa lagi?"
"Du.duk! Lo belom ngejelasin soal yang tadi pagi!" Ucap Firra sambil menyipitkan matanya kearah Raffi dan jari telunjuknya masih menunjuk kearah Raffi.
Raffi pun akhirnya kembali duduk menyenderkan tubuhnya dikursi, sungguh dia sangat lelah sekarang dia hanya tidur kurang dari tiga jam dan harus kembali berkutat dengan pekerjaannya dan sekarang apa lagi ini?
"Jelaskan?" Ucap Firra menatap Nagita dan Raffi bergantian minta penjelasan
Raffi menghela nafas lalu menceritakan semua hingga dia bisa tertidur disana. Nagita yang mendengarnya membuka mulutnya tak percaya dia memang ingat kalau dia memimpikan orang tuanya tapi dia sama sekali tidak ingat memeluk Raffi, bahkan sampai menahan Raffi agar tak meninggalkannya, ini gila! Batin Nagita.
Firra yang sedari tadi menahan nafas entah karna apa kini perlahan menghembuskan nafasnya menatap Nagita dengan tatapan yang sulit dimengerti ada kilatan kesedihan disana, dia memang tak mengetahui dengan jelas apa yang dimimpikan tapi Firra tau pasti mimpi itu sangat buruk melihat dari mimik wajah Nagita.
"Maaf ya pak, saya beneran ga sadar, maaf ya pak" ucap Nagita, dia menjadi tak enak dengan Raffi.
"Bukan masalah, sudahlah" Raffi bangkit dari duduknya dan berlalu menuju kamarnya.
"Udah Ta, ga usah ga enak gitu, Raffi gapapa kok. Kalau dia marah pasti udah marah dari tadi pagi" ucap Firra sambil tersenyum kearah Nagita.
"Aku cuma ga enak mbak, gara-gara aku pak Raffi tidurnya dilantai sambil duduk lagi"
"Udah gapapa, Raffi bahkan pernah tidur sambil berdiri jadi jangan difikirin ya. Ya udah kamu istirahat gih, dari pagi kan kita udah capek banget biar piringnya bibi yang bersihin"
Nagita pun mengiyakan perkataan Firra kemudian mereka beranjak kekamar masing-masing. Namun bukannya kekamarnya Firra malah masuk kekamar Raffi. Raffi yang baru saja akan memejamkan matanya mendengus sebal.
"Apalagi FIR.RA ?"
"Hehe lo mau tidur ya?" Bukannya menjawab pertanyaan Raffi, Firra malah balik bertanya membuat Raffi berdecak kesal.
Firra duduk di pinggir tempat tidur Raffi dan menatap kembarannya dengan intens
"Lo suka sama Nagita ya?" Ucap Firra tanpa tendeng alih-alih.
Raffi membulatkan matanya seketika mendengarkan penuturan kembarannya itu.
"Jangan ngaco!" Raffi menutup wajah dengan bantal dan memunggungi Firra.
"Tuh kan! Kalo engga ngapain lo gini? Biasanya gue ledekin lo biasa aja" namun Raffi hanya diam tak memperdulikan Firra yang menurutnya ngaco.
"Lo juga kenapa peduli banget sama dia, ngelindungi dia sampe bawa kesini, biasanya ga pernah. Gue tau lo ngederin gue Raffi ga usah pura-pura tidur."
"Raffi kalo lo suka sama Nagita ga papa kok, nanti gue bantuin ngedeketin lo sama dia tapi jujur dulu sama gue"
Raffi tak menanggapi perkataan Firra dia masih dalam mode pura-pura tidur.
"Tapi ya Fi gue tetap ga suka lo masuk kamar dia sembarangan, kalo lo tadi subuh khilaf trus ngapa-ngap...."
"Gue bilang jangan ngaco! Udah sanah keluar" Raffi bangkit dari tidurnya dan mendorong Firra pelan agar keluar dari kamarnya.
"Jangan bilang lo sempat mikir gitu tadi pagi"
"Firra keluar!" Raffi dengan cepat mengunci pintu kamarnya dan menggerutu tak jelas.
NEW PAPER
Part 9
"Taa, kamu tidur ga?" Firra mengetuk pintu kamar Nagita
"Engga kok mbak, masuk aja" sahut Nagita dari dalam
Firra pun masuk ke dalam kamar dan menghampiri Nagita yang tengah duduk dilantai dengan kertas origami yang berserakan didepannya.
"Lagi ngapain Ta?" Tanya Firra ikut duduk dilantai bersama Nagita.
"Ini mbak lagi nyoba bikin yang lucu-lucu gitu dari origami buat diajarin sama anak-anak nanti"
"Ini bagus Ta, kaya kupu-kupu beneran gitu"
"Mbak mau buat?" Tawar Nagita sembari menyodorkan selembar kertas origami
"Mau sih Ta, tapi dari dulu mah aku ga pernah bisa bikin begian gagal terus"
"Di coba dulu mbak" bujuk Nagita.
Firra pun akhirnya mengambil kertas yang diberikan Nagita dan mengikuti Nagita melipat-lipat kertas itu dengan serius. Namun setelah selesai hasil Nagita dan Firra terlihat sangat berbeda. Kupu-kupu kertas milik Nagita terlihat seperti aslinya sedangkan milik Firra, uh dia sendiri juga tidak bisa menjabarkannya.
"Tuh kan Ta, aku ga bisa" Firra memanyunkan bibirnya kesal sedari dulu dia memang paling tidak bisa mengerjakan yang seperti ini.
"Tapi ini lumayan kok mbak hehe"
"Boongin aku heh?"
"Hehehe" Nagita hanya tertawa saja menimpali perkataan Firra.
"Akh ia Ta, bentar ya ada yang mau ambil bentar ya" ucap Firra langsung keluar dari kamar Nagita.
Sekitar sepuluh menit kemudian Firra kembali dengan kotak yang cukup besar hingga menutupi separuh tubuhnya. Melihat itu Nagita langsung bangkit membantu Firra yang sebenarnya sama sekali tidak terlihat kesusahan.
"Aduh mbak, bawa apaan sih? Mbak kan lagi hamil jangn ngangkat yang gitu-gitu" ucap Nagita meletakkan kotak besar itu di lantai.
"Ga papa ko ta, jangn kaya Raffi gitu. Lagian ini ga berat kok isinya kertas semua" ucap Firra sembari membuka kotak itu perlahan.
"Nih banyak hasil origami Ta"
"Ya ampun banyak banget mbak, keren-keren lagi" mata Nagita menelisik semua hasil origami didalam kotak itu dengan mata berbinar.
"Ini siapa yang buat mbak?" Tanya Nagita tanpa mengalihkan pandangannya.
"Ini yang buat Mama, Anya istrinya Raffa, sama Raffa juga, mereka jago banget buat beginian"
"Keren-keren banget ini Mbak, aduh aku boleh minta ga?" Tanya Nagita.
"Boleh kok Ta, ambil aja kamu mau yang mana"
"Makasih mbak, aduh Mama nya Mbak kreatif banget ya"
"Wah kalo mama mah udah jangan ditanya lagi, kalau dirumah ini mah cuma segini tapi kalo rumah yang di Jakarta tuh penuh ama beginian sampe kadang Raffi tuh BT sangkin banyaknya. Tapi nih ya Ta, Raffi tuh lucu kalo lagi misuh-misuh gitu jarang banget sih liat dia gitu, tapi beneran deh itu lucu banget" ucap Firra sambil tertawa sambil membayangkan wajah Raffi
"Misuh-misuh gimana mbak?"
"Ya gitu dia ngegrutu-grutu gitu, tapi nanti kalo ditanya dia diem aja gitu dan diemnya itu bisa sampe seminggu"
"Yah berarti kalo ngambek ribet ya mbak"
"Ya gitu deh, oia Ta kamu umurnya berapa sih? Sekitaran 20-an gitu ya?"
"Aku udah tahun ini 25 mbak"
Firra ber oh ria "berarti beda 6 tahun ya, hmmm masih pantes lah ya ga ampe 10 tahun" Firra mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum penuh arti
"Beda 6 tahun sama siapa mbak?" Tanya Nagita bingung
"Hah? Ooh engga, itu aku sama kamu beda 6 tahun hehehe" Firra gelagapan menjawab pertanyaan Nagita.
"Udah punya pacar Ta?"
Nagita terdiam sesaat, dia kembali mengingat bagaimana pacarnya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri dan itu membuat Nagita begitu membencinya.
"Engga mbak" jawab Nagita kemudian
"Lagi deket sama siapa gitu ga ada Ta?"
"Engga mbak, kok jadi nanyain itu sih?" Tanya Nagita.
"Engga papa Ta, cuma nanya aja. Oh ia Ta aku mau tanya sama kamu Raffi itu menurut kamu gimana sih Ta? Jangan mikir gimana-gimana loh aku cuma nanya doang, abis heran kenapa sih ga ada cewek yang nempel sama Raffi dari dulu"
"Ya pak Raffi baik kok mbak, kalo sekali liat gitu juga pasti banyak yang suka mbak, cuma kaya susah dijangkau gitu mbak jadi mungkin mereka cuma mengagumi doang tanpa berniat ngedeketin, lagian gengsi juga sih mbak kalau cewek ngedeketin duluan, pak Raffinya juga cuek gitu" jawab Nagita panjng lebar
"Ia juga sih Ta, pantes dia ga nikah-nikah sampe sekarang. Tapi nih ya Ta kalo kamu sendiri gimana sama Raffi?"
"Hah?"
"Ia kamu gimana sama Raffi?"
"Ya ga gimana-mana mba"
"Yakin?" Firra menaik-naikkan alisnya menggoda Nagita
"Yakin lah mbak, mbak apaan sih?" Nagita menundukkan kepalanya melihat kearah origami-origami yang lucu-lucu itu untuk mengendalikan dirinya yang tiba-tiba menjadi gugup
"Kalau Raffi suka sama kamu gimana Ta? Kamu mau ga sama Raffi?" Tanya Firra
"Apaan sih mbak?" Ucap Nagita lebih terdengar seperti bisikkan. Entah kenapa pipinya menjadi panas, Nagita yakin sekarang pipinya sudah semerah tomat.
"Lah kok blushing gitu ta?"
Nagita semakin menundukkan kepalanya mendengar perkataan Firra yang disusul dengan tawa kecilnya.
☆☆☆☆☆
Hari ini mungkin menjadi hari terpuas untuk Firra karena berhasil menjahilin kembarannya yang selama ini selalu susah untuk dijahilinya. Firra mengingat-ingat kejadian tadi siang saat dia mengganggu Raffi kemuadian mengganggu Nagita dan berhasil membuat pipi Nagita semerah tomat karna ulahnya. Merasa belum puas mengganggu Raffi malam ini Firra berniat untuk kembali membuat Nagita merona namun kali ini didepan Raffi. Firra sudah memikirkan hal ini sejak dia mengganggu Nagita siang tadi dan sekarang dia akan menjalanjan rencananya.
Setelah selesai makan malam mereka bertiga berkumpul diruang TV karna permintaan Firra, Firra beralasan dia sedang tidak mau sendirian dan juga sedang kangen dengan kembarannya itu. Alasan kedua Firra membuat Raffi mendengus kesal mereka bertemu setiap hari apa yang harus dirindukan? Pikirnya. Namun Firra bersikeras agar tak ada yang sibuk dengan urusannya sendiri malam ini.
Firra dan Nagita duduk disofa yang berada diruang TV sedangkan Raffi tiduran dibawah dialaskan karpet dengan posisi terlentang sambil membaca berita online di ponselnya, dia malas menonton acara TV yang ditonton kedua orang diatas yang menurutnya tak begitu penting.
"Fi besok kan minggu kita jalan-jalan ya? Kemanna gitu Fi" ucap Firra menenda-nendang kecil kaki Raffi yang tepat dibawahnya
"Emmm" Raffi hanya bergumam menjawab permintaan Firra
"Mau kan Fi? Jangan cuma emmm emmm doang!"
"Sama Nagita aja" jawabnya acuh.
"Ia sama Nagita juga jadi kita bertiga perginya. Biar sekalian lo bisa PDKT sama Nagita Fi"
"Ukhuk ukhuk ukhuk" Nagita tersedak cemilan yang sedari tadi dimakannya.
"Ya ampun Ta, pelan-pelan" Firra menepuk-nepuk pundak Nagita
Raffi mendengus tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya lalu berujar "dikasih minum Fir, bukan dipukul-pukul"
'Tuh kan matanya banyak' batin Nagita namun masih terbatuk-batuk
"Hah? Ia" Firra mengambil minum entah milik siapa yang berada dimeja kecil tepat disebelahnya lalu memberikannya pada Nagita masih terbatuk-batuk.
Nagita langsung meminum minuman yang diberikan hingga tandas kemuadin menghapus air matanya yang keluar karna tersedak ucapan Firra tadi.
"Kamu kalau makan pelan-pelan Ta, sampe nangis gitu gara-gara kesedak" Ucap Firra
"Maaf mbak" ucap Nagita lalu melirik Raffi yang sam sekali tak peduli.
Setelah memastikan Nagita tak apa-apa, Firra kemabali menyenderkan tubuhnya dan menendang-nendang kaki Raffi lagi. "Mau kan Fi?"
"Males Fir, lagian mau kemana?"
"Ya kemana aja asal jangan dirumah bosan Fi" ucap Firra berbohong. Sebenarnya dia lebih suka diam dirumah bercanda bersama keluarganya atau menghabiskan seharian penuh dikamar. Dari pada keluar hanya sekedar jalan-jalan baginya itu sangat melelahkan namun ini dilakukannya demi mendekatkan kedua orang saat ini berada didekatnya yang sama-sama tak menyadari perasaan mereka masing-masing.
Sejak awal Firra sudah menduga kalau kembarannya itu mempunyai rasa yang berbeda dengan Nagita, dari cara dia menatap dan berbaik hati mau menolong Nagita. Namun kembarannya itu terlalu bodoh untuk menyadari hal itu membuat Firra gemas sendiri. Firra mengenal Raffi sedari kandungan dia tau semua tentang Raffi dan daripada kedua kembarannya Firra lah yang paling peka terhadap perasaan sesorang berbanding terbalik dengan Raffi yang sangat-sangat tidak peka.
Tak jauh dari Raffi, Firra juga dapat melihat rasa ketertarikan Nagita pada Raffi namun Firra rasa sesuatu hal membuat Nagita menutup dirinya untuk orang lain terutama laki-laki.
"Kita dirumah aja, lo juga ga boleh capek-capek" ucap Raffi
"Ia mbak, kasian dedenya kalau mbaknya capek" ucap Nagita yang sedari tadi hanya diam.
"Tapi Fiiii......" 
Belum sempat Firra melanjutkan perkataannya Raffi memberikannya tatapan mematikan yang berhasil membuat Firra mendecak sebal.
"Ya udah deh gue kamar dulu, ntar lagi balik jangan ada yang bergerak" ancam Firra lalu bergegas menuju kemarnya.
Raffi dan Nagita hanya diam hingga beberapa saat, mereka tidak terlalu dekat hingga tak tau apa yang harus mereka bicarakan.
"Hmm pak, soal yang tadi pagi, maaf saya benar-benar tidak sadar, maaf" ucap Nagita mengingat kejadian tadi pagi saat dia tidur dengan menggenggam tangan Raffi.
"Bukan masalah, lupakan saja" ucap Raffi acuh dan masih membaca berita di ponselnya.
"Tapi saya tetap ngerasa ga enak pak, sekali lagi maaf"
"Ya terserah"
"Hmm pak"
"Ya?"
"Hmm Bang Tian aaa itu maksudnya Restian beneran ketangkap ya?" Tanya Nagita tanpa berani menatap Raffi
"Ya dia dan beberapa orang yang terlibat berhasil diamankan, anda mau menjenguknya?"
Nagita menggeleng dengan cepat dan kuat. Mata dan gesture tubuhnya pun menunjukkan jika dia begitu ketakutan. Entah apa yang membuatnya menjadi seperti itu tapi yang Nagita tahu pasti saat ini dia tak berani bertemu dengan Restian. Dia takut kalau-kalau Abangnya itu kembali berbuat kasar padanya. Nagita takut menatap Tian yang sedang marah dengannya dia benar-benar takut.
"Jika anda ketakutan memang lebih baik tidak perlu" ucap Raffi
Nagita menatap Raffi tak percaya, bagaimana Raffi tau apa yang dirasakannya. Apa dia cenayang seperti Tian? Seperti Tian yang selalu bisa membaca fikikirannya.
"Bapak seperti cenayang" gumam Nagita pelan
"Saya polisi bukan cenayang"
"Hah?" Nagita tak mengira Raffi mendengar Gumamannya. "Maaf pak" ucap Nagita tak enak.
"Sudahlah kembali kekamar" perintah Raffi ke Nagita.
"Tapi pak, Mbak Firra...."
"Firra tidak akan kembali kesini, istirahatlah" ucap Raffi
"Mmm baiklah, permisi pak"
"Emm" Nagita pun bangkit dari duduknya namun baru selangkah dia berjalan kakinya tak sengaja tersandung kaki Raffi hingga dia terjatuh tepat menimpahi Raffi.
Mereka berdua sama-sama terdiam, mata mereka saling mengunci satu sama lain. Raffi menatap mata dalam mata Nagita, matanya terlihat sipit namun pas untuknya, dengan bola matanya hitam pekat yang membuatnya tambah indah. tepat dibawah mata Nagita, Raffi dapat melihat dengan jelas kantung mata Nagita yang seolah menunjukkan jika sipemiliknya kurang tidur. Mata Raffi turun ke hidung Nagita, hidung itu terlihat begitu mungil, tidak mancung tidak juga pesek tapi cocok untuk wajah Nagita. Dan terakhir pandangan Raffi turun kebibir Nagita yang tipis dan sedikit terbuka membuat Raffi menahan nafasnya untuk sesaat, dia tak dapat mengalihkan pandangannya dari bibir Nagita.
Deringan ponsel Raffi membuyarkan fikiran mereka berdua. Nagita yang pertama tersadar langsung bangkit dari tubuh Raffi dan berdiri dengan canggung sementara Raffi langsung duduk dan menerima panggilannya setelah menghembuskan nafas gusar.
"Ya ada apa?"
"......"
"Tidak ada, jangan bertele-tele! Cepat apa mau mu?"
"......"
"Oh sh...." Raffi melirik ke arah Nagita yang masih berdiri canggung sambil menatapnya. Oh Raffi tak mungkin mengumpat didepan Nagita.
"Sudah besok saja hubungi aku lagi" Raffi menutup panggilan itu secara sepihak setelah mendengar orang diujung sana menertawakkannya.
Raffi kembali menatap Nagita yang terus menundukkan kepalanya dia benar-benar canggung dan tak berani melihat Raffi sekarang.
"Lupakan saja, dan cepat kembali kekamar" Raffi berdiri dari duduknya dan berjalan melewati Nagita sambil sesekali mengumpat. Dia butuh air dingin saat ini!
Sementara itu sepeninggalnya Raffi, Nagita langsung berlari menuju kamar, mengunci pintu kemudian menyembunyikan wajanya yang sudah seperti kepiting rebus di balik bantal. Dia merutuki dirinya sendiri Bagaimana dia bisa terjatuh tepat diatas Raffi? Dan lebih bodohnya lagi kenapa dia tak langsung bangkit. Dia malah memperhatikan keseluruhan wajah Raffi mulai dari matanya yang Nagita duga akan hilang jika laki-laki itu tertawa, memerhatikan hidung Raffi yang mancung berbanding terbalik dengan hidungnya. kemudian memperhatikan rahang Raffi yang terlihat kokoh dan ditumbuhi rambut-rambut halus membuat Nagita ingin mengelusnya. Belum lagi tadi jantungnya yang berdetak abnormal, Raffi pasti bisa merasakan jantungnya yang sedang berdisco disana
Nagita memukul-mukul kepalanya pelan namun berkali-kali 'ini gila!' Rutuk Nagita kepada dirinya sendiri. Dia sudah benar-benar punya muka lagi untuk bertemu Raffi mungkin besok dia akan pulang saja kerumah Reinka agar tak sering-sering bertemu Raffi.
Nagita menutup matanya rapat-rapat berharap semua ini mimpi dan saat dia bangun nanti semuanya ingatannya tentang ini akan hilang. Semoga saja!
☆☆☆☆☆
"Raffi sini sayang" Wanita itu melambaikan tangannya memanggil Raffi. Suaranya begitu lembut dan suara itu begitu dirindukan oleh Raffi. Raffi benar-benar merindukan suara itu.
Raffi berjalan kearah wanita yang duduk ditaman belakang rumahnya sambil tersenyum, senyuman yang selalu dapat menenangkan Raffi. Senyuman yang selalu membuat Raffi tenang dalam keadaan apapun. Saat Raffi sudah begitu dekat dengannya, wanita itu memberi isyarat dengan menepuk-nepuk pahanya agar Raffi berbaring disitu. Dengan senang hati Raffi menurutinya berbaring dipangkuan wanita yang paling sempurna untuknya, wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga dua tahun lalu.
Begitu Raffi meletakkan kepalanya dipangkuan sang mama, Qianta mengelus lembut kepala anaknya itu dengan sayang. Membuat Raffi merasakan rasa bahagia yang membucah, mengobati rasa rindu yang selama ini dipendamnya sendiri.
"Menikalah nak, mama ingin memiliki cucu" Qianta mengucapkannya sambil tersenyum
"Mama sudah mempunyai cucu dari Raffa dan sebentar lagi dari Firra, Dia sedang mengandung. Mama akan memiliki dua cucu" jawab Raffi lembut
"Karna itu mama menginginkan cucu dari kamu sayang agar semuanya lengkap"
Raffi hanya diam tak menjawab atau membantah perkataan mamanya.
"Dia cantik, baik dan cocok untuk kamu. Cepat kenalkan dia ke Mama"
"Siapa ma?" Tanya Raffi bingung
"Kamu tau siapa yang Mama maksud. Percayalah cinta itu akan mendatangkan kebahagiaan bukan kesakitan seperti yang selana ini kamu fikir"
Raffi kembali diam, dia tak ingin membicarakan hal ini. Dia hanya ingin seperti ini, selalu berada didekat mamanya. Merasakan kelembutan yang didunia ini hanya bisa didapatkan dari Mamanya seorang.
Perlahan Raffi memejamkan matanya, ditempat yang paling nyaman didunia baginya yaitu dipangkuan ibunya.
☆☆☆☆☆
Pagi ini mereka bertiga kumpul dimeja makan untuk makan bersama seperti biasa. Namun Nagita sama sekali tak berani menatap langsung kearah Raffi dia benar-benar begitu malu karna kejadian semalam. Berbeda dengan Nagita, Raffi terlihat bersikap seperti biasa, seolah kejadian semalam tak berarti baginya. Dia begitu lihai mengatur ekspresi wajahnya agar terlihat tenang tapi siapa yang tau kalau sebenarnya didalam hati dia mengeluarkan segala umpatan terbaiknya karna sejak semalam dia terus memikirkan Nagita bahkan dalam mimpi pun mamanya mengingatkan pada perempuan yang kini duduk tak jauh darinya dengan kepala menunduk.
Firra melirik kearah Nagita, dia merasa ada yang aneh dengan Nagita sejak pagi tadi lihat saja sedari tadi Nagita terus saja menunduk.
"Ta kamu kenapa? Sakit?" tanya Firra akhirnya.
"Hah? Ngg engga kok mbak aku ga papa" Jawab Nagita.
Raffi hanya meliriknya sekilas lalu kembali berpura-pura acuh. Dasar!
"kok kamu nunduk terus sih Ta? Takut sama siapa? Raffi?"
"ngg enggak kok mbak"
"Kamu diapa-apain ya sama Raffi waktu aku tinggal semalam?"
"Hmmpp ukhuuuk ukhuuuk" jika semalam Nagita yang tersedak kini Raffi yang tersedak kopinya akibat ucapan Firra.
"Aduuuuh Fiii. Minumnya pelan-pelan"
"Ukhuuuk ukhuuk" Raffi terus terbatuk sambil memukul-mukul pelan dadanya.
"Minum dulu pak"Nagita menyodorkan gelas disampingnya kepada Raffi, yang langsung diterima Raffi dengan cepat.
Melihat itu Nagita sedikit meringis, pasti sakit fikirnya.
"Ekkhhmmm hhmmm" Raffi mulai bisa mengatur Nafasnya dan langsung memberikan tatapan sadisnya pada Firra.
"Apa? Mau nyalahin gue? Lo sendiri yang kesedek kopi, kenapa melototin gue?" Ucap Firra yang hapal benar dengan tatapan yang diperikan Raffi itu.
"Atau jangan-jangaaan? Lo bener-bener ngapa-ngapain Nagita ya Fi!" Ucap Firra sedikit emosi padahal dalam hati dia tertawa puas. Jangan kalian fikir dia tak tau kejadian semalam bahkan dia sempat mem-videokannya.
"Aduh enggak kok mbak beneran, pak Raffi ga ngapa-ngapain saya" ucap Nagita membela Raffi.
"Ya sudahlah. Akh ya Fi om Qeanu sama om Qeandra nanti mau kesini. Ada yang mau dia omongin sama lo katanya mumpung lagi di Semarang"
"Ya" jawab Raffi acuh dia masih kesal karna tuduhan Firra. Dia sama sekali tak melakukannya hanya memikirkannya. Akh Raffi benar-benar merasa sudah gila sekarang!
"Ya sudah gue mau kekamar jangan diganggu. Ta kalau polisi satu itu macem-macem teriakin aja"
Nagita hanya mengangguk mengiyakan perkataan Firra sedangkan Raffi mendengus kesal mendengarnya.
"Awas lo ya Fi! Inget nanti om kembar mau dateng" ucap Firra lalu berlalu pergi menuju kamarnya.
Raffi menggelengkan kepalanya tak percaya akan sifat aneh kembarannya. 'Mau apa dia pagi-pagi mengurung diri dikamar?' Batin Raffi lalu bangkit dari duduknya menuju taman belakang. Dia butuh ketenangan saat ini.
Melihat Raffi yang ikut pergi Nagita menjadi bingung sendiri mau apa dia sekarang. Akhirnya Nagita memutuskan untuk membersihkan meja makan lalu kembali kekamarnya mungkin membuat origami lagi fikirnya.
Sudah hampir setengah jam dia berkutat dengan kertas origaminya namun tak ada satupun yang berhasil dia buat karna merasa sangat bosan dengan kertas-kertas didepannya. Akhirnya Nagita memilih untuk keluar kamar dan menuju taman belakang mungkin memberaihkan tanaman tidak akan membosankan, fikirnya.
Namun baru selangkah Nagita memasuki halaman belakang, Nagita dapat melihat Raffi yang sedang mengurus beberapa tanaman disana. Hal itu membuat Nagita mengurungkan langkahnya dan abergegas membalikkan badannya,namun belum lagi melangkah suara Raffi mengintrupsinnya.
"Ada apa?" Tanya Raffi.
'Tuh kan matanya dimana-mana!' Batin Nagita
"Hmm ga ada apa-apa kok pak, cuma tadi bosen aja ga tau mau ngapain. Boleh bantuin ga pak?" Ucap Nagita takut-takut. Mau bagaimana lagi dia sudah kepalang dilihat Raffi tidak mungkin dia bilang nyari kucing kan?
"Ya sudah sini"
Akhirnya dengan canggung Nagita mendekat kearah Raffi dan membantu Raffi yang terlihat begitu cekatan mengurus tanaman-tanaman itu seperti orang yang sudah terbiasa mengurusinya.
"Bapak sering gini ya?" Tanya Nagita disela-sela aktifitas mereka.
"Maksudnya?"
"Ya ngurusin taman gini? Biasanya kan cowok jarang ada yang mau ngurusin taman gini"
"Coba anda perhatikan, hampir semua tukang kebun itu laki-laki"
"Enngg ia juga ya pak, tapi bapak kan polisi bukan tukang kebun"
Menanggapi itu Raffi hanya melirik sekilas kearah Nagita lalu kembali merapihkan bunga yang ada didepannya. Membuat Nagita mendengus kesal karnanya. 'Emang salah ngomongnya?' Batin Nagita.
"Jangan panggil saya bapak, saya bukan bapak Anda"
"Hah? Apa pak?" Sebenarnya Nagita mendengarnya dengan jelas, hanya saja dia ingin memastikan sekali lagi. Ada apa orang disampingnya itu meminta hal itu, dari pertama bertemu hingga beberapa menit yang lalu Raffi tak mempermasalahkan dirinya yang memanggil Raffi dengan sebutan 'Bapak' nah kenapa sejarang Raffi jadi mempermasalahkannya?
"Lupakan saja" ucap Raffi
"Hah?" Nagita benar-benar tak percaya dengan jalan fikiran Raffi bagaimana bisa tadi bilang A kemudian menyuruh melupakannya. Dasar!
Detik berikutnya Nagita terperangah karna tiba-tiba Raffi membalikkan badannya menghadap ke Nagita.
"Sekali lagi kamu bilang Hah saya cium kamu!"
"Hah?" Kali ini diikuti dengan matanya yang membulat sempurna seakan ingin lompat dari tempatnya
"Kamu nantang saya?"
"Hah? Buk..."
Cup
Raffi mengecup bibir Nagita sekilas membuat Nagita tambah membesarkan matanya. Dan sialnya pipinya tidak dapat berkompromi langsung memanas Nagita yakin pipinya sudah memerah sekarang
"Saya sudah peringati kamu sebelumnya" ucap Raffi tak merasa bersalah dan kembali pada bunga yang tadi ditinggalkannya.
Sementara Nagita masih terdiam ditempatnya dengan mata mengerejap beberapa kali, pipi memerah dan mulut yang sedikit terbuka. Sungguh Nagita tidak bisa berfikir sekarang.
☆☆☆☆☆
"Om hanya mengingatkan saja, Mamamu mendatangi om hampir setiap hari belakangan ini. Semua sepupu yang seusiamu sudah menikah dan memiliki anak" Om Qeanu menepuk pundak keponakannya yang duduk disampingnya.
"Kalau memang Raffi belum memikirkannya, fikirkanlah dari sekarang nak. Umur Raffi terus bertambah, apa Raffi akan melajang selamanya hem?" Kini om Qiandra yang berbicara.
"Ya Raffi sudah memikirkannya" ucap Raffi.
"Jadi sudah ada calonnya? Kapan mau dikenalkan ke kami semua?" Tanya Qeanu sambil menaik-naikkan alisnya menggoda keponakannya itu
"Raffi bilang memikirkan untuk menikah om bukan bilang sudah memiliki calonnya"
"Ck lihatlah kau selalu menanggapinya dengan serius, apa semua polisi selalu seperti mu hem?" Kali ini Qiandra yang menggoda keponakannya.
"Om jauh-jauh dari Jakarta hanya ingin menyampaikan itu? Om bisa menelfon Raffi tak perlu jauh-jauh ke Semarang"
"Hey om mu ini kangen denganmu dan Firra. Akh mana anak itu?" Ucap Qeanu
"Ia mana kembaran manjamu itu, harusnya di berlari dari kamarnya untuk memeluk om-nya ini" ucap Qeandra
"Firra ada dikamar dan Raffi tak akan mengizinkannya berlari"
"Kenapa?" Tanya Qeanu dan Qeandra serempak.
"Firra hamil"
"Alhamdulillah, akhirnya dia kembali mengandung, sudah berapa usia kandungannya?" Tanya Qeanu terlihat bersemangat
"Jalan empat bulan om" jawab Raffi lalu melirik ke arah Qeandra yang entah mengapa ekspresinya langsung berbeda saat membicarakan kehamilan Firra.
"Ayo cepat panggil dia, om sudah tak sabar melihatnya" ucap Qeanu
"Sebentar Raffi panggilkan" Raffi pun langsung bergegas memanggil Firra kekamarnya. Dia tak mungkin meneriaki Firra dari ruang tamu, yang ada begitu melihat kedua om-nya Firra akan berlari seperti yang diucapkan Qeanu tadi dan Raffi tak akan membiarkan itu terjadi.
"Fir... Firra keluar dulu" Raffi mengetu-ngetuk pintu kamar Firra.
"Ya bentar" ucap Firra dari dalam kamarnya.
Dua menit kemuadian Firra keluar dari kamarnya dengan mata sembab yang ditutupinya dengan make-up membuat Raffi menyerit bingung.
"Kenapa Fi?" Tanyanya tanpa berani menatap Raffi.
"Ada yang mau ketemu dibawah, jalannya pelan-pelan jangan lari"
"Ya" jawab Firra lalu berjalan menuju ruang tamu diikuti Raffi yang jalan dibelakangnya.
Sesampainya diruang tamu dan melihat kedua om-nya Firra langsung berlari kecil dan memeluk kedua om-nya girang.
"Doubel Qeeeee kangeeeeenn" ucap Firra
"Huh sudah gue bilang jangan lari" ucap Raffi yang langsung duduk disofa.
"Hehe sory Fi, kangen banget muach muach" Firra mencium pipi kedua omnya bergantian
"Masih manja heh?" Om Qeanu mengacak-acak rambut Firra gemas.
"Bagaimana kondisi kandungan mu hem? Kenapa tidak memberitahu om kau sudah mengandung, mau menyembunyikannya hem?" Tanya Qeandra
"Bukan gitu om, Firra cuma ga pengen kaya kemaren-kemaren udah kasih tau sana-sini ternyata keguguran. Firra cuma ga mau gitu lagi"
"Huuss kau ini bicara apa? Sini duduk jangan mikir aneh-aneh. om kangen banget sama kamu" Qeanu merangkul keponakannya lalu ikut duduk bersama Raffi.
"Akh Firra kira double Qee sorean gitu datengnya, tau-tau udah disini aja"
"Ia. Ada hal yang om Qeandra ingin bicarakan pada Raffi, dia juga akan menginap nanti"
"Serius om?" Tanya Firra ke Qeandra yang dijawab anggukan kepala.
"Wah seru dong, om Qeanu ga nginep juga?"
"Om harus balik ke Jakarta, besok om harus terbang lagi"
"Yaaa, ga seru nih. Eh kita makan yuk om, tapi makan diluar Firra sama Nagita ga masak soalnya" ucap Firra
"Nagita? Siapa itu?" Tanya Qeandra
"Oh Nagita, calon istri Raffi om"
Qeandra dan Qeanu langsung menatap Raffi dengan tatapan minta penjelasan. Raffi yang di dilihati kedua om-nya mendelikkan matanya kearah Firra sementara Firra dia tersenyum senang.
"Dimana anak itu?" Tanya Qeanu ke Firra
"Dikamar tamu, sebentar aku panggilin" Firra langsung ngacir ke kamar Nagita menghindari tatapan kembarannya.
"Tadi kau bilang belum punya calon, tapi sekarang bahkan calonnya sudah tinggal dirumah ini, ck ck apa-apaan kau ini" Ucap Qeandra
"Bukan om, Firra hanya mengada-ada jangan di fikirkan"
☆☆☆☆
Sekarang mereka berlima sudah berada di sebuah restoran tak jauh dari rumah orang tua Raffi, mereka makan sambil selingi dengan aksi mengintrogasi Nagita yang membuat Nagita menahan malu selama disana sementara Raffi tetap dengan wajah datar yang membuat Nagita ingin mengubur dirinya hidup-hidup.
"Oh jadi nak Gita ini bukan calon istrinya Raffi, padahal om sudah senang tadinya" ucap Qeanu melirik kearah Firra yang cekikikan sendiri
"Firra lain kali jangan seperti itu, kau membuat pipi Nagita menjadi merah seperti itu" ucap Qeandra lalu tersenyum ramah pada Nagita.
Oh Nagita sedari tadi terus mengumpat dirinya sendiri karna sedari tadi pipinya yang terus saja memerah. Oh apa semua keluarga Raffi seperti ini? Bertingkah seperti Firra yang selalu berhasil membuat pipinya memerah karna ledekannya. Jadi berasal dari mana sifat Raffi yang dingin itu? Huh Nagita bingung memikirkannya.
"Setelah ini Firra dan Nagita pulang bersama Om Qeanu ya" ucap Qeandra
"Loh om sama Raffi?" Tanya Firra
"Om mau pergi dulu sama Raffi ada beberapa hal penting yang harus om bicarakan pada kembaran mu ini" ucap Qeandra dengan nada serius.
Firra melenan ludahnya sendiri, dia sadar ada sesuatu yang tak beres sekarang.


1 komentar:

  1. kelinci99
    Togel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
    HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
    NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
    Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
    Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
    segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
    yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
    yukk daftar di www.kelinci99.casino

    BalasHapus