NEW PAPER
Part 4
Part 4
Sore
ini Nagita dan Reinka sedang bersantai menikmati senja di sebuah caffe yang
cukup nyaman namun juga unik cafe itu didesain seperti kita sedang berada
berada di sebuah hutan dengan lantai yang menggunakan rumput-rumput buatan
pilar yang berada disana dibuat menyerupai beberapa jenis pohon. Meja dan
kursinya dibuat menyerupai bekas tebangan sebuah pohon besar namun cukup nyaman
untuk diduduki.
"Keren
ya mbak tempatnya? Jadi berasa makan ditengah hutan belantara gitu" ucap
Nagita sambil terus memperhatikan cafe itu
"Ia.
Untung aja disini ga ada binatang buasnya" balas Reinka
"Haha
ia ia kalo disini ada binatang buasnya bukan kita yang makan disini mbak tapi
kita yang DIMAKAN"
Lalu
keduanya tertawa bersama kemudian menyantap hidangan yang telah mereka pesan
sebelumnya.
"Eh
mbak baru ingat nih ada satu pembahasan yang belom kita bahas nih" ucap
Reinka
Nagita
menyeritkan keningnya bingung pembahasan apa coba? Pikirnya.
"Apaan mbak?"
"Apaan mbak?"
"Soal
dokter Firra, Raffi dan A alah mbak lupa namanya, nah soal mereka"
"Apa
nya yang mau dibahas mbak?"
"Ya
soal hubungan Firra dan Raffi kita kirakan selama ini mereka suami istri eh
taunya saudaraan. Kembar pula lagi"
"Ha
ia mbak, awalnya bingung tuh waktu liat Mbak Firra ama cowok lain cuma karna
waktu itu lagi panik jadinya ga tertalu peduli gitu. Nah pas udah sampe rumah
mbak Firra ngenalin kalo cowok itu Suaminya aku kan langsung syok gitu mikirnya
kalo Mbak Firra itu bener-bener selingkuh sama si pak polisi eh taunya.."
"ia
ia aku juga sempet mikir Gitu. Tapi begitu dikasih tau kalo Raffi itu
kembarannya baru deh ga mikir aneh-aneh lagi. Aku kirain muka mereka mirip
karna emang jodoh eh taunya kembaran"
"Dan
aku baru nyadar nama mereka mah cuma dibolak-balik doang RafFirRafFirRa ya
kan?"
"Hahaha
ia aku malah baru nyadar ini"
Tawa
mereka kembali terdengar sepertinya sore itu mereka begitu bahagia melupakan
semua permasalahan apapun dan larut dalm gelak tawa dan tanpa mereka sadari
sedari tadi seseorang yang duduk tepat disebelah mereka menyerap semua
informasi yang didapatnya dengan baik tanpa ada yang terlewatkan sedikitpun.
***
Hari ini Andriawan ayah Raffi dan Firra datang untuk mengunjungi kedua anaknya.
Hari ini Andriawan ayah Raffi dan Firra datang untuk mengunjungi kedua anaknya.
"Papaaaaa
Firra kangen" ucap Firra langsung memeluk sang ayah.
"Akh
papa juga kangen sama kamu" Andriawan membalas pelukan putrinya dengan
sama eratnya "mana Raffi?" Tanyanya kemudian
"Raffi
masih dijalan pa bentar lagi....." belum sempat Firra melanjutkan
pekataannya Raffi muncul dan dengan wajah kelewat lusuh membuat kedua orang
yang melihatnya menyeritkan kening bingung.
"Sore
Pa" Raffi menyalim tangan sang Papa "Pa Raffi kekamar dulu mau mandi
gerah" ucap lagi lemudian berlalu begitu saja tanpa repot-repot menunggu
jawaban dari kedua orang yang berada disana.
"Kenapa
dia?" Tanya Adriawan
"Palingan
ada kasus yang belum tuntas pa, udah akh palingan nanti waktu makan malam dia
keluar kok, kan biasanya juga gitu"
Andriawan
tersenyum lalu mengacak-acak rambut putrinya
"Paaa Firra bukan anak kecil lagi! Firra udah mau punya anak masa rambut Firra masih di acak-acak kaya anak kecil"
"Paaa Firra bukan anak kecil lagi! Firra udah mau punya anak masa rambut Firra masih di acak-acak kaya anak kecil"
"Hah?"
"Apanya
yang hah pa?"
"kamu
hamil lagi?"
Firra
tersenyum kecil lalu menganggukkan kepalanya
"Alhamdulillah.
Kali ini kamu harus bener-bener jaga kandungan kamu, kamu ga mau kan kehilangan
calon anak kamu untuk kesekian kalinya lagi?"
Firra
menggeleng dengan kuat tidak dia tak ingin lagi kehilangan calon anaknya ini
itu makanya dia sangat berhati-hati sekarang.
Ya
Firra bukan baru kali ini saja mengandung, Selama 5 tahun menikah dengan Abian
ini kali keempatnya Firra mengandung dan Firra berharap kali ini dia bisa
mempertahankan janinnya hingga dilahirkan kebumi.
"Ya
sudah biar kita delivery aja kamu ga usah masak, jangan terlalu capek oke
sayang?"
Firra
mengganggukkan kepalanya setuju lalu mengambil ponselnya untuk memesan makan
malam sesuai seleranya toh Raffi dan papanya pemakan segala pikirnya.
Saat
pesanan Firra datang mereka bertiga pun kumpul dimeja makan dan mulai memakan
makanan mereka dalam diam terutama Raffi dia hanya diam sedari berada di meja
makan tak ada satu patah katapun yang keluar dari mulutnya.
"Pa,
Papa berapa lama off nya?" Tanya Firra memecahkan keheningan dia selalu
benci keadaan seperti ini.
"Kali
ini 2 minggu, Abian kapan off lagi Fir?" Tanya Adriawan
"Minggu
depan pa, tapi cuma 2 hari doang"
Adriawan
mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian menatap Raffi
"Raffi" panggil Adriawan
"Raffi" panggil Adriawan
"Ya
pa?"
"Kamu
kenapa? Dari tadi papa perhatiin diam aja"
"Gapapa
kok Pa cuma tadi banyak kerjaan aja" jawab Raffi kemudian suasana
menjajadi hening lagi hingga beberapa saat
"Fi
kamu belum punya rencana untuk bekeluarga juga hingga sekarang?" Tanya
Adriawan.
Raffi
langsung melirik kearah Firra yang dibalas dengan tatapan 'kali ini bukan gue
kompornya'
"Belum
pa"
"Ck
kamu ini, kamu itu harus memikirkan masa depan kamu Raffi bukan hanya soal
karir kamu tapi juga soal pendamping kamu"
"Ya
Raffi tau pa, cuma memang bukan sekarang-sekarang ini aja"
"Sekarang
papa mau tanya sama kamu, apa yang selama ini membuat kamu belum memikirkan hal
ini. Dan jangan jadikan Firra sebagai alasannya"
Raffi
menghela nafas selama ini alasannya melakukan sesuatu hal pasti berhubungan
dengan Firra dan soal dia yang tak memikirkan tentang pasangan hidup juga karna
Firra.
"Masalahnya
itu yang memang jadi alasannya" jawab Raffi
Firra
membulatkan matanya tak percaya dia tidak berkefikiran kalau Raffi tak
memikirkan pernikahan karna dirinya.
"Kok Gue?" Tanya Firra
"Kok Gue?" Tanya Firra
Namun
tak ada yang menjawab Raffi dan Papanya hanya diam.
"Raffi
kita bicara berdua diruang baca" ucap Adrian lalu bangkit dari duduknya
Firra
menatap Raffi dengan tatapan menuntun penjelasan
"Bukan
masalah besar" Raffi menepuk pundak Firra pelan kemudian mengikuti langkah
papanya.
"Cih
dari dulu selalu bilang bukan masalah besar sampe dia sekarat juga dibilang
bukan masalah besar" dumel Firra
Diruang
baca Raffi duduk di depan papanya di sofa yang dibuat senyaman mungkin
"Kali
ini apa lagi yang kamu khawatirkan soal Firra, Raffi?" Tanya papanya
Langsung
"Masih
sama seperti dulu dan akan selalu sama, papa tau itu"
"Raffi,
Firra sudah menikah dan Abian bisa menjaganya karna itu memang yang menjadi
tanggung jawabnya"
"Abian?
Dia bahkan dalam sebulan ini saja dia hanya pulang 6hari"
"Itu
resiko pekerjaan Abian papa Rasa kamu sudah tau itu sejak kecil"
"Raffi
tahu tapi....."
"Kmau
hanya takut dia disakiti lagi. Raffi masalah itu sudah berlalu selama 3 tahun
dan Firra juga sudah memaafkannya dan mungkin juga sudah melupakannya"
"Nyatanya
belum sama sekali pa"
Andriawan
terdiam dia tak mampu berkata apapun.
"Dia
terlihat baik-baik saja tapi tidak pa, bahkan disering menangis ditiap malamnya
apa itu yang papa bilang dia baik-baik saja? Apalagi dalam kondisinya yang
hamil ini dia begitu takut pa dia takut kembali kehilangan calon anaknya untuk
lesekian kalinya."
Adriawan
menghela nafas, dia memang tak selalu bersama anak-anaknya tapi dia selalu
berusaha untuk mengetahui semua yang dirasakan anak-anaknya namun untuk kali
ini dia gagal untuk memahami anak-anaknya.
"Selama
ini papa selalu mengawasi Abian dan sejauh ini dia tak akan berbuat sesuatu
yang akan menyakitkan Firra"
"Papa
juga mengatakan itu tiga tahun lalu tapi nyatanya?"
Hening
menyelimuti mereka beberapa saat kedua laki-laki beda generasi itu sibuk dengan
fikiran mereka sendiri.
"Kita
tinggalkan persoalan Firra, Papa membawa kamu kesini untuk mempertanyakan kapan
kamu akan menikah Raffi? Bahkan diumurmu yang ke tiga puluh ini saja kamu sama
sekali tak memikirkannya"
"Ya
Raffi memikirlannya sekarang"
"Dan
melupakannya begitu kamu keluar dari ruangan ini?"
"Pa,
Raffi akan benar-benar memikirkannya nanti"
"Raffi
dengan kamu menikah bukan berarti kamu tidak bisa menjaga Firra, kamu masih
tetap bisa menjaga Firra"
"Ya
pa" jawab Raffi pelan
Tanpa
mereka ketahui sedari tadi Firra mendengarkan semua pembicaraan mereka semuanya
tanpa ada yang tertinggal. Dengan langkah pelan Firra berjalan menuju kamarnya
berharap tak ada yang mengetahui kalau dia menguping pembicaraan itu.
"Kalau
gitu Papa balik kekamar dulu, kamu fikirkan ucapan papa" ucap Adriawan
lalu berjalan kearah pintu namun belum sampai dipintu ponsel Raffi yang
sedaritadi berada disaku celananya berdering nyaring.
"Hallo"
Hening tak ada jawaban dari sebrang sana
"Halo? Anda baik-baik saja? Halo? Tolong jawab saya"
"Mmmpphh mmmm....... DIAM!"
Hening tak ada jawaban dari sebrang sana
"Halo? Anda baik-baik saja? Halo? Tolong jawab saya"
"Mmmpphh mmmm....... DIAM!"
Raffi
menjauhkan ponselnya dari telinga kemudian melihat id yang tertera di ponselnya
dia tak salah baca saat menjawab panggilan itu, panggilan itu berasal dari
Nagita namun suara laki-laki yang sepertinya sedikit jauh dari ponsel itu
"Halo?
Anda dimana? Jawab saya!"
"Mmmm mmm mmmm" terdengar seperti orang yang berusaha berbicar namun mulutnya seperti ditutup.
"Mmmm mmm mmmm" terdengar seperti orang yang berusaha berbicar namun mulutnya seperti ditutup.
Raffi
bangkit dari duduknya melihat kearah papanya yang menatapnya dengan penuh tanda
tanya
"Raffi
pergi sebentar pa, kalau papa mau istirahat, istirahat saja Raffi bawa kunci
cadangan" ucap Raffi kemudian berlalu dari hadapan papanya.
Diwaktu
yang bersamaan ditempat berbeda Nagita berusaha melepaskan ikatan ditangannya
dia merusaha menggeliat membebaskan dirinya diri dari dua orang yang sama
sekali tak dikenalnya. Tadi sewaktu pulang dari cafe itu Nagita memang pulang
sendiri karna tiba-tiba Reinka yang mendapatkan panggilan dari rumah sakit
karena ada pasiennya yang harus segera melahirkan. Begitu sampai dirumah Nagita
mengeluarkan ponselnya untuk memberitahu Reinka jika dia sudah sampai rumah
namun belum sempat mengirimkan pesan kepada Reika Nagita melihat sebuah mobil
hitam berhenti didepan rumahnya Nagita yang merasakan perasaan tak enak
langsung mendial siapa yang yang dapat dihubunginya namun dua orang berbadan
tegap datang menghampiri Nagita dan membekap mulutnya Nagita dengan reflex
memasukkan ponsel ke dalam saku jaket yang dia kenakan dan berharap tadi dia
sempat menghubungi seseorang dan orang itu dapat membantunya semoga saja.
"Mmmm
mmmmm mmm" Nagita lagi-lagi berusa melepaskan diri dari orang yabg duduk
tepat disampingnya
"Buat
dia pingsan" titah orang yang menyetir mobil dan langsung dituruti
"Mmm
mmm" Nagita menggeleng-gelengkan kepalanya melihat orang disampingnya
menuangkan sebuah cairan di sapu tangan kemudian membuka kain yang menutupi
mulut nagita tadi dan dengan cepat menggantikannya dengan sapu tangan yang
sudah diberikkan obat bius.
*****
Gelap
sama sekali tak ada apapun yang dilihat Nagita sekarang matanya ditutup dengan
kain hitam, kepalanya berat dan terasa sangat pusing efek obat bius tadi.
Nagita sama sekali tidak bisa bergerak tangannya diikat kebelakang, kakinya
diikat dengan kaki kursi yang dia duduki dan mulutnya masih dibekap oleh kain.
Nagita
dapat mendengar derap langkah seseorang yang semakin mendekat kearahnya dan itu
membuat Nagita panik. Aroma parfum yang dulu sangat familiar bagi Nagita
menyeruak keindra penciumannya dia sangat mengenal bau parfum ini bahkan
sangat-sangat mengenalnya.
"Mengingat
aku?" Ucap orang itu dengan suara serak khas perokok
Tentu
saja Nagita sangat mengingat dan mengenal siapa pemilik suara itu tapi itu
tidak mungkin dia, dia sudah meninggal saat itu Nagita menghadiri pemakamannya
dia tak mungkin masih hidup.
"Ya
ini aku Tian, kau harusnya masih mengingat aku adik kecil" ucapnya pelan
sambil memegang dagu Nagita
Nagita
menggeleng kuat orang itu tidak mungkin Tian tidak tidak mungkin Tian sudah
meninggal Tian tidak mungkin hidup kembali batin Nagita.
"Kau
tak percaya aku masih hidup? Tapi sekarang aku berada didepanmu"
Tidak
kau bukan Tian, Tian tidak akan melakukan hal seperti ini padaku jerit Nagita
dalam hatinya tanpa siapun yang mendengarnya
"tapi
aku melakukannya sekarang Nagita Syafiana Denen"
Dia
benar-benar tian? Tapi kenapa dia lakukan ini? Batin Gigi lagi
Orang
itu perlahan membuka kain yang membekap mulut Nagita
"Karna
sedari dulu kau sama sekali tidak mengenalku adik kecil"
"Berhenti
bersikap seperti cenayang yang selalu membaca fikiran ku"
"Dan
sudah berapa kali ku bilang padamu aku bukan cenanyang"
Nagita
terdiam orang yang didepannya memang seperti Tian tapi kalau Nagita belum yakin
kalaau orang ini Tian sebelum ia melihat sendiri wajah orang didepannya ini
"Tidak
akan kubiarkan kau melihat wajah ku yang sekarang"
"Kenapa?"
"Karna
kau dan semua orang yang berada disekitarmu hanya akan menyusahkanku"
"Ta..."
"Diamlah
atau mereka akan menyiksamu" Tian memerintah kedua orang yang sedari tadi
memang berada di belakang Nagita dengan gerakan tangannya kemudian meninggalkan
ruangan gelap itu.
"Kahmmmpp"
mulut Nagita kembali diikat dan seprtinya kain penutupnya kali ini kembali
diberikan obat bius hingga perlahan Nagita kembali mulai memejamkan matanya.
Sementara
itu Raffi mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi menuju tempat dimana
Nagita berada dia sudah melacak lewat GPS ponsel Nagita dan ditelinga Raffi
menempel handsed putih yang memudahkannya untuk mendengar apa saja yang
dibicara Nagita dan orang yang tak Raffi kenal itu karna sedari tadi Raffi tak
memutus sambungan telfon dari Nagita sekarang dia hanya berharap Nagita tak
akan kehabisan pulsa dan sambungannya akan terputus.
Raffi
memasuki sebuah pemukiman warga yang sederhana tak ada rumah mewah disekitaran
situ rata-rata rumah disitu hanya berlantai satu dan tak begitu berdekatan. Jarak
antara rumah yang satu dan yang lainnya memiliki jarak sekitar 3 meter. Dari
GPS ponsel milik Nagita, dia berada disalah satu rumah bercat putih Gading
dengan pagar pendek berwarna coklat. Raffi tak mungkin masuk begitu saja ke
dalam rumah itu dia pasti disangka maling oleh warga.
Raffi
memperhatikan rumah itu dari jarak yang cukup aman, Raffi melihat kalau rumah
itu dipasangi kamera kecil yang berada di sudut rumah jika orang awam pasti tak
menyangkan ada kamera disana warnanya juga disamakan dengan cat rumah sehingga
benar-benar hampir tak terlihat namun Raffi sudah sering melihat kamera itu.
Tak
lama keluar seseorang dengan menggunakan motor matic melaju dengan kecepatan
yang lumayan. Benar-benar pemain yang cukup rapi fikir Raffi. Raffi memutarkan
motornya dia memilih memutar jalan agar pergerakannya tak ditangkap kamera.
Namun sebelum Raffi melajukan motornya Raffi kembali melihat kalau dua Rumah
tepat disamping kiri dan kanan rumah itu juga dipasangi kamera yang sama namun
dirumah yang berada di paling kanan dipasangi dua kamera sekaligus bahkan jika
dibekakan dari dua rumah lainnya rumah itu yang bisa dibilang paling kecil.
Raffi makin menaruh curiga terhadap ketiga rumah itu. Raffi mengeluarkan ponsel
dari sakunya sambungan telfon dengan Nagita sudah terputus mungkin pulsa atau
batrenya habis fikir Raffi. Raffi menghubungi Azka dan meminta semua timnya
menyusulnya kesini sekaligus membawa beberapa senjata dia tak mungkin bergerak
sendirian terlebih dengan tangan kosong dan Raffi juga meminta salah satu dari
anggota timnya meminta izin untuk menggerebek ketiga rumah itu karna Raffi juga
tak mau menyalahi aturan.
Tak
sampai dua puluh menit satu persatu anggota kepolisian berkumpul ditempat yang
mereka setujui sebelumnya yaitu disalah satu rumah warga yang tak lain adalah
rumah ketua RT setempat. Posisi mereka tidak jauh dari tiga rumah itu walaupun
untuk memperhatikan rumah itu cukup susah jika dari sini.
Raffi
pun memberi tahukan kecurigaannya terhadap ketua RT dan sekaliggus untuk
meminta izin agar dapat melakukan penggerebekkan yang langsung disetujui oleh
sang ketua RT karna dia juga merasa janggal dengan ketiga rumah itu sedari
dulu.
Raffi
dan timnya dibantu beberapa anggota kepolisian lainnya dan juga Ketua RT
menyusun rencana agar mereka bisa masuk kedalam tiga rumah itu dalam waktu yang
bersamaan.
"Kita
berpencar Sony dan 3 lainnya rumah paling Kiri, Azka dan 3 lainnya rumah paling
kanan, Saya dan 2 lainnya dirumah yang tengah dan Bapak bisa tolong kami untuk
mengantisipasi warga lain jika nanti terjadi sesuatu "
"Siap
kapten" jawab mereka serempak dan mulai mengambil posisi mereka
masing-masing.
Mereka
memilih untuk lewat dari bagian belakang rumah karna sudah dipastikan tak ada
kamera disana hanya saja dirumah paling kanan terpasang kamera kecil itu
membuat Azka dan 3 anggota lainnya kesulitan mencari celah agar mereka bisa
masuk kedalam tanpa terlihat kekamera.
Raffi
berhasil masuk lewat jendela yang baru saja dia bobol, namun karna ukuran
jendela yang lumayan kecil membuat Raffi sedikit susah untuk masuk kedalamnya.
Saat sudah berada didalam terdapat empat buah ruangan lalu tiba-tiba Raffi
mendengar suara orang seperti menaiki tangga
"Siapkan paket untuk besok bungkus serapih mungkin seperti biasa" ucap seseorang dari salah satu ruangan didepan Raffi.
"Siapkan paket untuk besok bungkus serapih mungkin seperti biasa" ucap seseorang dari salah satu ruangan didepan Raffi.
"Di
ruang A ada tawanan Res jangan sampai dia mengetahui apapun kecilkan volume
suara kalian dan jika perlu buat dia tak sadarkan diri selama berada
disini"
"Ya
ya Res sungguh menyusahkan, kalau bukan karna dia anak kesayangan udah gue
lempar dia"
"Kecilkan
suara mu bodoh!"
Raffi
tersentak dia lupa tujuan awalnya kesini ada orang yang harus segera dia tolong
Dengan cepat Raffi memberi arahannya kepada dua orang yang ikut bersamanya
untuk memeriksa ruangan-ruangan tsb.
Raffi
perlahan membuka salah satu ruangan yang paling sudut ruangan itu sangat gelap
sama sekali tak ada cahaya disana sehingga membuat Raffi kesulitan untuk meliat
apa yang ada di dalam sana.
"Mmmm
mmmm" terdengar suara seorang yang mulutnya diikat dan Raffi yakin itu
pasti Nagita.
Raffi
mendekat kearah suara itu dan benar tepat disudut ruangan Nagita diikat
disebuah kursi dengan mata dan mulut tertutup.
"Mmmmm
mmmmm"
"Syut
jangan berisik ini saya" Raffi membuka penutup mata Nagita dan Nagita
langsung mengedip-ngedipkan matanya.
"Mmmm
mmmm" Nagita lewat matanya seolah berkata 'lepaskan ikatan mulutnya'
Namun
Raffi tak menggubrisnya, Raffi membuka ikatan tangan dan kaki Nagita.
"Mmm
mmm"
"Diam
lah! Saya tidak akan melepaskan ikatan mulut anda sampai kita keluar dari
sini"
Nagita
membelalakan matanya tak percaya
"Saya
tidak ingin anda menjerit nantinya"
Nagita
berusah melepaskan ikatan mulutnya sendiri namun tangannya langsung ditarik
oleh Raffi
"Ikuti
perkata saya"
Doorr
suara tembakan terdengar dari ruang sebelah mereka disusul beberapa tembakan
lagi kini terdengar lebih jauh namun itu membuat Nagita sangat ketakutan.
"Tenang
lah, Anda jangan pingsan disini, saya tak mau repot menggendong anda"
Nagita
spontan membelalakkan matanya.
"Berhenti
disitu" sebuah pistol ditodongkan tepat di kepala Raffi
Nagita
menggenggam tangan Raffi sangat erat sanking eratnya Raffi sedikit meringis.
"Mmmm"
"Mmmm"
"Diamlah"
desis Raffi
"Kau
kapten yang sangat menyusahkan" sinis orang yang menodongkan pistolnya itu
"Ucap
kan selamat tinggal pada dunia aku akan menghitung hingga 3.... satuu du duuuaa
tiii"
Nagita
memejamkan matanyanya erat-erat. Semua otot-ototnya melemas bagaikan jelly dia
tak sanggup jika harus melihat adegan seperti ini didepan matanya pegangan
semakin menguat hingga buku-buku jarinya memutih dan sekarang mungkin kulit
tangan Raffi sudah terluka karna jari-jari Nagita.
Doorr
suara tembakan itu terdengar sangat kuat oleh Nagita tubuhnya lemas dan
perlahan luruh kelantai....
.
.
NEW PAPER
Part 5
Part 5
Nagita
membuka matanya pelan berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk kematanya dia
bingung mengapa dia berada ditempat ini tapi dia yakin ini bukan dirumahnya.
Nagita mencoba mengingat apa yang terjadi padanya dan saat sudah berhasil
mengingatnya tubuh Nagita seketika menjadi pucat, dia merasa kedinginan namun
perlahan keringat mulai keluar dari tubuhnya tangannya Gemetar dia ketakutan
sunguh ketakutan.
Bagaima
keadaan Raffi apa dia baik-baik saja? Apa dia terluka parah? Atau dia
meninggal? Nagita menggeleng kuat tapi dia tadi mendengar suara tembakan itu
suara tembakan yang berada didepannya dan dia sempat mencium bau anyir darah
sesaat sebelum dia sadarkan diri Nagita melihat kearah pakainnya yang sebagian
berdecak darah jika benar Raffi meninggal berarti Nagita baru saja membuat
Seseorang harus merenggang nyawa didepannya karna ingin menolong dirinya.
Isak
tangis Nagita terdengar tanpa bisa dia cegah isakan demi isakan terdengar
begitu memilukan Nagita menyembunyikan wajahnya dengan telapak tangannya dia
sungguh bodoh melibatkan orang lain dalam masalahnya hanya karna menginginkan
dirinya selamat tanpa memikirkan apa yang terjadi dengan orang yang menolongnya
dan sekarang dia begitu menyesal.
"Permisi
anda sudah siuman?" Tanya seseorang yang entah dari mana tiba-tiba saja
berdiri disamping Nagita
Nagitq
menganggukkan kepalanya namun tak mau membiarkan orang itu melihat wakahnya dia
masih terus menutupinya dengan telapak tangannya sendiri dan isakan tangisnya
masih juga belum berhenti.
"Anda
tidak perlu khawatir anda hanya syok, jadi berhentilah menangis semuanya
baik-baik saja"
"Ta
ta pi dia... hiks dia ter tem bak. Apa dia masih hidup?" ucap Nagita
terbata
"Dia
meninggal ditempat tanpa bisa ditolong, Sudah sepatutnya seperti itu"
Spontan
Nagita langsung menggeserkan tangannya dan menatap orang itu dengan tatapan
tidak percaya. Apa dia bagian dari orang-orang itu? Batin Nagita
"Tenanglah
semuanya baik-baik saja anda tak perlu khawatir, sebentar lagi penyidik akan
datang memeriksa anda sebagai saksi, kalau begitu saya permisi dulu"
ucapnya kemudian berlalu meninggalkan Nagita.
Perkataan
terakhir orang itu membuat Nagita bingung sebenarnya siapa orang itu? Apa dia
bagian dari Raffi atau bagian dari orang-orang yang menculiknya? Cukup lama
Nagita bergelut dengan fikirannya sendiri hingga seseorang berbadan tegap dan
berpakaian polisi datang menghampirinya
"Permisi
Saudari Nagita Syafiana Denen?"
Nagita
menganggukkan kepalanya.
"Anda
diminta untuk segera ke ruang pemeriksaan, anda diperiksa sebagai saksi dalam
pekara ini. Mari ikut saya"
Nagita
lagi-lagi hanya mengangguk kemudian mengikuti polisi itu hingga kesebuah
ruangan yang hanya ada satu orang polisi yang duduk dedepan laptop nya.
Nagita dipersilahkan duduk didepan orang itu dan tanpa bertanya Nagita menurutinya.
Nagita dipersilahkan duduk didepan orang itu dan tanpa bertanya Nagita menurutinya.
Nagita
mengenal orang didepannya orang itu sama dengan polisi yang datang beberapa
waktu lalu kerumahnya bersama Raffi dan kalau Nagita tak salah ingat namanya
Azka
"Bagaimana
kondisi anda? Apa sudah baikkan?" Tanya Azka
Nagita
hanya menganggukkan kepalanya sungguh dia bingung harus seperti apa sekarang.
"Tidak
perlu khawatir anda hanya menjadi saksi, kami hanya ingin menyampaikan apa saya
yang anda ketahui tentang komplotan itu dan saya harap anda bisa membantu kami
dalam kasus ini agar se....."
Suara
ketukan pintu mengintrupsi perkataan Azka
"Masuk" ucap Azka
"Masuk" ucap Azka
Kemudian
masuklah seseorang dengan kaos polo hitam dan jaket kulit coklat yang berada di
tangannya dipadukan dengan celana pendek santai selutut dengan wajah yang huft
susah untuk dejelaskan. Melihat orang itu Nagita membelalakkan matanya tak
percaya.
"Sudah
diperiksa?" Tanyanya
"Belum
kapt ini baru mau dimulai"
"Lanjutkan"
ucapnya kemudian duduk di kursi disamping Azka sedikit menundukkan kepalanya
dan memijit pelan pelipisnya
Mata
Nagita terus memperhatikan setiap gerakkan Raffi tanpan mengalihkan pandangan
kemanapun tatapannya hanya berpusat pada satu orang yaitu Raffi
"Khm
saya tau atasan saya terlihat menakutkan tapi saya tidak tahu kalau dia dapat
membuat anda seperti orang yang melihat hantu disiang bolong" ucap Azka
yang mampu membuat perhatian Nagita sedikit teralihkan dengan menatap Azka
sebentar.
Raffi
mengangkat kepalanya menatap Nagita dan Azka bergantian kemudian bersikap acuh
dan kembali menundukkan kepalanya dan kali ini memijit pelan tengkuknya.
"Harusnya
cari istri kapten biar ada yang mijitin" celetuk Azka pelan namun masih
bisa dengar oleh Raffi dan dibalas dengusan kecil olehnyaa
"Ba
pak masih hidup?" Tanya Nagita membuat kedua orang didepannya kontan
menatap Nagita kemudian saling bertukar pandangan.
"Masih!"
Jawab Raffi kemudian kembali bersikap acuh
Manusia
seperti apa ini? Ditanya masih hidup dalam keadaan serius acuh nya bukan main
batin Azka.
"Ternyata
anda benar-benar mengira atasan saya hantu?" Tanya Azka tak percaya pada
Nagita dan dwngan cepat dijawab dengan anggukkan oleh Nagita
"Kenapa
anda bisa berfikir seperti itu?"
"Bukannya
pak Raffi tertembak? Dan orang yang menemui saya diruangan tadi juga mengatakan
jika pak Raffi meninggal"
"Hahahahahaha"
kontan tawa Azka pecah mendengar perkataan Nagita
"Jadi
haha an haha" Azka benar benar tidak bisa menahan tawanya
"Berhentilah
tertawa dan lakukan pekerjaan mu" ucap Raffi datar tanpa menoleh ke Azka.
"Khmm
oke oke" Azka menarik Nafasnya dalam dan mengeluarkannya perlahan dia
melakukan itu beberapa kali hingga dia bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa
"Ok
buang jauh-jauh fikiran anda tentang atasan saya yang tertembak lalu mati karna
dia yang menembak jadi tidak mungkin dia mati"
Nagita
yang mendengarnya hanya tercengang kapan Raffi menembak? Nagita sama sekali
tidak melihat Raffi memegang pistol saat itu.
"Susahlah
jangan terlalu difikirkan bisa kita mulai mendengarkan kesaksian anda?"
Tanya Azka yang dibalas dengan anggukkan oleh Nagita.
Nagita
pun menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan Azka dengan sebaik-baiknya
hingga Raffi mulai ikut bertanya Nagita terlihat sedikit gugup.
"Siapa
Tian?" Tanya Raffi santai namun berefek lain pada Nagita yang hanya diam
tak langsung menjawab seperti tadi.
"Tian?"
Ulang Nagita dia takut dia hanya salah dengar lagian dari mana Raffi tau soal
Tian pikirnya.
"Sambungan
ponsel anda sama sekali berlum terputus saat anda berbicara dengan orang itu,
jadi saya mendengar semua percakapan kalian sekarang anda bisa jelaskan siapa
Tian?" Ucap Raffi
"Tian
abang saya tapi dia sudah meninggal sekitar 7 bulan lalu jadi tidak mungkin
kalau dia Tian, Tian sudah meninggal dan jika Tian masih hidul dia tidak
mungkin terlibat dalam masalah ini"
"Tapi
faktanya dia berbicara dengan Anda"
"Aku
sama sekali ga liat wajahnya bisa saja dia orang lain yang mengaku-ngaku Tian.
Dia pasti bukan Tian, Tian sudah meninggal aku ikut di pemakamannya jadi itu
bukan Tian itu pasti bikan Tian" bantah Nagita yang mulai menangis Tak
mungkin Tian seperti itu, Tiqn adalah laki-laki yang paling baik yang pernah
dikenalnya.
"apa
penyebab meninggalnya Tian?" Kini kembali Azka yang memberikan pertanyaan
"Kebakaran"
ucap Nagita lirih dia sungguh tak mau jika harus mengingat kejadian itu lagi
dia benci karna itu membuat dia kehilangan Abang nya
"Bisa
anda ceritakan?"
Cukup
lama Nagita terdiam kemudian menganggukkan kepalanya pelan.
"Saya
tidak terlalu detail mengetahui kejadiannya. Waktu itu Tian menginap dirumah
temannya dan entah apa yang terjadi hingga rumah temannya itu hingga terbakar
namun yang pasti saat api sudah mulai padam Tian ditemukan di bawah teruntukan
rumah dan sudah tidak bernyawa lagi" jelas Nagita
"Bagaimana
anda bisa yakin kalau itu Tian? Bagaimana kalau yernyata orang itu temannya,
apa wajahnya masih terlihat?"
Nagita
menggeleng "pada saat itu wajah Tian sama sekali tak bisa dikenali namun
saat diidentifikasi semua mengatakan kalau itu adalah Jenazah Tian"
"Ok
baik lah kami yang akan mencari tau siapa orang yang mengaku Tian itu"
ucap Azka
"Apa
anda mengenal orang yang dipanggil Res?" Tanya Raffi
"Restian,
itu namanya selain aku semua orang memanggilnya Res" jawab Nagita
Raffi
dan Azka mengangguk-anggukkan kepalanya seolah mereka berdua memiliki jalan
fikiran yang sama.
"Baiklah
terima kasih telah membantu kami, anda boleh pulang sekarang" ucap Azka
Nagita
mengangguk kemudian melirik ke arah jam dinding yang berada disebelah Kirinya
yang menunjukkan pukul Tiga pagi. Nagita menelan saliva nya benar saja? Dia tak
mungkin pulang sendirian jam segini sendirian dan lagipula Nagita sama sekali
tak tahu sedang berada dimana dia sekarang ini.
Raffi
memahami pemikiran Nagita langsung menyuruhnya untuk istirahat dulu
"Kembali saja keklinik tadi, jika hari sudah terang anda bisa pulang" ucap Raffi bangkit dari duduknya dan pergi ke toilet.
"Kembali saja keklinik tadi, jika hari sudah terang anda bisa pulang" ucap Raffi bangkit dari duduknya dan pergi ke toilet.
"Turuti
saja apa katanya" ucap Azka yang dijawab anggukkan oleh Nagita kemudian
pergi keklinik tadi.
Sekembalinya
dari toilet Raffi dan Azka langsung membahas tentang masalah ini. Di tiga rumah
yang salah satunya menjadi tempat penyekapan Nagita itu mereka menemukan jika
ketiga rumah itu merupakan tempat pembuatan barang-barang haram. Dirumah yang
paling kanan merupakan tempat mereka beracik barang-barang haram tersebut.
Dirumah yang kedua merupakan tempat mereka menyimpan hasil racikan obat-obatan
itu mereka menyimpannya di ruang bawah tanah dan saat dilakukan pemeriksaan
Raffi dan timnya menemukan berton-ton barang haram itu. Dan rumah disebelah
Kiri mereka jadikan sebagai tempat transaksi dan menyimpan uang hasil penjualan
obat-obatan itu. Raffi dan timnya berhadil meringkus 19 orang dari ketiga rumah
itu salah satu dari mereka tewas tertembak oleh Raffi, enam orang juga mendapat
tembakan dikaki mereka karen berusaha kabur dan melawan dan dua belas lainnya
tak memiliki luka yang berarti, mereka hanya mendapari luka-luka lebab saat
melawan petugas. Tak hanya para komplotan itu saja yang terluka 4 anggota
polisi juga mendapatkan luka-luka yang cukup serius seperti salah satunya yang
terkena tusukan pisau di bagian perutnya.
Dengan
ditemukannya tiga rumah ini membuat Raffi dan timnya semakin bersemangat untuk
mengusut tuntas kasus ini dan membawa dalang utamanya kepengadilan untuk
dijatuhi hukuman yang setimpal.
Jarum
jam menunjukkan pukul enam pagi Nagita masih terlelap di kasur klinik yang
semalam dia tempati saat tak sadarkan diri.
"Permisi"
Raffi mengetuk pintu ruangan itu dan itu membuat Nagita terbangun
"Ya?"
Jawab Nagita berusaha bangkit dari tidurnya.
"Saya
tunggu diluar 3 menit. Kalau anda mau saya antar pulang" ucap Raffi lalu
terdengar langkah kakinya yang mulai menjauh.
Mendengar
itu spontan Nagita turun dari kasur itu dan sedikit merapikan rambutnya
kemudian menyusul Raffi diluar. Saat keluar dari rungangan itu Nagit masih dapt
melihat Raffi berjalan dengan kaki jenjangnya dengan sedikit berlari Nagita
berusaha menyusul Raffi hingga ke parkiran.
"Naik"
perintah Raffi yang langsung dituruti oleh Nagita.
Didalam
mobil tak ada yang memulai untuk berbicara. Raffi fokus dengan jalanan
didepannya yang masih terlihat senggang sedangkan Nagita mulai terkantuk-kantuk
salahkan saja Raffi dan Azka yang menanyainya dijam orang seharusnya tengah
tidur.
Suara
dering ponsel Raffi terdengar memecahkan keheningan didalam mobil itu. Raffi
menepikan mobilnya memasangkan headset di ponselnya kemudian menjawab panggilan
itu dan kembali melajukan mobilnya.
"Halo?"
"......"
"Dijalan, sebentar lagi sampai rumah"
"......"
"Firra ini Bukan masalah besar jadi tenanglah dan gue baik-baik saja"
"......"
"Ya" ucap Raffi diakhir panggilan itu
"......"
"Dijalan, sebentar lagi sampai rumah"
"......"
"Firra ini Bukan masalah besar jadi tenanglah dan gue baik-baik saja"
"......"
"Ya" ucap Raffi diakhir panggilan itu
Bukan
masalah besar kayanya? Dia nyaris mati tertembak bukan masalah besar katanya
dasar gila! Cibir Nagita dalam hatinya
"Itu
dokter Firra ya pak?" Tanya Nagita berusaha memulai percakapan yang
sialnya hanya ditanggapi oleh gumaman oleh Raffi.
Nagita
menjadi tak lagi berminat memulai obrolan karna tanggapan Raffi itu hingga mata
Nagita pada lengan kanan Raffi yang dipenuhi luka seperti terkena kuku
seseorang. Nagita meringis saat menyadari jika luka-luka kecil itu pasti
berasal dari kukunya yang tadi malam begitu kuat memegani tangan Raffi karna
ketakutan.
"Sakit
ga pak?" Tanya Nagita tapi matanya terus menatap luka-luka ditangan Raffi
"Apanya?"
Tanya Raffi tak mengerti lalu mengikuti arah pandangan Nagita
"Bukan masalah" jawab Raffi acuh dan kembali fokus pada jalanan
"Bukan masalah" jawab Raffi acuh dan kembali fokus pada jalanan
"Maaf
ya pak. Karna saya tangan bapak luka-luka gitu" ucap Nagita nyaris
menangis
"Saya
bilang bukan masalah, saya dan tim saya yang hanrusnya berterima kasih karna
anda membantu kami menemukan tempat itu"
"Tapi
luka-luka itu"
"Jangan
dibahas lagi" Ucap Raffi bersamaan dengan mobil yang dia kendarai berhenti
didepan rumah Nagita.
"Hmm
kalau gitu saya masuk dulu permisi pak, trimakasih sudah menghantarkan saya dan
sekali maat soal itu" ucap Nagita kemudian keluar dari mobil
Raffi
menurunkan kac mobilnya "masuk" ucap Raffi
Nagita
mengangguk "trimakasih pak" ucap Nagita lagi yang dibalas anggukan
kecil oleh Raffi.
Raffi
baru menjalankan mobilnya saat Nagita masuk kedalam rumah dan menutup pintunya.
Hal
yang pertama dilakukan Nagita saat berada dirumah yaitu mengisi batre ponselnya
dia harus menghubungi Reinka dia tak mau membuat Reinka khawatir. Dan benar
saja begitu Nagita menyalakan Ponselnya pesan singkan dari Reinka langsug
menyerbunya. Tanpa pikir panjang Nagita langsung menghubungi Reinka.
"Halo
mbak"
"....."
"Maaf mbak hp aku lowbat semalam"
"....."
"Aku ga papa kok. Mbak ga usah khawatir"
"......"
"Oo ya gapapa kok mbak"
"....."
"Walaikumsallam" Nagita mengakhiri panggilannya kemudian pergi mandi karna dia masih harus mengajar.
"....."
"Maaf mbak hp aku lowbat semalam"
"....."
"Aku ga papa kok. Mbak ga usah khawatir"
"......"
"Oo ya gapapa kok mbak"
"....."
"Walaikumsallam" Nagita mengakhiri panggilannya kemudian pergi mandi karna dia masih harus mengajar.
Raffi
baru saja masuk kedalam rumah dan mendapati Firra yang menatapnya dengan tatapan
cemas.
"Akhirnya
lo pulang juga" Firra menghembuskan nafasnya lega entah mengapa dari
semalam begitu dia tau Raffi pergi Firra merasa sesuatu yang buruk terjadi pada
kembarannya ini.
"Kenapa?"
Tanya Raffi
"Lo
baik-baik aja kan? Perasaan gue ga enak dari semalam, lo darimana sih?"
"Gue
baik-baik aja. Itu cuma perasaan lo aja. Gue dari kantor"
"Dengan
pakaian begini?" Firra menatap Raffi dari atas hingga bawah.
"semalam
buru-buru gue ga sempat ganti celana, udah akh lo udah sarapan?"
Firra
mendengus mendengar jawaban Raffi tapi tetap mengangguk menjawab pertanyaan
Raffi.
Namun
tanpa sengaja Firra menatap luka-luka kecil di tangan Raffi, dengan cepat Firra
menarik tangan Raffi dan memperhatikan luka-luka itu dengan seksama
"Ini
kenapa?"
"cuma
luka kecil"
"Raffi
lo berantem ama siapa? Sama ban*i taman lawang? Gue yakin ini pasti bekas
kuku"
"Gue
sama sekali ga ketemu ban*i dimana pun, jadi jangan aneh-aneh"
"Tapi
itu pasti bekas kuku, lo abis dari kantor atau dari mana?"
"Dari
kantor Firra jangan mikir macem-macem"
"BOHONG!
lo kira dikantor lo ada cabe-cabean apa? Apa ini gara-gara..."
"Gue
bilang jangan mikir macem-macem. Ini cuma luka kecil tangan gue ga bakal
diamputasi cuma gara-gara ini"
Firra
memutar bola matanya malas
"udah
akh gue mau mandi" ucap Raffi lalu berlalu meninggalkan Firra namun belum
juga jauh Firra memanggilnya.
"Hmm
Raffi"
"Ya?"
Firra
terdiam sebentar. Tiba-tiba dia mengingat percakapan Raffi dan papanya semalam
"hmm ga jadi" ucap Firra akhirnya membuat Raffi menyeritkan keningnya
bingung.
Setelah
selesai mandi Raffi mengambil sarapannya kemudian membawanya ketaman belakang
rumah mereka dia berniat sarapan disana entah kenapa hanya ingin saja. Namun
ternyata Firra juga berada disana duduk dirumput agar terkena sinar matahari
sembari mengelus-elus perutnya yang sedikit membuncit mengelus-elus. Raffi
duduk dibangku tak jauh dari Firra namun Raffi berani jamin Firra tak akan
mengetahui keberadaannya sekarang karna kembarannya itu pasti sedang melamun.
Raffi makan dalam diam tak ada sedikitpun suara yang dikeluarnya hingga pada
saat akan memasukkan auapan ke empatnya dia mendengar Firra mulai berbicara
pada janinnya
"Kita
ga boleh nyusahin Om Afi ya sayang. Kamu makan mangganya nanti aja ya tunggu Daddy
pulang oke?" Raffi terhenyak mendengar perkataan Firra itu dia sama sekali
tidak pernah merasa disusahkan oleh Firra.
"Nanti
kalau kamu udah lahir kamu juga ga boleh nyusahin Om ya ga boleh minta yang
macem-macem ya sayang jangan kaya Mommy yang selalu nyusahin Om, bikin om Afi
susah terus, bikin om Afi khawatir terus sama Mommy" ucap Firra kemudian
menghapus air matanya yang sudah turun entah sejak kapan.
"Sayang,
Mommy jahat ya sama om Afi? Mommy ga pernah bikin hidup Om Afi tenang, Mommy
selalu ngerecokin hidupnya om Afi dari kecil, Mommy jahat ya?" Ucap Firra
lirih sambil membuat pola-pola tak beratusan diperutnya.
Perlahan
Raffi mendekati Firra dia duduk tepat dibelakang Firra namun tetap menjaga agar
Firra tak menyadari kehadirannya
"Dari
kecil Mommy selalu buat om Afi susah, bikin om Afi ga bisa kemana-mana, Mommy
selalu maksain om Afi biar sama Mommy terus padahal ga bisa kaya gitu kan
sayang? Harusnya Mommy ga boleh egois maksain om supaya tinggal sama Mommy,
selalu ada didekat Mommy, nurutin semua yang Mommy mau tapi Mommy ga pernah
mikirin perasaannya om Afi"
"Mommy
jahat ya sayang sama Om Afi? Tapi mulai sekarang Mommy bakal berusaha untuk ga
ngerepotin om Afi lagi kok, kamu juga ya sayang kalo kamu mau sesuatu nanti aja
kalau Daddy udah pulang" lagi-lagi Firra menghapus air matanya.
"Nanti
kita bilang ama Daddy buat pindah ya sayang"
"Jangan
berfikiran yang enggak-enggak Firra" ucap Raffi membuat Firra menoleh
seketika dan dengan kasar menghapus sisa-sisa air matanya.
"Khmmm
lo se sejak kapan disini?"
"Sejak
lo mulai bicara ngelantur"
Firra
menundukkan kepalanya tak mau melihat kearah Raffi
Raffi
menarik Firra kepelukannya dan mengelus rambut Firra dengan lembut.
"Jangan pernah mikir kaya gitu lagi, Gue Abang lo, gue kembaran lo, gue adalah lo. Gue sama sekali ga pernah ngerasa lo nyusahin gue jadi hilangin anggapan itu dari otak lo"
"Jangan pernah mikir kaya gitu lagi, Gue Abang lo, gue kembaran lo, gue adalah lo. Gue sama sekali ga pernah ngerasa lo nyusahin gue jadi hilangin anggapan itu dari otak lo"
"Maaf
hiks maafin gue Fi. Maafin gue yang selalu nyusain lo, maafin gue yang selalu
bikin Lo khawatir hiks maaf" ucap Firra sambil menangis sesegukan
dipelukkan Raffi
"Syuuut
lo ga perlu minta maaf. Lo ga salah, disini ga ada yang salah"
"Gue
salah Raffi! Gue selalu nyusahin lo, gue selalu bi...."
"Firra
dengarin gue! Gue ga suka lo ngomong gitu, gue itu kembaran lo. Lo bisa minta
apa aja sama gue tanpa terkecuali"
Firra
hanya menangis dipelukan Raffi entahlah semenjak hamil ini Firra gampang sekali
menangis seperti tadi malam saat berada dikamarnya Firra terus saja menangis.
****
"Gunakan
dua orang itu mereka tetak kelemahannya. Hancurkn mereka perlahan jika kau
salah bertindak kau akan hancur. Dia bisa menjadi lebih dari apa yang kau
fikirkan jika menyangkut orang yang disayanginya "
"Dua?
Siapa?"
"orang
yang juga ingin kau hancurkan sedari dulu"
Orang
itu tersenyum licik dia tau siapa yang dimaksud lawan bicara namun sedetik
kemudian senyum liciknya hilang tergantikan dengan raut bingung
"Kenapa
dia juga turut serta"
"Kau
akan tahu nanti"
NEW PAPER
Part 6
Part 6
"Raffi
Adrianta Zeran, Firra Adrianti Zeran ditambah Nagita Syafiana Denen perpaduan
yang tepat bukan? Sepertinya Tuhan memberikan kemudahan untuk menghancurkan
mereka" orang itu menghisap cerutunya dalam dan mengeluarkan asapnya
secara perlahan terlihat begitu menikmati apa yang sedang dilakukannya tak
peduli dengan asap dari ceretu itu mengenai 2 orang yang duduk didepannya.
"Kita
sudah sepakat dari awal Firra tidak akan terlibat apapun dalam hal ini!"
Ucap Gerald Salah satu dari dua orang itu
"Kau
masih mengharapkanya? Dia sudah menjadi milik orang lain, Relakan saja"
sela orang yang duduk disampingnya yang tak lain adalah Restian
"Itu
kesepakatan kita dari awal, disini yang menjadi incaranmu hanyalah Raffi bukan
Firra! Jadi jangan coba-coba menyentuhnya seujung kuku pun" ucap Gerald
tenang namun terdapat ancaman disana.
"Lalu
apa yang akan kau lakukan hah? Diam dan hanya memperhatikan Firra dari jauh
berharap kau bisa memilikinya? Menyingkirkan suaminya yang payah itu? Tapi
nyatanya 5 tahun ini kau sama sekali tak bisa melakukan apapun agar membuatnya
dan Abian berpisah. Apa lagi yang kau harapkan?"
"Itu
urusanku! Jika kalian berani menyentuh Firra jangan salahkan aku kalau kalian
akan membusuk dipenjara kemudian mati ditangan para juru tembak"
"Melalui
Firra adalah jalan yang paling mudah untuk menghancurkan Raffi dan kau tahu
itu!"
"Kita
cari cara lain. Yang penting jangan libatkan Firra"
"Kau
fikirkan caramu sendiri hingga besok malam kalau kau tak punya rencana lain,
kita akan tetap libatkan Firra apapun alasannya" orang itu kembali
menghisap cerutunya sambil mengetuk-ngetukkan jarinya dimeja.
"Sudah
saatnya kau hancur Raffi jauh lebih hancur dari apa yang mereka rasakan"
batin orang itu sambil tersenyum licik.
****
"Selamat
siang, izin kapten, boleh saya duduk disini?" Sesorang Wanita berbadan
tegap untuk ukuran perempuan berdiri didepan Raffi dengan seragam lengkapnya.
"Siang,
silahkan" Raffi hanya bersikap acuh dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Izin
kapten, mulai hari ini saya bergabung didalam tim yang anda pimpin untuk
memcahkan kasus narkoba yang selama ini menjadi misi yang anda jalankan"
"Ya,
anda Arzia Denara? Apa yang sudah anda ketahui tentang kasus ini?"
"Ya
kapten. Saya Arzia Denara. Komplotan itu sudah melakukan aksinya dalam 3tahun
ini namun komplotan mereka mulai tercium baru satu tahun belakangan ini,
sekitar satu bulan lalu Anda dan tim anda berhasil menemukan tiga rumah yang
yang menjadi tempat dibuat, disimpan dan diedarkannya barang-barang itu, anda
juga berhasi menangkap beberapa orang disana namun hingga sekarang siapa dalang
utama dari kasus ini belum terpecahkan karena orang-orang yang ditangkap itu
sama sekali tidak mau memberi tahu siapa bos mereka" ucap Arzia
Raffi
mengangguk-anggukkan kepalanya lalu menarik gagang telfon disudut mejanya dan
memerintahkan anggota timnya yang lain datang untuk berkumpul.
Tak berapa lama mereka semua punberkumpul diruangan Raffi yang tak terlalu besar ini.
Tak berapa lama mereka semua punberkumpul diruangan Raffi yang tak terlalu besar ini.
"Kenalkan
Anggota tim kita yang baru Arzia Denara" ucap Raffi
Arzia
menganggukkan kepalanya sopan seraya berkanalan dengan semua anggota tim.
"Saya
Rasa cukup perkenalannya mari kita bicarakan tentang kasus Narkoba itu, ada
yang punya saran?"
"Izin
kapten, saya sudah memiliki rencana agar kita dapat menangkap mereka" ucap
Arzia
"Silahkan"
ucap Raffi lalu mereka semua mendengarkan rencana yang telah dibuat oleh Arzia
dengan serius mereka memperhatikannya dengan seksama sesekali mengkoreksi
ataupun memberikan tambahan masukkan yang cukup membantu hingga hampir dua jam
mereka membicarakan hal itu hingga menemukan keputusan apa saja yang nantinya
akan mereka lakukan dan mereka akan menjalankan rencananya besok.
"Saya
harap semuanya sudah mengerti. Patokan utama kita adalah Restian dari dia kita
akan berusaha menggali siapa dalang utamanya. Kita akan meminta bantuan saksi
sebelumnya untuk memberikan gambaran tentang Restian"
"Siap
kapten" jawab mereka serempak dan setelah meminta Izin satu persatu mereka
keluar dari ruangan Raffi.
"Selamat
bergabung, disini dibawa santai aja jangan terlalu serius kecuali kalau didepan
kapten dia tidak bisa diajak bercanda" ucap Azka kepada Arzia saat mereka
keluar dari ruangan Raffi.
"Saya
sudah dengar itu dari semua orang"
"Seriusan?"
"Ya
semua orang yang tahu saya dimasukkan kedalam tim ini sudah mewanti-wanti saja
sedari awal agar tak bermain-main dengannya kalau tidak mau didamprat"
"Ternyata
dia cukup terkenal"
"Sayangnya
sangat" mereka berdua pun tertatawa pelan tanpa menyadari Raffi yang
mendengarkan perkataan mereka namun Raffi tak ambil pusing itu adalah hak
setiap orang untuk menilai orang lain.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sore
ini Nagita diminta datang ke kantor polisi untuk dimintai keterangan perihal
Restian awalnya Nagita sempat malas karna dia sungguh tak ingin membahas ini
lagi. Baginya Restian Abangnya sudah meninggal dan kalau pun benar Restian
masih hidup Nagita tak percaya kalau Restian terlibat dalam hal seperti ini.
Jadi dengan terpaksa Nagita mendatangi kantor polisi yang berada tak jauh dari
TK tempatnya mengajar bahkan karna panggilan itu Nagita sengaja tak pulang
kerumah karna tak ingin mondar mandir. Terkadang Nagita heran kenapa dia terus
diperiksa diluar jam kantor apa para polisi itu tidak pulang kerumahnya? Apa
para polisi itu tidak memiki jam istirahat? Gaji juga ga seberapa tapi kerja ga
kenal waktu batin Nagita.
Begitu
tiba disana Nagita langsung diminta untuk menemui Azka agar dapat langsung
dimintai keterangan kali ini Azka ditemani Arzia untuk memintai keterangan dari
Nagita. Masih ada beberapa anggota polisi yang berada dibalik meja-meja kerja
namun Nagita Tak melihat Raffi disana disudut terkecil ruangan itu sekalipun
Nagita tak melihat keberadaan Raffi.
Mereka
pun mulai menanyai hal-hal yang menyangkut Restian kepada Nagita yang dijawab
Nagita dengan sejujur-jujur nya. Mereka mulai menanyai dari hal-hal remeh
hingga yang bahkan Nagita sendiri tak tahu jawabannya.
Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam dan Nagita sudah merasakan grah yang tidak ketulungan karna seharian tadi dia hanya mandi pagi saja. Nagita mengira paling lama dia berada disini hanya satu atau dua jam namun sayang prediksinya salah BESAR!
Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam dan Nagita sudah merasakan grah yang tidak ketulungan karna seharian tadi dia hanya mandi pagi saja. Nagita mengira paling lama dia berada disini hanya satu atau dua jam namun sayang prediksinya salah BESAR!
Saat
Nagita akan bangkit dari duduknya Raffi masuk kedalam ruangan itu dengan
keringat membanjiri wajahnya.
"Malam
kapten" sapa Azka dan Arzia
"Malam
pak" sapa Nagita yang sedikit canggung.
"Malam,
sudah selesai?"
"Siap,
sudah kapt" jawab Azka
"Besok
hasilnya letakkan dimeja saya, permisi"
"Siap
kapt" jawab Azka dan Arzia serempak.
Nagita
berusaha menahan tawanya melihat ekspresi Azka dan Arzia yang seketika langsung
berubah saat berhadapan dengan Raffi. lihat saja tadi sesaat Raffi belum masuk
wajah mereka terlihat santai dan masih duduk-duduk malas dikursinya dan
setibanya Raffi masuk mereka langsung membenarkan posisi duduk mereka bahkan
saat Raffi berbicara mereka sudah berdiri tegak dengan tampang kelewat tegas
tapi menjadi lucu bagi Nagita.
"Jangan
tertawa, Anda belum liat dia kalau taringnya keluar" ucap Azka begitu
Raffi masuk keruangannya.
"Hmmpp
maaf Pak, bu"
"Ya
sudah Anda boleh pulang" ucap Azka
"Ya
permisi pak bu" ucap Nagita lalu keluar dari ruangan itu
Saat
sudah berada diluar kantor polisi Nagita baru merutuki dirinya karna tak tau
harus pulang menggunakan apa, menggunakan angkutan umum malam-malam begini? Dia
tak yakin sampai rumah dengan selamat, menggunakkan Taxi mungkin jalan terbaik
pikirnya.
Namun sayang Nagita sudah berdiri disana selama setengah jam namun tak ada satu pun Taxi yang lewat membuat Nagita mulai cemas. Namun akhirnya Nagita memilih untuk berjalan mungkin disebalah sana ada taxi yang lewat harapnya. Namun Nagita merasa seperti ada orang yang mengikutinya menggunakan motor mana ada motor yang jalannya lambat banget begitu batin Nagita, Nagita pun mempercepat langkangnya agar menjauh dari orang itu namun sesaat dia merutuki kebodohannya kalau takut kenapa ga masuk lagi aja kekantor polisi rutuknya.
Namun sayang Nagita sudah berdiri disana selama setengah jam namun tak ada satu pun Taxi yang lewat membuat Nagita mulai cemas. Namun akhirnya Nagita memilih untuk berjalan mungkin disebalah sana ada taxi yang lewat harapnya. Namun Nagita merasa seperti ada orang yang mengikutinya menggunakan motor mana ada motor yang jalannya lambat banget begitu batin Nagita, Nagita pun mempercepat langkangnya agar menjauh dari orang itu namun sesaat dia merutuki kebodohannya kalau takut kenapa ga masuk lagi aja kekantor polisi rutuknya.
"Kenapa
masih disini?" tiba-tiba saja motor itu sudah berada disamping Nagita dan
membuat Nagita kaget setengah mati. Dan makin mempercepat jalannya.
"Hey
ini saya" ucap orang itu membuat Nagita menoleh dan mendapati bahwa Raffi
lah orang yang berada diatas motor itu. Nagita pun bisa kembali bernafas lega
sekarang.
"Eh
pak, kirain siapa"
"Kenapa
masih disini?"Raffi kembali mengulang pertqnyaan awalnya.
"Oh
ini pak, ga ada taxi yang lewat dari tadi binging mau pulang naik apa. Boleh
nebeng ga pak, beneran deh ini saya ga tau pulangnya harus gimana"
"Ya
sudah ayo" Raffi menodorkan helm kepada Nagita yang diterima dengan senang
hati oleh Nagita.
"Makasih
pak" ucap Nagita kemudian naik keatas motor Raffi.
Dalam
perjalanan mereka hanya diam tak ada yang memulai percakapan terlebih dahulu.
Karna udara yang cukup dingin dan tak ada yang bisa dibicarakan dengan Raffi,
Nagita mulai mengantuk beberapa kali dia menguap namun dia berusaha agar
matanya tidak terpejam kalau tidak mau jatuh dari motor dan berakhir dirumah
sakit.
"Jangan
tidur" ucap Raffi melihat dari kaca spionnya Nagita yang perlahan
memjamkan matanya.
"Hmm
maaf pak" ucap Nagita sungkan.
"Pegangan,
nanti jatuh!"
Nagita
sedikit ragu untuk berpegangan pada Raffi dia takut disangka gimana-mana
nantinya.
"Pegangan
saja, tidak masalah"
Dengan
ragu Nagita memegang ujung jaket Raffi.
Raffi
menaikkan kecepatan motornya tiba-tiba membuat Nagita refeks memeluk Raffi
dengan erat dan memejamkan matanya karna takut.
"Pelan-pelan
pak" lirihnya
"Biar
Anda gak ngantuk" ya benar saja rasa ngantuk Nagita menguap begitu saja
digantikan dengan rasa takut yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari
biasanya.
Tak
lama mereka pun sampai didepan rumah Nagita namun Nagita masih saja memeluk
Raffi dan memejamkan matanya.
"Apa
anda tidur?" Tanya Raffi dengan sedikit menggoyang-goyangkan badannya.
"Engga
pak, cuma takut"
"Kita
sudah sampai"
Nagita
langsung membuka mata dan memperhatikan sekitarnya dan benar saja motor Raffi
sudah berhenti tepat didepan rumah Nagita.
"Huuh
maaf pak,saya beneran takut"ucap Nagita sembari turun dari motor Raffi
"Kalau
begitu saya permisi"
"Eh
terimakasih pak"
"Ya.
Permisi" Raffi menstater motornya dan berlalu meninggalkan Nagita.
Selepas
kepergian Raffi, Nagita langsung masuk kedalam rumahnya yang begitu gelap.
Jelas saja gelap tak ada satu pun orang disana karna Reinka sedanga berada di
Jakarta mengikuti seminar sekaligus mengurus persiapan pernikannya bersama
Satrya yang memang tinggal di Jakarta.
Namun
saat Nagita menyalakan lampu sesorang duduk disofa ruang tengah dengan
membelakangi Nagita.
"Sudah
selesai urusanmu dikantor polisi itu ?" Tanyanya dengan nada sinis.
"Siapa
itu?" Tanya Nagita takut dan perlahan memundurkan langkahnya.
"Lupa
dengan ku?" Orang itu berdiri membalikkan badannya menghadap Nagita.
Sontak
Nagita membekap mulutnya sendiri tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Masih
berfikiran kalau aku sudah mati adik kecil?"
Nagita
menggelengkan kepalanya dan memudurkan langkahnya saat Restian mulai berjalan
mendekat kearahnya.
"Kenapa?
Takut hmm? Tidak ingin memeluk Abang mu ini? Restian semakin mendekat kearah
Nagita.
"Bang
Tian udah meninggal dan dia ga mungkin hidup lagi, dan kamu bukan Bang
Tian" ucap Nagita.
"Aku
masih hidup, aku ada disini" Restian menyempit jarak dengan Nagita.
Sedangkan Nagita sudah sama sekali tak bisa mundur lagi karena dia sudah
tersudut.
Restian
merengkuh Nagita dalam pelukannya memberikan pelukan yang selama ini selalu
diberikannya pada Nagita, pelukan yang selalu membuat Nagita nyaman bahkan
disaat seperti sekarang ini pun Nagita masih merasa nyaman, Nagita perlahan
membalas pelukkan Restian karna sejujurnya dia sangat merindukan sosok Restian
sepeninggalnya Restian Nagita tak pernah lagi mendapatkan pelukan seperti ini
dari abangnya. Namun baru sebentar Nagita merasakan nyaman dipelukkan Restian,
Restian menjambak rambut Nagita dengan kuat hingga membuat Nagita meringis
kesakitan.
"Aaww
sakit" rintih Nagita namun bukannya melepaskan rambut Nagita, Restian
tambah menguaktan tarikannya pada rambut Nagita.
"Sakit?"
Nagita
menganggukkan kepalanya sambil menangis.
"Aku
merasakan sakit yang lebih dari ini, jauh lebih sakit dan kau tau karna siapa?
Itu gara-gara lo!"
"Apa
salah Gi...."
"Lo
tau gue bukan abang lo!Gue bukan abang kandung lo!"
Nagita
menggelengkan kepalanya. Itu lebih tidak mungkin lagi dia sudah bersama dengan
Restian sejak dia masih kecil Bagaimana bisa Restian bukan abang kandungnya.
Orang yang didepannya pasti bukan Restian pasti orang ini hanya mirip dengan
Restian ya hanya mirip batin Nagita.
Restian
masih belum melepaskan rambut Nagita bahkan dia semakin menariknya dengan kuat.
"Salahkan saja kedua orang tua lo yang ngebuat ge jadi seperti ini" Restian menempelkan keningnya kekening Nagita tersenyum penuh kelicikkan.
"Salahkan saja kedua orang tua lo yang ngebuat ge jadi seperti ini" Restian menempelkan keningnya kekening Nagita tersenyum penuh kelicikkan.
"Gue
bakal buat lo mati seperti kedua orang tua lo! Tapi lo ga akan mati semudah
mereka lo masih harus rasain segimana menderitanya gue selama ini, lo harus
ngerasain sakit yang lebih dari pada yang gue rasain selama ini"
Nagita
menggelengkan kepalanya,mendorong tubuh besar Restian agar menjauh darinya
namun usahanya hanyalah sia-sia jelas saja tenaga Restian jauh lebih besar
darinya. Nagita mencoba membuka pintu yang tepat berada dibelakangnya
bagaimanapun caranya dia harus keluar dari rumah dan melarikan diri dari
Restian. Perlahan Nagita mulai berhasil membuka kunci pintu yang memeang tadi
tak dia cabut.
Sementara
Nagita berusaha membuka pintu Restian terus menjambak rambut Nagita dan satu
tangannya mencengkram wajah Nagita dengan sangat kuat. Yang nantinya pasti akan
meninggalkan bekas memar Perlahan Restian melepaskan tanggannya dari rambut
Nagita dan mengambil sesuatu didalam saku celananya dan disaat itu pula Nagita
berhasil membuka pintu, tanpa membuang-buang waktu Nagita menendang
selangkangan Restian dan memukul wajah Restian dengas tas yang memang sedari
tadi msih dia pegang. Nagita berlari dengan sekencang yang dia bisa. Nagita
menoleh kebelakang berharap Restian tak ada dibelakang dan doanya kali ini
terkabul Testian tidak mengikutinya. Namun Nagita terus berlari ke ujung jalan,
biasanya ada tukang sate yang mangkal diujung jalan itu, Restian tidak mungkin
nekat jika Nagita berada dikeramaian.
Nagita
berhenti didepan gerobak sate dengan nafas tersenggal.
"Aduh
mbak kenapa?" Tanya si penjual sate melihat Nagita seperti itu.
"Enngg
saya ga hmm gapapa kok pak" jawab Nagita.
"Sudah
pak?" Seseorang bertanya pada sipenjual sate.
"Ah
iya mas, ini sudah" ucap si penjual sate sambil memberikan bungkusan sate
kepada orang yang menanyainya tadi.
"Ini
pak, kembaliannya ambil saja" orang itu memberikan uang untuk membayar
pesanannya.
"wah
makasih ya mas Raffi, aduh mbak bener-bener ga papa?" Bapak itu kembali
menoleh kearah Nagita yang belum bisa mengatur deru Nafasnya.
"Nagita?"
Panggil Raffi yang membuat Nagita dengan cepat menoleh ke arahnya.
"Loh
hmmm Pak Raffi? Mmm nga.. ngapain masih disini?" Tanya Nagita masih dengan
Nafas yang satu-satu.
"Mas
Raffi kenal sama mbak ini?"
"Akh
iya pak"
"Mbaknya
duduk saja dulu, keliatan capek banget, abis lari-lari dari mana mbak?"
Tanya bapak itu ditambah dengan tatapan penasaran.
Nagita
menoleh kebelakang dan mendapati Restian berdiri tak jauh dari tempatnya
sekarang sambil menatap tajam ke arah Nagita. Dengan cepat Nagita mendekat
berlari kecil dan berdiri dibelakang tubuh Raffi.
"Ada
apa?" tanya Raffi.
"Res...
Restian disana, di dia belum mati, dia disana, dia.." tanpa sadar Nagita
mencengkram erat lengan Raffi.
Raffi
mengikuti arah pandangan Nagita namun dia tak melihat siapun disana. "Tidak
ada siapapun disana"
"Tadi
dia disitu, dia di rumah, dia ada dirumah" rancau Nagita
"Ikut
saya" ucap Raffi pelan ke Nagita.
"Saya
permisi pak, mari" ucap Raffi kemudian naik kemotornya diikuti Nagita.
"Dokter
Reinka dimana?"
"Mbak
Rei di Jakarta minggu depan baru balik"
"Berani
dirumah sendirian?"
"Engga"
Cicit Nagita
"Jadi
sekarang mau bagaimana?"
"Ga
tau" ucap Nagita bingung, dia benar-benar bingung sekarang. Dia tak berani
jika harus tinggal dirumah sendirian namun dia juga tak tau harus kemana sekarang.
Tak
ada lagi yang berbicara, keduanya hanya diam . Nagita tak tau kemana Raffi akan
membawanya. sebenarnya Nagita ingin bertanya tapi dia begitu sungkan dengan
Raffi, dia sudah terlalu banyak menyusahkan Raffi padahal dia dan Raffi bukan
teman dekat.
Mereka
memasuki komplek perumahan mewah. Rumah-rumah disana terlihat begitu besar dan
mewah namun Nagita sedang tak berniat mengagumi deretan rumah yang dilewatinya.
Dalam hatinya dia hanya bertanya-tanya dalam hati kemana Raffi akan membawanya.
Saat berada didepan rumah dengan pagar yang menjulang Raffi meminta Nagita
untuk turun dari motor dan langsung dilakukan oleh Nagita.
Raffi
juga turun dari motornya, mendekat ke pagar itu sambil merogoh saku celananya
dan tak lama mengeluarkan beberapa kunci yang dijadikan satu. Membuka gembok
dipagar itu dengan mudah seperti orang yang sudah biasa melakukannya.
"Masuk"
perintah Raffi lalu dia mendorong motornya masuk kedalam pagar tersebut
kemudian kembali mengunci pagar itu dan melanjutkan mendorong motornya hingga
tempat yang Nagita yakini sebagai garasi.
"Pak
ini rumah siapa" tanya Nagita saat Raffi akan membuka pintu rumah itu.
"Rumah
orang tua saya" Jawab Raffi acuh sembari mempersilahkan Nagita masuk.
"Eh?"
"Raffiii
itu lo ya?" Terdengar suara orang lain dari arah dalam dengan sedikit
berteriak.
"Ya,
Fir sini bentaran" jawab Raffi juga dengan sedikit berteriak sambil sibuk
membuka kedua sepatunya.
Firra
datang dengan piyama tidurnya sambil membawa segelas air putih
"Eh? Nagita kan?" Ucap Firra begitu melihat Nagita.
"Eh? Nagita kan?" Ucap Firra begitu melihat Nagita.
"Ia
mbak"
"Fir
anterin ke kamar tamu, pinjemin baju lo, dia nginep disini malem ini"
"Eh?"
Firra sedari tadi masih bingung dengan apa yang terjadi.
"Ini
sate pesenan lo" ucap Raffi memberikan sate yang memang tadi diminta oleh
Firra lalu mengambil gelas yang ada ditangan Fitra meminum airnya hingga habis
dan mengembalikkannya lagi pada Firra "makasih" ucapnya kemudian
berlalu dari hadapan Firra yang masih belum paham dengan apa yang terjadi dan
Nagita yang canggung bukan main.
"Hmm,
maaf maaf Ta, aku jadi bengong gini, ayo aku hantar kekamar" menghilangkan
kecanggungannya Firra langsung menggandeng tangan Nagita dan membawanya kekamar
tamu.
"Ayo
masuk Ta, santai aja anggap dirumah sendiri ya. Dilemari itu ada beberapa
piyama tidur, kamu bisa pakai yang pas buat kamu. Kalau mau bersih-bersih atau
apa dikamar mandi lengkap kok peralatannya"
"Makasih
mbak maaf jadi ngerepotin"
"Ga
papa kok, yaudah aku tinggal dulu ya, kalau ada apa-apa kamar aku ada di atas
kamu bisa panggil aku ya"
"Ia
mbak"
Setelah
Firra keluar, Nagita masuk kedalam kamar mandi dan membersihkan tubuhmya dia
sudah benar-benar merasa sangat risih sekarang.
Sementara
itu dikamarnya Raffi yang baru selesai mandi dikagetkan oleh keberadaan Firra
yang entah sejak kapan sudah berada dikamarnya.
"lo
hutang penjelasan sama gue!" Ucap Firra langsung.
"Ya
bakal gue jelasin, udah dimakan satenya?"
"kok
jadi sate sih Fi!"
"Makan
dulu satenya, gue udah cape-cape beliinnya"
"Iya-iya
tapi sambil gue makan lo jelasin semuanya sama Gue"
"Emmm"
Raffi hanya bergumam lalu keluar dari kamar diikuti oleh Firra.
Saat
sudah dimeja makan Firra langsung menyantap sate yang ada didepannya dengan
lahap sambil mendengarkan penjelasan Raffi.
"Hmm
kenapa lo baik baik banget sama dia? Biasanya lo juga cuek bebek!"
"Semacam
balas budi karna waktu itu kakaknya udah ngobolehin lo nginep ditempat
mereka"
"Alasan!
Jangan-jangan loo"
"Jangan
ngawur! Cepat abisin satenya gue ngantuk!"
"Dih
ngeles dia!!"
NEW PAPER
Part 7
Part 7
Rasa
takut terus menyeruak didalam diri Nagita, dia terus memikirkan Restian dan
berbagai kemungkinan yang akan terjadi padanya di hari-hari berikutnya.
Apa Restian akan selalu mengejarnya?
Bagaimana kalau Restian kembali berusaha menyakitinya?
Bagaimana kalau Restian terus mengikutinya?
Dan banyak bagaimana lagi yang terus berputar-putar dikepala Nagita.
Apa Restian akan selalu mengejarnya?
Bagaimana kalau Restian kembali berusaha menyakitinya?
Bagaimana kalau Restian terus mengikutinya?
Dan banyak bagaimana lagi yang terus berputar-putar dikepala Nagita.
Sedari
tadi Nagita belum memejamkan matanya barang sedetik pun padahal sekarang sudah
pukul 2 dini hari. Selain memikirkan Restian sebenarnya Nagita juga merasa
lapar tapi dia tak mungkin keluar membangunkan Raffi atau Firra untuk meminta
makan itu namanya tidak tahu diri. Jadi Nagita memutuskan untuk menahannya saja
padahal sejak tadi siang dia belum memakan apapun.
Tiba-tiba
Nagita mendengar suara derap langkah kaki yang lewat didepan kamar yang dia
tempati disusul dengan suara seperti seseorang yang mencari sesuatu.
"Siapa itu apa mungkin Raffi? Tapii ngapain dia malam-malam begini atau jangan-jangan maling" Nagita berdegik ngeri dengan pemikirannya sendiri. Namun rasa penasaran terus menggerogoti dirinya. Akhirnya Nagita berinisiatif untuk mengintip siapa yang berada diluar.
"Siapa itu apa mungkin Raffi? Tapii ngapain dia malam-malam begini atau jangan-jangan maling" Nagita berdegik ngeri dengan pemikirannya sendiri. Namun rasa penasaran terus menggerogoti dirinya. Akhirnya Nagita berinisiatif untuk mengintip siapa yang berada diluar.
Saat
Nagita sudah mendekat kepintu suara derap langkah kaki itu semakin mendekat
keaarahnya kemudian kembali terdengar jauh. Saat Nagita membuka sedikit
pintunya Nagita tak menemukan siapa-siapa disana, Nagita membuka pintu itu
sedikit lebih lebar agar dapat mengeluarkan badannya untuk melihat lebih jelas
orang yang berada disana. Dan yang Nagita lihat, cukup jauh dari tempatnya
sekarang Raffi yang sedang menatap kearah luar dengan tatapan yang sulit di
artikan entah apa yang ada diluar sana tapi Nagita memastikan diluar sana bukan
maling atau penjahat lainnya karna tatapannya terlihat begitu murung. Nagita
menghela nafas lega berarti pemikirannya tentang maling yang tiba-tiba masuk
kedalam rumah ini salah besar. Nagita pun membalikkan badannya hendak kembali
masuk namun suara Raffi mengagetkannya.
"Kenapa
belum tidur?"
"Hmm
Maaf pak"
"Saya
bertanya kenapa belum tidur, bukan menyuruh Anda untuk meminta maaf"
"Hmm
itu pak, ga tau kenapa, ga bisa tidur saja" jawab Magita berbohong, dia
tidak mungkin mengatakan 'saya laper pak" itu gila namanya!
"Didapur
ada susu, Firra selalu meminum susu hangat jika dia tak bisa tidur" ucap
Raffi tapi matanya masih tertuju ke arah luar.
"Trimakasih
pak, tapi...."
"Jangan
sungkan, ambil saja, ayo" Raffi berjalan kearah dapur dan diikuti oleh
Nagita.
"Buatlah"
Raffi menyodorkan kaleng berisi susu kental kepada Nagita lalu membuka kulkas.
"Bapak
juga?"
"Tidak"
Raffi mengambil dua buah apel dari dalam kulkas kemudian duduk di meja makan
dan menghadap ke Nagita yang membuat susu.
"Duduk"
perintah Raffi begitu Nagita membuat susunya.
Nagita
menuruti perkataan Raffi yang Nagita hanya berharap Raffi tak seperti Azka yang
terus mengintrogasinya setiap kali mereka bertemu. Nagita meminum susunya
perlahan karna merasa begitu canggung, berbeda dengan Nagita, Raffi terlihat
biasa-biasa saja saa memakan apel yang ditangannya bahkan dia seperti tak
menganggap Nagita.
"Cepat
habiskan, kalau minumnya seperti itu tidak akan ada gunanya"
Nagita
membelakkan matanya tak percaya, sedari tadi bahkan Raffi tak melihat kearahnya
bagaimana Raffi tahu Nagita meminum susu seperti itu.
"Bapak
matanya banyak ya?"
Raffi
menatap Nagita dengan menyeritkan keningnya "apa maksudnya?"
"Dari
tadi saya tidak melihat bapak melihat kearah saya, tapi tahu-tahuan saja
bagaimana saya minum. Tadi juga perasaan saya liat bapak ngeliatnya keluar tapi
tau saya keluar dari kamar"
"Tidak
melihat bukan berarti saya tak merasakannya"
'Dasar!'
Batin Nagita
Kembali
hening ada suara apapun yang terdengar hingga tiba-tiba terdengar suara
cacing-cacing yang berada diperut Nagita.
'Mampus!
Malu malu malu! Dasar perut kurang ajar tidak tau situasi dan kondisi' gerutu
Nagita dalam hati merutuki perutnya yang tiba-tiba berbunyi.
"Bisa
masak?" Tanya Raffi
"Ha?
Masak? Hmm tidak terlalu bisa pak"
"Didapur
ada pasta instan, Anda bisa membuatnya?"
"kalau
pasta bisa pak, tapi....."
"Buatlah,
cuma ada itu disini. Buat dua porsi saya mendadak lapar" ucap Raffi dengan
nada acuh.
Nagita
pun menuruti perkataan Raffi untuk membuat pasta untung saja hanya pasta kalau
yang lain Nagita tidak yakin bisa membuatnya.
"Dimana
Anda bertemu Restian?" Tanya Raffi tiba-tiba
"Di
dia tau-tau sudah berada didalam rumah pak"
"Itu
kenapa pipi Anda sampai memar seperti itu?"
"Hah?"
Nagita langsung memegang kedua pipinya dia memang masih merasakan sakit akibat
cengkraman Restian tadi tapi dia tak berfikir akan menjadi memar.
"Ck
anda tidak sadar?"
Nagita
menggelengkan kepalanya pelan lalu kembali membuat pasta, sedangkan Raffi masih
saja sibuk dengan apelnya.
Tak
berapa lama Nagita sudah menghidangkan dua porsi pasta diatas meja makan.
"Makan"
ucap Raffi yang terdengar seperti nada memerintah, tanpa menjawab apapun Nagita
pun mulai memakan pasta buatannya.
"Pak
makasih ya udah nolongin saya, saya ga tau kalau tadi harus bagaimana kalau
bapak ga ada"
"Heemm"
"Bapak
sering makan sate di situ ya? Sampe bapak penjualnya kenal sama bapak"
"Firra
suka makan sate disitu"
"Ooo"
Nagita mengangguk-anggukan kepalanya, dia sudah bingung mau membicarakan
apalagi dengaan Raffi.
Hingga
makanan mereka habis tak ada lagi yang bersuara keduanya makan dalam diam dan
bermain dengan fikiran mereka masing-masing.
"Tidurlah,
ini sudah terlalu larut, dan bekas memar itu kompres dengan air es" ucap
Raffi lalu pergi menuju kamarnya.
Keesokkan
paginya Raffi, Firra dan Nagita berkumpul dimeja makan untuk sarapan bersama.
Nagita benar-benar merasa merepotkan Raffi dan Firra tadi pagi Firra
membangunkannya dan memberikannya pakaian untuk Nagita pakai hari ini karna
Firra tau Nagita sama sekali tidak membawa baju ganti.
"Ta,
Reinka kapan balik?" Tanya Firra.
"Minggu
depan mbak"
"Selama
Reinka di Jakarta kamu tinggal disini aja ya, biar aku ada temennya"
"Eng
tapi mbak...." Nagita melirik kearah Raffi yang sepertinya sama sekali
tidak tertarik dengan pembicaraan mereka.
"Boleh
kan Fi?" Tanya Firra ke Raffi yang hanya dijawab gumaman oleh Raffi.
"Tuh kan boleh, mau ya Ta?"
"Tuh kan boleh, mau ya Ta?"
"Ia
mbak" jawab Nagita, memang dia mau bagaimana lagi dia belum berani tinggal
dirumah sendirian, Restian bisa saja kembali masuk kerumah dan mungkin saja
jika saat itu datang Nagita tak bisa lagi lari kemanapun.
"Kamu
kerja atau apa Ta?" Tanya Firra
"Aku
ngajar mbak"
"Oww
ngajar SD, SMP apa SMA?"
"Aku
ngajar di TK. Kemala Bayangkhari Mbak"
"Deket
kantor Raffi dong, yaudah nanti kita bertiga pergi bareng aja, tapi biasanya
Raffi anterin aku dulu ke RS ga papa kan?"
"Ia
mbak" jawab Nagita.
Setelah
selesai sarapan mereka pun bergegas untuk berangkat. Saat melewati ruang depan
Ngita tak sengaja melihat kearah dinding yang ditempeli oleh tiga foto
pernikan. Yang paling ujung mungkin foto pernikan Orang Tua Raffi & Firra.
Kemudian foto Pernikahan Firra dan suaminya dan satu foto pernikahan yang
membuat Nagita penasaran yaitu Foto pernikahan Raffi dengan wanita yang tak
pernah Nagita jumpai sebelumnya.
"Jadi
pak Raffi sudah berkeluarga?" Batin Nagita
"Ayo
Ta buruan, nanti Raffi marah" ucap Firra seraya menarik tangan Nagita
untuk jalan lebih cepat.
"Kalau
pak Raffi sudah menikah, kenapa dari semalam aku belum melihat istrinya sama
sekali" Nagita terus bertanya-tanya dalam hatinya tentang status Raffi
yang sebenarnya.
****
Siang
ini Raffi dan timnya mendapatkan informasi bahwasannya komplotan yang selama
ini mereka incar tak hanya mengedarkan obat-obatan terlarang namun mereka juga
tergabung dalam sindikat perdangan manusia. Dan menurut informasi yang
didapatkan oleh Sony malam ini mereka akan berpesta disebuah club yang cukup
terkenal dikota ini.
"Kita
akan menangkap mereka malam ini, kita menyamar dan masuk kedalam tanpa
menimbulkan kecurigaan"
"Siap
kapten" jawab mereka semua serempak
"Dan
Azka saya rasa ide kamu saya tolak, saya tak mau mengorbankan siapapun dalam
misi ini" sontak seluruh anggota tim melirik ke arah Azka, karna mereka
sama sekali tak tau ide apa yang diberikan Azka pada Raffi.
"Izin
kapt, tapi dengan cara itu akan lebih memudahkan kita mendapatkan informasi,
mereka tidak akan mencurigai wanita yang kita utus nantinya"
"Begini,
saya menyarankan agar seseorang masuk ke dalam club itu sebagai salah satu
wanita bayaran agar dengan mudah mendapatkan informasi yang kita perlukan"
jelas Azka pada abggota tim yang lainnya.
"Itu
terlalu berbahaya ka! Bagaimana kalau terjadi apa-apa nantinya? Lagian siapa
yang mau menjalankan ide gila mu itu?" Ucap Sony dan sedetik kemudian
semua mata tertuju pada Arzia yang memang satu-satunya perempun dalam tim itu.
Mendapatkan tatapan seperti itu Arzia membalas mereka dengan tatapan tak
percaya.
"Ya
saya rasa kita bisa menggunakan ide Azka, kita semua akan melindunginya dari
jauh dan lagi pula wanita yang nantinya kita utus dapat melakukan bela
diri" ucap salah satu anggota lainnya.
"Siapa
pula wanita yang mau?" Ucap Sony yang masih tidak sependapat.
"Arzia"
jawab yang lainnya
Arzia
membelalakkan matanya, dia memang menguasai ilmu bela diri dan dia juga dapat
menembak dengan ketepatan 90% namun tetap saja ini gila!
"Tenang
Arzia toh nantinya kami semua juga berada disitu, tidak akan terjadi apa-apa
percayalah lagian ini juga bisa dibilang sebagai pembuktian kalau kau memang
pantas berada satu tim dengan kami" ucap Azka menepuk bahu Arzia yang
berdiri tepat disebelahnya.
"Nantangin
heh?" Bisik Arzia
"Oke saya setuju" ucap Arzia lantang.
"Oke saya setuju" ucap Arzia lantang.
"Saya
rasa karna hanya kapten & Sony saja yang tidak setuju ide saya
diterima"
"Ya.
Kita akan jalankan Sesuai ide Azka, dan Arzia bersiap-siap lah"
"Siap
kapten"
Lalu
mereka kembali kemeja masing-masing mengerjakan pekerjaan mereka yang
sebelumnya. Mereka baru akan menyiapkannya nanti selepas jam kantor seharusnya.
Setelah
yang lain keluar Raffi segera menghubungi Firra.
"Dimana?"
Tanya Raffi langsung.
"......"
"Nanti jangan kemana-mana, langsung pulang, Gue pulang larut malam ini"
"......"
"Gue ada kerjaan Firra, ingat jangan kemana-mana"
"...."
"Ya" Raffi pun mematikan sambungan telfonnya dan kembali melakukan pekerjaannya.
"......"
"Nanti jangan kemana-mana, langsung pulang, Gue pulang larut malam ini"
"......"
"Gue ada kerjaan Firra, ingat jangan kemana-mana"
"...."
"Ya" Raffi pun mematikan sambungan telfonnya dan kembali melakukan pekerjaannya.
Sementara
itu Nagita setelah selesai mengajar Nagita bersiap-siap untuk ke rumah sakit
karna tadi pagi Firra memintanya untuk kerumah sakit terlebih dahulu agar
mereka bisa pulang bersama.
Sesampainya
dirumah sakit Nagita langsung menuju ruangan Firra dan mendapati Firra tengah
disibukkan dengan beberapa berkas yang ada di mejanya.
"Sibuk
ya mbak?" Tanya Nagita begitu duduk didepan Firra.
"Lumayan
Ta, kamu nunggu bentar gapapa ya, aku mau ada operasi sebentar lagi" jelas
Firra
"Oh
ia ga papa kok mbak"
"Itu
tadi aku udah pesenin makan siang, kamu makan dulu ya. Aku operasinya ga lama
kok, cuma operasi kecil"
"Ia
mbak makasih ya"
"Ya
udah aku keruang operasi mau siap-siap dulu"
"
ia mbak"
Setelah
Firra keluar Nagita memakan makanan yang telah dipesankan oleh Firra. Cukup
lama Nagita menunggu Firra hingga membuatnya bosan, untuk menghilangkan kebosanannya
Firra pun keluar dari ruangan Firra menuju taman RS itu, Nagita sering ketaman
itu jika menunggu Reinka.
Saat
Nagita sedang bersantai di bangku taman tak jauh darinya dia melihat dua orang
yang begitu dikenalnya sejak dulu, orang yang dulu selalu ada untuknya namun
pada akhirnya orang itu juga yang membuat Nagita jatuh hingga ke jurang paling
dalam kehidupannya, membuat Nagita merasakan sakit yang amat dalam hingga
membuatnya benar-benar kehilangan arah. Orang itu tengah mendorong kursi roda
yang diduduki seorang wanita seumuran dengannya wajahnya sedikit pucat,
badannya terlihat lebih kurus dari terakhir kali Nagita bertemu dengannya
padahal seharusnya badannya lebih berisi karna dia tengah mengandung. Nagita
mengalihkan pandangannya dia tak mau melihat kedua orang itu, dua orang yang
dulu sangat dia banggakan kini telah berubah menjadi orang yang paling tidak
ingin ditemuinya didunia ini.
Nagita
berjalan dengan cepat untuk kembali keruangan Firra lebih baik dia bosan
menunggu Firra dari pada harus bertatap dengan kedua orang itu, saat Nagita
akan masuk keruangan Firra Seorang ibu paruh baya keluar dari ruangan Firra,
memberikan senyuman lembut pada Nagita yang dibalas dengan hal sama oleh
Nagita, lalu berlalu dari hadapan Nagita. Nagita pun masuk kedalam ruangan
Firra.
"Eh
Ta, dari mana?"
"Dari
taman belakang mbak"
"Bosen
ya? Maaf aku lama tadi"
"Engga
papa kok mbak"
"Ya
udah, kita pulang yuk, Pak Toni (supir keluarga Firra) udah jemput
didepan"
"Ia
ayo mbak"
Mereka
pun bergegas meninggalkan rumah sakit, sepanjang perjalan mereka habiskan
dengan mengobrol dan bercanda sangat berbeda bila bersama Raffi pasti mereka
hanya akan diam-diam hingga sampai tempat tujuan.
Saat
sampai dirumah Firra bergegas masuk kekamarnya dengan alasan dia ingin segera
buang air meninggalkan Nagita yang berjalan sambil mengamati rumah Raffi &
Firra entahlah Nagita merasa nyaman saat berada bersama Firra, pembawaan Firra
tak jauh berbeda dengan Reinka mungkin itulah yang membuat Nagita merasa
nyaman. Saat melewati ruang depan Nagita kembali memperhatikan tiga foto
pernikahan yang dipajang didinding itu yang menjadi fokus Nagita adalah foto
pernikahan Raffi. Nagita merasa ada yang berbeda antara Raffi yang selama ini
dia lihat dengan Raffi yang berada didalam foto itu. Setelah Nagita perhatikan
lebih jelas lagi ternyata yang menjadi pembedanya adalah Raffi yang berada
difoto itu tersenyum bahagia aura bahagianya begitu memancar di foto itu sangat
berbeda dengan Raffi yang biasa Nagita lihat selama ini dan setelah Nagita
mengingat-ingat lagi Nagita tak pernah melihat Raffi tertawa akh jangankan
tertawa tersenyum saja tak pernah. Karna merasa sudah terlalu lama
memperhatikan foto itu Nagita pun beranjak kekamar yang ditempatinya semalam
untuk membersihkan diri.
Setelah
selesai mandi Nagita keluar dari kamar dan menemui Nagita di taman belakang.
"Disini adem ya mbak" ucap Nagita.
"Disini adem ya mbak" ucap Nagita.
"Ia
Ta, disini adem, malah aku juga lebih suka disini dari pada dikamar sendiri ga
tau kenapa ngerasa nyaman aja disini, ya walaupun tanaman disini ga sebanyak
dulu lagi, karna ga ada yang ngurusin lagi"
"Kenapa
ga mbak aja yang ngurus atau manggil tukang kebun Gitu"
"Haha
aku ga berbakat ngurusin taneman Ta, paling tiap pagi atau sore aku siram
doang. Sebenarnya bisa aja sih manggil tukang kebun tapi papa sama Raffi ga
ngizinin jadi ya yang ngerawat tanamannya Papa atau kadang Raffi walaupun itu
kalau papa lagi off atau Raffi ga sibuk doang"
"Oh
ia Orang tuanya Mbak kemana kok aku ga liat"
"Papa
kerja Ta, dua minggu lagi baru pulang"
"Emang
kerja apa Mbak?"
"Papa
aku pilot"
"Wah
berarti samaan dong sama suaminya Mbak Firra"
"Hahaha
ia samaan, dikeluarga aku tu cuma aku sama Raffi doang yang kerjaannya
nyasar"
"Hah?
Nyasar gimana mbak?"
"Nih
ya dari kakek aku, adik/abang nya papa, sampe sepupu-sepupu aku pokoknya yang
cowok deh, semuanya itu Pilot nah kalo yang cewek itu semua pramugari, walaupun
cuma dikit sih karna ga tau kenapa sepupu aku hampir semuanya cowok yang cewek
cuma 2 katanya sih dari keluarga mama/papa emang jarang banget ada ceweknya,
mama aku juga Pramugari jadi ya kami berdua ini ga tau kenapa bisa jadi
begini"
"Wih
keren banget mbak, tapi sayang ya anak Papanya mbak ga ada yang jadi
pilot/pramugari"
"Ada
satu kok yang jadi Pilot, si Raffa"
"Kirain
cuma berdua doang Mbak, belum nikah ya mbak? Fotonya ga ada didepan
soalnya"
"Hah?
Raffa mah udah nikah, anak papa sama mama yang belom nikah cuma si Raffi
doang"
"Loh
tapi yang ada diruangan depan itu bukannya Foto pak Raffi ya?"
"Hahaha
pasti mikir itu Raffi ya?" Nagita menganggukkan kepalanya dengan cepat dia
sangat yakin yang ada di foto itu adalah Raffi tidak mungkin dia salah lihat.
"Itu
Raffa bukan Raffi"
"Tapi
Mbak....."
"Aku,
Raffi sama Raffa itu kembar TIGA jadi wajar kalau wajah Raffi sama Raffa itu
sama"
"Hah
TI.GA" Nagita mengacungkan tiga jarinya.
"Mbak seriusan kembar tiga? Tiga mbak? Tanya Nagita tak percaya.
"Mbak seriusan kembar tiga? Tiga mbak? Tanya Nagita tak percaya.
"Hahaha
kamu segitunya banget Ta, ia Tiga yang pertama itu Raffa, Raffi dan terakhir
itu aku"
"Ya
ampun mbak kembar dua aja itu menurut aku itu wow banget ini kembar tiga? Ga
nyangka aja"
"Kamu
berlebihan Ta, kalau dikeluarga dari mama aku itu mah biasa Ta, malah ni ya ta
mama aku itu kembar empat, satu cewek tiga Cowok" ucap Firra sedangkan
Nagita yang mendengarnya hanya bisa melongo tak percaya
Sementara
itu ditempat lain Raffi, Sony dan Arzia tengah fokus membidik agar tembakan
mereka tepat sasaran.
Door...... praangg. Doorr...... pranggg. Doorr.....pranggg
Suara tembakan mereka bertiga terdengar bersahut-sahutan disusul dengan pecahan botol diujung sana yang menjadi sasaran mereka saat ini.
Door...... praangg. Doorr...... pranggg. Doorr.....pranggg
Suara tembakan mereka bertiga terdengar bersahut-sahutan disusul dengan pecahan botol diujung sana yang menjadi sasaran mereka saat ini.
Begitu
terus hingga beberapa kali, mereka bertiga memang terlihat sangat serius, jika
melihat Raffi dan Sony begitu serius menembak memang bukanlah lah hal yang
tabu. Mereka berdua terkenal begitu lihai memainkan senjata apinya itu, timah
panas yang keluar dari pistol yang mereka pegang selalu tepat sasaran. Arzia
juga terlihat lihai dengan pistol yang ada ditangannya sejauh ini belum ada
tembakannya yang salah sasaran.
Saat
langit sudah mulai gelap mereka bertiga pun mengakhiri latihan mereka dan
kembali masuk ke dalam ruangan mereka untuk beristirahat dan mempersiapkan misi
yang akan mereka lakukan tengah malam nanti.
Ditempat
lain Nagita dan Firra tengah menyiapkan makan malm untuk mereka berdua, tak
banyak yang mereka masak menunya pun hanya menu-menu yang mudah, karna Nagita
tak terlalu bisa memasak.
"Ini
kita berdua doang mbak yang makan?" Tanya Nagita
"Ia
Ta kita 2 doang, si Raffi tadi bilang pulangnya sampe larut"
"Sering
gitu ya mbak?"
"Ya
lumayan lah, kadang ga pulang tapi dia sih jarang ga pulang kecuali ada orang
dirumah, udah yuk Ta makan"
Firra
dan Nagita pun memakan makanan yang mereka buat sambil cerita-cerita seputaran
keluarga Firra.
"Berarti
keluarga mbak jarang kumpul dong mbak, pada di awan semua" ucap Nagita.
"Ia
jaraaang banget bisa kumpul semuanya pasti ada aja yang lagi tugas"
"Tapi
mbak pengen deh liat Mbak, pak Raffi sama Raffa itu secara langsung belom
pernah liat anak kembar tiga soalnya hehehe"
Firra
tak langsung menganggapi perkataan Nagita dia diam beberapa saat kemudian
meminum air yang ada didepannya untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba
saja kering
"Raffa
udah ga ada, dia meninggal tiga tahun yang lalu"
Mendadak
suasana menjadi hening, Nagita jadi merasa tidak enak pada Firra.
"Maaf ya mbak, aku ga bermaksud"
"Maaf ya mbak, aku ga bermaksud"
"Ga
papa ko Ta, Raffa meninggal karna kecelakaan pesawat Ta miris ya?"
"Mbak
aku..."
"Gapapa
kok, aku masih bisa liat Raffa kok di Raffi, ya walaupun sifat jauuuuuhhh banget
tetep aja muka mereka sama"
Kemudian
mereka melanjutkan makan malamnya dalam keheningan.
****
Raffi
dan para timnya kini sudah bersiap-siap menjalankan misi mereka, tak ada lagi
seragam polisi berikut dengan segala atribut yang menempel disana, tak ada lagi
tampilan yang menunjukkan bahwa mereka adalah para anggota polisi, semua
terlihat dengan pakaian yang terlihat begitu menawan, lihat saja Raffi yang
menggunakkan kemeja slim fit coklat yang lengannya digulung hingga siku
dipadukan dengan jeans hitam dan sepatu kets membuat tampilan Raffi begitu
berbeda dari biasanya. Tak jauh berbeda dari Raffi, para anggota tim yang lain
juga berpenampilan sebelas dua belas dengan Raffi. Namun yang paling berbeda
dari semuanya adalah tampilan dan dari Arzia dia menggunakan dress hitam diatas
lutut tanpa lengan dipadukan heels bewarna gold yang membuatnya semakin tinggi.
Rambut yang tadinya hanya sebatas leher kini tiba-tiba menjadi panjang digerai
dengan indah hingga mencapai punggungnya.
"Uuuhh
hmm" entah mengapa Azka mendadak salah tingkah hingga mengusap tengkuknya
beberapa kali dan ternyata tak hanya Azka saja yang seperti itu para anggota
tim yang lain pun terlihat sama hanya Raffi yang terlihat acuh namun matanya
menatap pada heels yang dipakai Arzia
"Bisa
lari pakai sepatu seperti itu?" Ucap Raffi menaikkan sebelah alisnya.
"Saya
rasa tidak ada masalah, saya pernah beberapa kali menggunakan sepatu seperti
ini untuk menghajar orang & di saat-saat tertentu ini sungguh
membantu" ucap Arzia.
"seharusnya
dia jadi model bukan polisi, lo sampe ngiler gitu" bisik Sony pada Azka.
"Berisik"
balas Azka.
"Sudah?
Kita harus berangkat sekarang" ucap Raffi.
"Siap
kapten"
Mereka
semua pun bergegas menuju club yang menjadi tempat berkumpulnya Restian dan komplotanny.
"Kita
berpencar, Arzia masuk terlebih dulu menyusup sebagai wanita bayaran disana,
Azka masuk dari masuk dari barat, Sony masuk dari Timur, dua orang akan tetap
berada dimobil unyuk berjaga-jaga saya dan yang lainnya akan masuk lewat depan
satu-persatu. Jangan melakukan tindakan yang mencurigakan, jangan lepas alat
komunikasi kalian apapun yang terjadi" Raffi memberikan para anggotanya
Intruksi sebelum mereka masuk kedalam club itu.
"Siap
kapten" lalu mereka pun satu-persatu keluar dari mobil dan masuk kedalam
sesuai dengan intruksi yang diberikan Raffi tadi
Begitu
Arzia masuk kedalam dia langsung disambut dengan dentuman musik yang dimainkan
oleh DJ yang terlihat begitu lihai dengan berbagai macam alat didepannya, tak
hanya itu bau akohol dan asab rokok menyeruak kemana-mana tak jauh dari tempat
Arzia berdiri para wanita dengan pakaian yang super minim dan ketat
meliuk-liukkan badannya dengan semangat membuat Arzia ingin muntah saat itu
juga. Arzia berjalan kearah meja bar namun belum sampai disana seseorang
melingkarkan tangannya dipinggang Arzia membuat Arzia seketika membalik
kearahnya.
"Kita
ke atas hemm?" Ucap orang itu tepat ditelinga kiri Arzia.
Arzia
menganggukkan kepalanya menyetujui ajakan pria yang sama sekali tk dikenalnya
itu, namun Sony lewat alat komunikasi yang terletak di telinga kanan
memerintahkan Arzia agar mengikuti pria itu karna pria itu termasuk dalam
komplotan itu.
"Arzia
naik ke atas, ikuti dari jarak yang aman" ucap Raffi yang sudah duduk
dimeja bar.
"Siap"
jawab Azka
Ruangan
dilantai atas itu terlihat begitu elegan sangan berbanding dengan yang dibawah
disana Arzia melihat Restian yang berada disudut ruangan bersama seorang wanita
yang berada dipangkuannya, seorang disebelah Restian hanya duduk sambil
menyesap Alkoholnya perlahan terlihat bahwa fikiran orang itu sedang tak berada
disana.
"Mereka
benar diatas, 7 laki-laki" bisik Arzia .
Pria
yang membawa Arzia tadi menyerahkan segelas minuman pada Arzia, Arzia
menerimanya namun enggan meminumnya.
"Arzia
dengarkan saya! JANGAN MINUM APAPUN!" ucap Raffi memperingati Arzia
"Siap,
Restian juga disini" balas Arzia, dia tidak sepolos itu tidak mengetaui
isi minuman itu.
"Tentukan
situasi, agar kami naik" ucap Azka
"Naik
sekarang mereka sibuk ML disini, saya sudah ingin muntah!" Ucap Arzia yang
memang benar adanya dia benar-benar ingin muntah sekarang belum lagi Pria yang
membawanya terus saja memaksa minum dan sesekali menempelkan bibirnya di leher
jenjang Arzia.
"Naik
sekarang, satu persatu!" Titah Raffi yang juga mulai bangkit dari duduknya
menuju keatas.
Bruuugh
"Angkat tangan, ruangan ini sudah dikepung" Ucap Sony dengan lantang begitu pintu yang didobraknya terbuka. Disusul oleh Raffi dan yang lainnya
"Angkat tangan, ruangan ini sudah dikepung" Ucap Sony dengan lantang begitu pintu yang didobraknya terbuka. Disusul oleh Raffi dan yang lainnya
Semua
orang disitu langsung berdiri dari duduknya sambil mengacungkan senjatanya
masing-masing, mereka saling menodongkan senjata satu sama lain dan adu tatap
sengit.
"Letakkan
senjata kalian, menyerahlah" ucap Sony lantang.
"Gerald!"
desis Raffi begitu melihat kearah Orang yang berdiri tepat disamping Restian.
Gerald
tersenyum setan kearah Raffi sambil terus mengacungkan senjatanya kali ini
bukan kearah Sony tapi kearah Raffi, kemudian tatapannya beralih kearah pria
yang membawa Arzia tadi entah apa yang disampaikannya lewat tatapan matanya
namun pria iru langsung menarik Arzia dan menodongkan pisau keleher Arzia.
Pergerakkan
orang itu membuat Raffi dan lainnya lebih berwaspada.
Door...
Gerald
menembakkan pelurunya tepat mengenai botol bir yang berada tak jauh dari Arzia
lalu tersenyum.
"Sekarang
bukan lo doang yang bisa menembak dengan tepat Raffi Adrianta Zeran"
Raffi
mendengus, lalu memerintahkan para anggotanya untuk mulai beraksi melalui sandi
yang dia berikan.
Arzia
yang juga melihat sandi itu langsung menyikut prut pria yang yang membawanya
kemudian memukul tengkuk orang itu tengkuk orang itu dengan sikunya tak hanya
Arzia saja yang bertindak Raffi pun sama Raffi menendang tangan orang yang
berada paling dekat dengannya hingga pistol yang tadinya dipegangnya tercampak
entah kemana. Para anggota Raffi satu-persatu mulai melumpuhkan lawan mereka,
kini Raffi bertatapan langsung dengan Gerald mereka saling melempar tatapan
mematikan.
"Menyerahlah
ini semua sia-sia!" Ucap Raffi.
"Kau
yang membuatnya seperti ini! Sekarang menyingkirlah! Karna LO" Gerald
mengacungkan senjatanya kearah jantung Raffi "yang buat gue jauh dari
Firra"
Dooorr
suara tembakan itu terdengar begitu dekat dengan Raffi karna memang tembakan
itu berasal dari pistol Gerald yang tepat mengenai arah Jantungnya.
Sementara
itu Azka melihat Restian yang berusaha melarikan diri dari pintu lain langsung
menembak kaki Restian agar tak dapat kabur lagi.
"Lo
tau gue ga sebodoh yang lo fikir!" Desis Raffi memberikan pukulan telak
kearah Gerald hingga membuatnya tersungkur dan dengan cepat Raffi langsung
mengamankan Gerald dan membawanya keluar dari klub itu. Begitu juga dengan yang
lainnya mereka juga keluar dengan membawa orang-orang tak berguna itu.....
.
.
NEW PAPER
Part 8
Part 8
"Lembur
lagi niih. Lembuuuur teroooooosss" ucap Azka begitu mereka masuk kedalam
mobil, sedangkan para Komplotan itu dibawa menggunakan mobil lain yang
sebelumnya memang sudah disediakan sebelumnya.
"Dari
tadi juga udah lembur kali ka! Ga nyadar heh?" Ucap Sony dibalik kemudi
"Berisik
kalian berdua, Kapt, Anda ga papa?" Tanya Arzia pada Raffi yang duduk
dibangku depan bersama Sony.
"Ya"
jawab Raffi singkat lalu membuka kemejanya, kemudian membuka baju anti peluru
yang dipakainya sebelum berangkat tadi. Kalau saja tadi dia tak memakai baju
itu mungkin sekarang dia sudah berada dikamar jenazah akibat tembakan Gerald
tadi. Namun tanpa Raffi sadari Arzia sedari tadi terus melihat kearahnya tanpa
berkedip.
"Berharap
kapten topless disini heh? Ga akan!" Ucap Azka ke Arzia
"Hah?
Apaan sih? Enggak aku bukan mikirin itu, cuma mikir kalian semua pake baju anti
peluru ya?" Arzia menepuk perut Azka yang duduk disampingnya.
"Akh tuh kan, Azka pake anti peluru juga. Jadi cuma aku yang ga pake? Kalo tadi aku ketembak gimana?"
"Akh tuh kan, Azka pake anti peluru juga. Jadi cuma aku yang ga pake? Kalo tadi aku ketembak gimana?"
"Ya
salah sendiri pake baju begitu, kalo pake baju anti peluru ya ketauanlah"
Ucap Azka cuek lalu menyenderkan tubuhnya.
"Tumben
tembakanmu tepat Ka biasanya juga meleset" ucap Sony mengalihkan
pembicaraan sambil melirik Azka dari kaca spion.
"Heh
kurang ajar banget ya, aku ga sepayah itu!" Ucap Azka tak terima, ya
malaupun memang dika dibandingkan dengan Sony dan Raffi memang Azka pasti kalah
tapi dia mampu membidik sasarannya dengan tepat walaupun kadang meleset itupun
tak meleset banyak.
"Ya
ya ya. Untung tadi ketembak tu Restian, kalo dia tadi berhasil kabur alamat ga
kelar-kelar ini kasaus" ucap Sony
*****
Setelah
sampai di kantor mereka sumua pun bergegas melakukan pekerjaan mereka
selanjutnya apalagi Azka di benar-benar akan lembur panjang malam ini, karna
dia yang harus memeriksa ketujuh orang-orang itu. Sedangkan Raffi baru
menyelesaikan semuanya pukul 3 pagi tapi dia tetap harus pulang.
"Mau
pulang juga kapt, ga disini aja, nanggung kalo pulang" ucap Sony yang
disetujui oleh Arzia.
"Firra
dirumah sendirian"
"Yaudah
hati-hati kapt"
Raffi
hanya menganggukkan kepalanya kemuadian bergegas menuju parkiran.
"Firra
istrinya kapten ya?"
"Hah?
Bukan, itu kembarannya" jawab Sony acuh lalu menyesap kopinya
Arzia
mengangguk-anggukkan kepalanya lalu tersenyum.
****
"Gigi sayang udah dong nangisnya, kamu tuh harus nge-iklhasin bangTian, kasian dia kalo kamu tangisin gini terus, udah ya sayang" ucap Reta Mama Nagita
"Gigi sayang udah dong nangisnya, kamu tuh harus nge-iklhasin bangTian, kasian dia kalo kamu tangisin gini terus, udah ya sayang" ucap Reta Mama Nagita
"Tapi
ma, hiks hiks bang Tian hiks... dia hiks... ga ada lagi" ucap Nagita
ditengah isak tangisnya. Sambil terus memeluk boneka pemberian Restian
Sudah
seminggu Restian meninggal dunia akibat kebaran namun hingga saat ini Nagita
belum dapat mengikhlaskan kepergian Abangnya itu, dia sudah terbiasa selalu
bersama Restian hingga dia tak sanggup untuk ditinggalkan apalagi seperti ini.
"Dengerin
mama sayang" Reta menangkup wajah Nagita agar mau melihat kearahnya.
"Kamu ga sendiri masih banyak yang sayang sama kamu masih ada mama, papa, Gilang pacar kamu dan masih ada sahabat kamu, Bunga. Kamu ga boleh terus-terusan sedih begini sayang, kamu harus kuat, kamu ga boleh cengeng gini ya sayang"
"Kamu ga sendiri masih banyak yang sayang sama kamu masih ada mama, papa, Gilang pacar kamu dan masih ada sahabat kamu, Bunga. Kamu ga boleh terus-terusan sedih begini sayang, kamu harus kuat, kamu ga boleh cengeng gini ya sayang"
Cukup
lama Nagita terdiam menelaah perkataan sang mama hingga akhirnya dia
mengangguk-anggukkan kepalanya membenarkan perkataan mamanya, ya dia tak boleh
terus seperti ini. Nagita menghapus air matanya lalu memeluk mamanya.
"Maaf-in
Gigi ya ma, mama bener Gigi ga boleh gini terus"
"Ia
sayang kamu harus kuat apapun yang terjadi"
Keesokkan
harinya Nagita mencoba kembali memulai kehidupannya lagi, dia tak lagi
menangisi kepergian Restian. Hari ini Nagita akan pergi ke Appartmen Gilang
pacarnya semenjak meninggalnya Restian, Nagita tak pernah lagi bertemu dengan
Gilang. Sesampainya didepan Appartmen Restian Nagita langsung membuka pintu
dengan sandi yang memang diketahuinya.
Namun
Nagita tak menemukan Gilang diruang tengah, mungkin dia masih tidur mengingat
ini adalah hari minggu Gilang biasa bangun hingga jam 1 siang fikir Nagita.
Nagita pun melangkahkan kakinya kearah kamar Gilang namun suara dari dalam
kamar itu menghentikan langkahnya.
"Gimana
kalau Gigi sampai tau?" Nagita terdiam, dia mengenal suara perempuan itu,
itu suara Bunga sahabatnya dari kecil.
"Ck
ngapain peduliin dia hem? Dia hanya sibuk dengan dunianya sendiri, dia tak
pernah peduli dengan orang lain, jadi kamu jangan fikirin dia honey"
"Tapi
Gilang dia hmmp mmm"
"Jangan
fikirkan dia, dia hanya wanita yang sok suci. Jadi jangan fikirkan dia"
Entah
sejak kapan air mata Nagita mulai mengalir membasahi pipinya yang mulus,
perlahan Nagita membuka pintu kamar itu sambil menahan isak tangisnya namun
ternyata keputusan Nagita untuk membuka pintu adalah kesalahan besar, disana
Nagita melihat Bunga sahabatnya berada dibawah rengkuhan Gilang pacarnya tanpa
sehelai benangpun yang menutup tubuh mereka, Nagita sudah tak tahan lagi dia
kembali menutup pintu kamar itu dengan membantingnya lalu berlari keluar dari
appartmen Gilang.
Nagita
berlari sambil menangis dia tak perduli dengan orang-orang yang memandang aneh
dirinya. Hatinya sudah begitu sakit sangat sakit hingga dia tak tahan lagi. Dia
memukuli dadanya sendiri untuk menghilangkan rasa sakit yang begitu
menyiksanya.
Begitu
melihat Taxi yang lewat, Nagita langsung menaikinya dia tak memperdulikan
pertanyaan sang supir Taxi yang menanyakan tujuannya dia terus menangis,
menangis dan terus menangis dia tak perduli lagi dengan tampilannya yang
benar-benar berantakkan, eyeliner nya sudah luntur hingga kepipinya, maskaranya
pun tak jauh berbeda, Nagita benar-benar tak tahan lagi dengan rasa sakit yang
dirasakannya.
Padahal
awalnya Nagita mengunjungi appartmen Gilang agar Gilang membantunya
mengikhlaskan Restian dan menjalankan kehidupan seperti semula namun yang
didapatnya justru kebalikannnya belum lagi Bunga yang membuat hatinya tambah
terasa sangat sakit.
Ponsel
Nagita berdering nyaring hingga beberapa kali namun dia sama sekali tak
memperdulikannya hingga akhirnya dia jengah sendiri dan mengangkat panggilan
itu.
"Halo
hiks"
"Selamat
siang, kami dari kepolisian, apa Saudari mengenal Saudari Reta Armelia &
saudara Jonathan Denen?" Tanya suara disebrang sana
"I..
iiaa mereka orang hiks.. tua sa saya"
"Orang
tua saudari mengalami kecelakan dan sekarang tengah berada di Rumah Sakit XXX
Apakah saudari bisa segera kemari"
Hening
tak ada suara lain, selain isak tangis pilu dari Nagita.
"Kenapa? Kenapa seperti ini Ya Allah ? Kenapa aku harus mendapat cobaan seperti ini ya Allah? Kenapa? Kenapa?" Jerit Nagita dalam hatinya.
"Kenapa? Kenapa seperti ini Ya Allah ? Kenapa aku harus mendapat cobaan seperti ini ya Allah? Kenapa? Kenapa?" Jerit Nagita dalam hatinya.
Entah
kebetulan atau apa Taxi yang ditumpangi Nagita melewati Rumah sakit yang
desebutkan pihak kepolisian tadi, Nagita langsung meminta diturunkan disitu dan
dengan cepat mebayar argo taxi tersebut.
Setelah
menanyakan dimana keberadaan orang tuanya, Nagita langsung menuju kesana dengan
tangis yang tak mau berhenti walaupun Nagita sudah berusaha menahannya. Sedikit
lagi saat Nagita akan tiba diruangan orangtuanya,pintu ruangan itu terbuka lalu
keluar seorang suster dengan membawa seorang pasien yang tak sadarkan diri,
suster itu berjalan dengan cepat. Nagita mendekati suster itu dan begitu
terkejut mendapati papanyalah yang berbaring tak sadarkan diri disana,
luka-luka terlihat jelas disekujur tubuhnya.
"Sus
apa hiks apa yang hiks hiks sama papa saya hiks"
"Bapak
ini harus segera dioperasi, permisi" ucap Suster itu melanjutkan
langkahnya.
Saat
Nagita akan mengikutinya pintu ruangan tadi kembali terbuka seorang suster
keluar dari ruangan itu kali ini membawa seseorang yang seluruh tubuhnya sudah
ditutupi kain putih, Nagita berusaha mengenyahkan pemikirannya tentang
kemungkinan kalau orang yang berada disana adalah mamanya, namun rasa penasaran
mengalahkan semuanya Nagita membuka kain putih itu dan yang dilihatnya
selanjutnya adalah kenazah sang mama yang begitu disayanginya.
Nagita
menggelengkan kepalanya dengan kuat "enggak! Enggak mama saya madih hidup!
jangan ditutup! Mama saya masih hidup! MAMA SAYA MASIH HIDUP!! Cepat tolong
mama saya!" Nagita mengguncang-guncangkan tubuh suster tadi sambil
menangis dan merancau tak jelas dan lama-kelamaan mulai kehilangan
kesadarannya.
Raffi
baru tiba pukul 4 pagi dirumahnya, dua benar-benar sangat lelah sekarang. Dia
ingin segera masuk kekamarnya dan mengistirahatkan tubuhnya namun saat dia
melewati kamar Nagita dia mendengarkan suara tangisan di ikuti jeritan. Raffi
mengetuk pintu kamar itu namun hanya jeritan dan tangisan yang didengarnya.
Karna takut terjadi sesuatu Raffi langsung membuka pintu kamar itu yang memang
tak terkunci.
"Maaa Mamaaaa hiks Mamaaaaaaaaa" teriak Nagita madih dalam keadaan tertidur keringat yang membanjiri seluruh tubuhnya
"Maaa Mamaaaa hiks Mamaaaaaaaaa" teriak Nagita madih dalam keadaan tertidur keringat yang membanjiri seluruh tubuhnya
"Ada
apa?" Tanyanya yang masih berdiri didepan pintu.
Nagita
tarus menangis dan merancau memanggil orang tuanya, masih dalam keadaan
tertidur
Karna
bingung Raffi mendekat kearah Nagita yang terus saja merancau memanggil mama
dan papa nya.
Rafi
menangkup bahu Nagita dan sedikit mengguncangkannya untuk menyadarkan Nagita.
"Hey tenang lah!" Ucap Raffi dengan nada memerintah.
"Aakkhh
Ma hiks mamaaa"
"Hey
lihat saya! Sadarlah!" Kali ini Raffi menangkup wajah Nagita agar bangun
dan melihatnya.
Perlahan
Nagita membuka matanya dan langsung memeluk Raffi begitu erat.
"Pa jangan tinggalin aku pa, aku mohon hiks.... Pa"
"Pa jangan tinggalin aku pa, aku mohon hiks.... Pa"
Raffi
yang dipeluk Nagita secara tiba-tiba hanya terdiam tanpa membalas pelukan
Nagita. Dia bingung harus bereaksi bagaimana sekarang.
"Pa
mama pa, mama hikss" suara Nagita terdengar begitu parau namun semakin
lama semakin memelan.
Raffi
tak bergerak sedikitpun dia hanya diam seperti patung enggan untuk bergerak
apalagi menyingkirkan Nagita dari pelukannya padahal biasanya Raffi paling anti
jika dipeluk-peluk seperti ini oleh wanita kecuali Firra, Raffi seakan
menikmati pelukan Nagita walaupun Raffi tahu Nagita menganggap dirinya Papa
Nagita.
Beberapa
saat kemudian Raffi dapat merasakan deru nafas Nagita yang mulai teratur
disusul suara dengkuran halus. Perlahan Raffi melepaskan pelukkan Nagita dan
membaringkan Nagita agar dia bisa tidur lebih tenang. Saat Raffi akan pergi
Nagita menahan tangan Raffi.
"Pa
jangan pergi, jangan tinggalin aku" ucap Nagita menggenggam tangan Raffi
dengan begitu erat.
Beberapa
kali Raffi mencoba melepaskan tangannya dari Nagita namun sepertinya sia-sia,
akhirnya Raffi duduk dilantai dan membiarkan tangannya digenggam oleh Nagita.
Awalnya Raffi hanya diam menatap Nagita namun lama-kelamaan dia mulai mengantuk
dan akhirnya tertidur dengan posisi yang sangat tak nyaman. Raffi tidur dengan
posisi duduk, menyenderkan kepalanya pada tempat tidur Nagita dan membiarkan
tangannya tetap di genggam oleh Nagita.
****
"Ta...
Nagita" Firra mengetuk-ngetuk pintu kamar Nagita yang terbuka sedikit.
"Taaa, mbak masuk yaa?" Ucap Firra karna tak ada jawaban dari Nagita.
"Taaa, mbak masuk yaa?" Ucap Firra karna tak ada jawaban dari Nagita.
"Ya
ampun Ta, ayo bangun udah pagi ini" ucap Firra begitu masuk kekamar Firra
Nagita
mengerejabkan matanya beberapa kali, mencoba untuk membuka matanya dwngn
sempurna. "Hmmmmm" gumam Nagita lalu duduk dengan kepala menghadap
Firra yang masih berdiri didekat pintu.
"Maaf
ya mbak, aku lama bangunnya"
"Ia
gapapa, tapi kamu kenapa kelihatan capek banget gitu sih Ta?"
"Ia
nih ga tau kenapa kaya capek banget gitu mbak" Nagita akan membuka
selimutnya namun dia baru menyadiri kalau dia menggenggam sesuatu.
"Eh?"
"Kenapa
Ta?" Firra pun mendekat kearah Nagita karna penasaran karna Nagita yang
terus melihat kebawah.
"Heh?
Raffi? Kalian?" Mata Firra tertuju pada tangan Nagita yang menggenggam
tangan Raffi.
"Hmm
mbak, ini ga kaya yang mbak fikirin, ini... ini" Nagita bingung harus
menjelaskan apa pada Firra karna dia sendiri masih bingung kenapa dia bisa
menggenggam tangan Raffi seperti ini.
Sedangkan
Raffi terus saja tidur seakan tak terganggu oleh apapun.
"Raffiiiiiiiii!!"
Teriak Firra membahana didalam kamar Nagita.
"Firraaa
jangan berisik! Sebentar lagi gue turun" ucap Raffi tanpa membuka matanya
Firra
yang mendengar itu hanya diam sambil bedecak pinggang menatap Nagita dengan
tatapan minta penjelasan.
"Aku...
aku bener-bener ga ngerti mbak, aku juha binggung" ucap Nagita sedikit
takut dan segera melepaskan genggamannya pada Raffi.
"Diam
disitu sampai Raffi bangun" ucap Firra pada Nagita saat melihat Nagita
akan beranjak dari kasurnya.
"Tapi
mbak pak Raffi belum bangun"
"Dia
bilang sebentar lagi dia akan turun berarti sebentar lagi dia bangun"
Nagita
pun hanya diam menundukkan kepalanya sambil terus mengingat-ingat kenapa Raffi
bisa dikamar ini dan bagaimana pula ceritanya sampai dia menggenggam tangan
Raffi. Dan benar saja belum sampai lima menit Raffi perlahan membuka matanya
dan merenggangkan otot-ototnya sambil memberikan tatapan bingung pada Firra dan
Nagita.
"Udah
bangun? Sekarang jelasin sama gue apa-apan ini?" Ucap Firra menatap sengit
kearah Raffi yang masih duduk dilantai.
"Apanya?"
Tanya Raffi mengusap wajahnya kasar.
"Kenapa
lo bisa disini heh?"
Raffi
melihat sekelilingnya dan baru sadar kalau dia tak berada dikamarnya melainkan
dikamar tamu yang ditempati Nagita dan dalam sekejap pula dia mengingat
kejadian semalam.
"Gue
mau mandi lalu kekantor nanti gue jelasin" ucap Raffi dan bangkit dari
duduknya.
"Raffi
ini HA.RI.SAB.TU!!!" Ucap Firra penuh penekanan.
"Ada
kasus ya........"
Hmmmpp
hmmpp Firra menutup mulutnya karna tiba-tiba merasa begitu mual, dengan cepat
Raffi berdiri disamping Firra dan memapahnya menuju kamar mandi.
Huuuwleek
huuwlleekk begitu berada dikamar mandi Firra memuntahkan seluruh isi perutnya
hingga dia merasa begitu lemas. Raffi yang berdiri dibelakang Firra dengan
telaten memijat pelan tengkuk Firra.
"Sudah?"
Tanya Raffi pelan lalu Dijawab dengan anggukan lemah oleh Firra.
Raffi pun menuntun Firra keluar dari kamar mandi dengan perlahan lalu membantu Firra duduk ditempat tidur Nagita.
Raffi pun menuntun Firra keluar dari kamar mandi dengan perlahan lalu membantu Firra duduk ditempat tidur Nagita.
Nagita
menyodorkan air hangat untuk Firra yang fia ambil saat Firra dikamar mandi
tadi.
"Diminum dulu mbak" ucap Nagita membantu Firra minum
"Diminum dulu mbak" ucap Nagita membantu Firra minum
"Makasih
ya Ta" Firra tersenyum lemah.
"Lo
udah sarapan?" Tanya Raffi yang dijawab gelengan lemah oleh Firra.
"Kenapa?
Harusnya lo tu sarapan dulu"
"Ini
masih setengah tujuh Raffi! Tadinya mau ngajakin sarapan bareng tapi.."
"Jangan
mikir macem-macem, udah istirahat aja, Nanti sarapannya dipesan aja lo ga usah
masak, Gue siap-siap dulu" Raffi bangkit dari duduknya kemudian keluar
dari kamar Nagita.
Kini
Nagita menduduki tempat yang diduduki Raffi tadi dengan sungkan.
"Maaf ya mbak gara-gara aku jadi gini" Nagita menunduk takut.
"Maaf ya mbak gara-gara aku jadi gini" Nagita menunduk takut.
"Ngapain
minta maaf sih Ta? Aku ga papa kok, belakangan ini emang aku sering mual-mual
kalo pagi"
"Tapi
mbak..."
"Udah
jangan ngerasa bersalah gitu, aku rada aneh ya orang tuh diawal kehamilan yang
mual-mual, lah aku udah masuk bulan ketiga baru mual-mual" ucap Firra
tersenyum menenangkan Nagita.
"Udah
aku gapapa, gih sana mandi setelah itu kita sarapan bareng" ucap Firra
lagi.
Nagita
pun mengikuti perkataan Firra dan langsung beranjak menuju kamar mandi.
****
"Pagi
kapten" Sapa Arzia begitu Raffi tiba dikantor.
"Pagi"
jawab Raffi kemudian langsung masuk kedalam ruangannya diikuti Arzia dan
anggota timnya yang lain.
"Lapor
kapt, ini hasil pemeriksaan semalam" Azka memberikan sebuah map ke Raffi.
Raffi
langsung membacanya dengan seksama dan sesekali menyeritkan keningnya.
"Pelaku
utama belum kita temukan, ini membuktikan bahwa komplotan itu sudah begitu
besar dan banyak orang yang terlibat didalamnya, kita tinggal sedikit lagi
untuk menangkap pelaku utamannya. Dan saya harap kamu Azka bisa terus mendesak
mereka membuka siapa pelaku utama dalam kasus ini" Ucap Raffi
"Siap
kapten" jawab Azka tegas.
"Arzia
bagaimana hasil pemeriksaan mereka? Apa mereka semua positif menggunakan
Narkoba?"
"Siap
kapt, enam diantara tujuh orang-orang tersebut positif menggunakan Narkoba
sedangkan satu orang dinyatakan Negatif" jelas Arzia
"Siapa?"
"Gerald
Seka Dirnata"
Raffi
mengangguk-anggukkan kepalanya entah apa yang difikirkanny namun kemudian
menanyakan keberadaannya. "Dimana dia sekarang?"
"Di
sel tahanan khusus, kapten"
"Baik,
lanjutkan pekerjaan kalian"
"Siap
kapten" lalu mereka pun membubarkan diri.
Tak
hanya para bawahannya saja yang keluar, Raffi pun ikut keluar dari ruangannya
menuju sel tahanan tempat Gerald berada, sesampainya disana Raffi kepada
penjaga untuk memberikannya waktu berbicara kepada Gerald.
Sekarang
Raffi dan Gerald sudah duduk berdua di tempat biasa para tahanan menerima
kunjungan. Disana hanya ada mereka berdua karna ini memang bukan waktu
kunjungan. Mereka berdua duduk saling berhadapan dan melemparkan tatapan
mematikan, jika tatapan mata bisa melukai tubuh secara nyata mungkin saat ini
tubuh mereka sudah dipenuhi sayatan-sayatan. Tak ada yang memulai pemibicaraan
hingga 10 menit mereka hanya diam hingga Raffi mengeram kesal.
"Apa
yang membuatmu sebodoh ini!!!" Geram Raffi tertahan.
"Lo!
Lo yang buat gue seperti ini" Gerald tersenyum sinis kearah Raffi
"Itu
semua keputusan Firra, dia yang memilih Abian...."
Ciihh
Gerald meludah kesamping lalu menatap bengis kearah Raffi
"Jangan sebut nama baj*ng*n itu didepan ku!" Desis Gerald.
"Jangan sebut nama baj*ng*n itu didepan ku!" Desis Gerald.
"Itu
salah lo sendiri, Lo ga pernah ngungkapin apa yang lo rasain ke Firra"
"Tapi
lo tau, lo tau perasaan gue sama Firra sejak kita SMP Raffi. SE.JAK S.M.P dan
lo sama sekali tidak ngebantu gue sedikit pun dan yang lebih parah lagi lo
memyetujui hubungannya sama si brengs*k itu! Dia brengs*k Raffi dia Baj*ng*n
dan lo tau itu! Tapi lo ga ngelakuin apa-apa!"
"Tapi
itu tidak ada hubungannya dengan keterlibatan Lo dikasus ini"
"Dengan
gue gabung disini, gue ngedapetin semua yang gue mau, gue bisa keluar dari
rumah sakit jiwa itu, gue masih tetap bisa ngawasin Firra, gue bisa ngawasin
Baj*ng*n itu, gue bisa ngelenyapin dia dan ngerut Firra darinya"
"Lo
GI.LA!!" Bentak Raffi
"Dan
lo turut andil di dalamnya. Kalau aja lo bantuin gue, kalau aja lo ga setuju
sama pilihan Firra ini semua ga akan terjadi! Dan janin yang dikandungan Firra
sekarang itu anak Gue! BUKAN ANAK DIIAAA" Gerald menarik kerah baju untuk
meluapkan emosinya wajahnya sudah memerah mungkin akibat aliran darahnya yang
langsung mendidih jika membicarakan ini.
"Hey!
Lepaskan tanganmu Bodoh!" Bentak Sony yang kebetulan lewat ditempat itu,
saat Sony akan menyingkirkan tangan Gerald, Raffi mengangkat tangannya untuk
menahan Sony dan menyuruh Sony meninggalkannya lewat gerakan tangannya pula.
Gerald
melepaskan cengkramannya pada Raffi secara kasar dan kembali duduk dengan nafas
terengah.
"Sadarlah
rald, Firra bukan jodoh mu. Masih banyak wanita diluaran sana yang bisa lo
jadiin pendamping. Dia sudah milik orang lain"
Gerald
kembali meludah lalu metap Raffi dengan tatapan tak terbaca.
"Lo gampang ngomong gitu Fi, lo ga ngerasain rasanya jadi gue lo ga pernah tau! Lo ga ngerasain Fi"
"Lo gampang ngomong gitu Fi, lo ga ngerasain rasanya jadi gue lo ga pernah tau! Lo ga ngerasain Fi"
Raffi
menghela nafas panjang, dia memang mengetahui bahwa Gerald menyukai kembarannya
sejak masih SMP namun dia memang tidak pernag mau ikut campur dengan percintaan
kembarannya baik Firra ataupun Raffa baginya itu adalah masalah pribadi mereka
masing-masing namun dia tak tau kalau sampai begini akhirnya.
"Gue
bakal bawa Firra kesini buat nemuin lo, tapi cuma sebatas bicara biasa tidak
lebih"
Mata
Gerald langsung berbinar senang, melihat itu Raffi hanya mendecak sebal
bagaimana bisa sahabatnya itu berbuat segila dan sejauh ini hanya karna
mencintai kembarannya.
***
Sementara
itu dirumah Firra dan Nagita disibukkan dengan mengurus taman rumah Firra.
Sebenarnya yang bekerja hanya Nagita karna sedari tadi Firra hanya
melihat-lihat karna tak tau harus melakukan apa namun saat Nagita akan memegang
Bunga Anggrek ungu Firra dengan cepat menahannya.
"Yang
itu ga usah Ta, nanti Raffi marah"
"Hah?
Kenapa mbak?" Tanya Nagita bingung.
"Ya
jangan aja, ga ada boleh nyentuh bunga itu selain Raffi dan Mama, bahkan Papa
sekalipun ga pernah nyentuh bunga itu"
Nagita
mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian kembali bertanya.
"Mamanya
Mbak tugas juga ya?" Tanya Nagita karna seingatnya Mama Firra adalah
pramugari.
Firra
tak langsung menjawab kemudian tersenyum lemah "Mama udah ga ada" lirihnya.
"Maaf
mbak, aku...."
"Ga
papa, udah akh kita masak aja ya, tadi Raffi bilang jam makan siang dia pulang,
sekarang udah jam 11 yuk buruan" Firra bangkit dari duduknya dan
membersihkan celana bagian belakangnya karna mereka hanya duduk direrumpuntan. Nagita
pun mengikuti yang dilakukan Firra kemudian mereka masuk kedalam.
☆☆☆
Raffi
tiba dirumah tepat pukul satu, dia masuk dan langsung menanggalkan jaketnya dan
hanya menyisakan V-neck hitam yang pas dibadannya.
"Kenapa
belum makan?" Ucap Raffi begitu melihat belum ada yang memakan makanan
yang ada dimeja makan.
"Nungguin
lo lah, kenapa ganti baju?" Ucap Firra mengingat saat pergi tadi Raffi
menggunakan pakain dinasnya.
"Gerah,
udah sekarang makan" lalu mereka bertiga pun makan dalam diam hingga
selesai Firra baru membuka suara.
"Semalam
pulang jam berapa?" Tanya Firra ke Raffi.
"Jam
4"
"Gimana
ketangkep?"
"Ya,
dan salah satu dari mereka ingin ketemu ama lo"
"Hah?
Gue?" Firra menunjuk dirinya sendiri bingung "buat apa? Gue ga mau
berurusan sama gitu-gituan"
"Terserah"
ucap Raffi pada Firra kemudian menatap kearah Nagita yang menundukkan kepalanya
"dan Restian juga tertangkap"
Nagita
langsung menatap Raffi dengan tatapan tak percaya.
"Sudah
jangan difikirkan" Raffi mengibaskan tangannya dan bersiap meninggalkan
meja makan namun suara Firra mengintrupsinya.
"Mau
kemana heh? Duduk" Firra menunjuk Raffi jari telunjuknya yang lentik.
"Apa
lagi?"
"Du.duk!
Lo belom ngejelasin soal yang tadi pagi!" Ucap Firra sambil menyipitkan
matanya kearah Raffi dan jari telunjuknya masih menunjuk kearah Raffi.
Raffi
pun akhirnya kembali duduk menyenderkan tubuhnya dikursi, sungguh dia sangat
lelah sekarang dia hanya tidur kurang dari tiga jam dan harus kembali berkutat
dengan pekerjaannya dan sekarang apa lagi ini?
"Jelaskan?"
Ucap Firra menatap Nagita dan Raffi bergantian minta penjelasan
Raffi
menghela nafas lalu menceritakan semua hingga dia bisa tertidur disana. Nagita
yang mendengarnya membuka mulutnya tak percaya dia memang ingat kalau dia
memimpikan orang tuanya tapi dia sama sekali tidak ingat memeluk Raffi, bahkan
sampai menahan Raffi agar tak meninggalkannya, ini gila! Batin Nagita.
Firra
yang sedari tadi menahan nafas entah karna apa kini perlahan menghembuskan
nafasnya menatap Nagita dengan tatapan yang sulit dimengerti ada kilatan
kesedihan disana, dia memang tak mengetahui dengan jelas apa yang dimimpikan
tapi Firra tau pasti mimpi itu sangat buruk melihat dari mimik wajah Nagita.
"Maaf
ya pak, saya beneran ga sadar, maaf ya pak" ucap Nagita, dia menjadi tak
enak dengan Raffi.
"Bukan
masalah, sudahlah" Raffi bangkit dari duduknya dan berlalu menuju
kamarnya.
"Udah
Ta, ga usah ga enak gitu, Raffi gapapa kok. Kalau dia marah pasti udah marah
dari tadi pagi" ucap Firra sambil tersenyum kearah Nagita.
"Aku
cuma ga enak mbak, gara-gara aku pak Raffi tidurnya dilantai sambil duduk
lagi"
"Udah
gapapa, Raffi bahkan pernah tidur sambil berdiri jadi jangan difikirin ya. Ya
udah kamu istirahat gih, dari pagi kan kita udah capek banget biar piringnya
bibi yang bersihin"
Nagita
pun mengiyakan perkataan Firra kemudian mereka beranjak kekamar masing-masing.
Namun bukannya kekamarnya Firra malah masuk kekamar Raffi. Raffi yang baru saja
akan memejamkan matanya mendengus sebal.
"Apalagi
FIR.RA ?"
"Hehe
lo mau tidur ya?" Bukannya menjawab pertanyaan Raffi, Firra malah balik
bertanya membuat Raffi berdecak kesal.
Firra
duduk di pinggir tempat tidur Raffi dan menatap kembarannya dengan intens
"Lo
suka sama Nagita ya?" Ucap Firra tanpa tendeng alih-alih.
Raffi
membulatkan matanya seketika mendengarkan penuturan kembarannya itu.
"Jangan ngaco!" Raffi menutup wajah dengan bantal dan memunggungi Firra.
"Jangan ngaco!" Raffi menutup wajah dengan bantal dan memunggungi Firra.
"Tuh
kan! Kalo engga ngapain lo gini? Biasanya gue ledekin lo biasa aja" namun
Raffi hanya diam tak memperdulikan Firra yang menurutnya ngaco.
"Lo
juga kenapa peduli banget sama dia, ngelindungi dia sampe bawa kesini, biasanya
ga pernah. Gue tau lo ngederin gue Raffi ga usah pura-pura tidur."
"Raffi
kalo lo suka sama Nagita ga papa kok, nanti gue bantuin ngedeketin lo sama dia
tapi jujur dulu sama gue"
Raffi
tak menanggapi perkataan Firra dia masih dalam mode pura-pura tidur.
"Tapi
ya Fi gue tetap ga suka lo masuk kamar dia sembarangan, kalo lo tadi subuh
khilaf trus ngapa-ngap...."
"Gue
bilang jangan ngaco! Udah sanah keluar" Raffi bangkit dari tidurnya dan
mendorong Firra pelan agar keluar dari kamarnya.
"Jangan
bilang lo sempat mikir gitu tadi pagi"
"Firra
keluar!" Raffi dengan cepat mengunci pintu kamarnya dan menggerutu tak
jelas.
NEW PAPER
Part 9
Part 9
"Taa,
kamu tidur ga?" Firra mengetuk pintu kamar Nagita
"Engga
kok mbak, masuk aja" sahut Nagita dari dalam
Firra
pun masuk ke dalam kamar dan menghampiri Nagita yang tengah duduk dilantai
dengan kertas origami yang berserakan didepannya.
"Lagi
ngapain Ta?" Tanya Firra ikut duduk dilantai bersama Nagita.
"Ini
mbak lagi nyoba bikin yang lucu-lucu gitu dari origami buat diajarin sama
anak-anak nanti"
"Ini
bagus Ta, kaya kupu-kupu beneran gitu"
"Mbak
mau buat?" Tawar Nagita sembari menyodorkan selembar kertas origami
"Mau
sih Ta, tapi dari dulu mah aku ga pernah bisa bikin begian gagal terus"
"Di
coba dulu mbak" bujuk Nagita.
Firra
pun akhirnya mengambil kertas yang diberikan Nagita dan mengikuti Nagita
melipat-lipat kertas itu dengan serius. Namun setelah selesai hasil Nagita dan
Firra terlihat sangat berbeda. Kupu-kupu kertas milik Nagita terlihat seperti
aslinya sedangkan milik Firra, uh dia sendiri juga tidak bisa menjabarkannya.
"Tuh
kan Ta, aku ga bisa" Firra memanyunkan bibirnya kesal sedari dulu dia
memang paling tidak bisa mengerjakan yang seperti ini.
"Tapi
ini lumayan kok mbak hehe"
"Boongin
aku heh?"
"Hehehe"
Nagita hanya tertawa saja menimpali perkataan Firra.
"Akh
ia Ta, bentar ya ada yang mau ambil bentar ya" ucap Firra langsung keluar
dari kamar Nagita.
Sekitar
sepuluh menit kemudian Firra kembali dengan kotak yang cukup besar hingga
menutupi separuh tubuhnya. Melihat itu Nagita langsung bangkit membantu Firra
yang sebenarnya sama sekali tidak terlihat kesusahan.
"Aduh
mbak, bawa apaan sih? Mbak kan lagi hamil jangn ngangkat yang gitu-gitu"
ucap Nagita meletakkan kotak besar itu di lantai.
"Ga
papa ko ta, jangn kaya Raffi gitu. Lagian ini ga berat kok isinya kertas
semua" ucap Firra sembari membuka kotak itu perlahan.
"Nih
banyak hasil origami Ta"
"Ya
ampun banyak banget mbak, keren-keren lagi" mata Nagita menelisik semua
hasil origami didalam kotak itu dengan mata berbinar.
"Ini
siapa yang buat mbak?" Tanya Nagita tanpa mengalihkan pandangannya.
"Ini
yang buat Mama, Anya istrinya Raffa, sama Raffa juga, mereka jago banget buat
beginian"
"Keren-keren
banget ini Mbak, aduh aku boleh minta ga?" Tanya Nagita.
"Boleh
kok Ta, ambil aja kamu mau yang mana"
"Makasih
mbak, aduh Mama nya Mbak kreatif banget ya"
"Wah
kalo mama mah udah jangan ditanya lagi, kalau dirumah ini mah cuma segini tapi
kalo rumah yang di Jakarta tuh penuh ama beginian sampe kadang Raffi tuh BT
sangkin banyaknya. Tapi nih ya Ta, Raffi tuh lucu kalo lagi misuh-misuh gitu
jarang banget sih liat dia gitu, tapi beneran deh itu lucu banget" ucap
Firra sambil tertawa sambil membayangkan wajah Raffi
"Misuh-misuh
gimana mbak?"
"Ya
gitu dia ngegrutu-grutu gitu, tapi nanti kalo ditanya dia diem aja gitu dan diemnya
itu bisa sampe seminggu"
"Yah
berarti kalo ngambek ribet ya mbak"
"Ya
gitu deh, oia Ta kamu umurnya berapa sih? Sekitaran 20-an gitu ya?"
"Aku
udah tahun ini 25 mbak"
Firra
ber oh ria "berarti beda 6 tahun ya, hmmm masih pantes lah ya ga ampe 10
tahun" Firra mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum penuh arti
"Beda
6 tahun sama siapa mbak?" Tanya Nagita bingung
"Hah?
Ooh engga, itu aku sama kamu beda 6 tahun hehehe" Firra gelagapan menjawab
pertanyaan Nagita.
"Udah
punya pacar Ta?"
Nagita
terdiam sesaat, dia kembali mengingat bagaimana pacarnya berselingkuh dengan
sahabatnya sendiri dan itu membuat Nagita begitu membencinya.
"Engga mbak" jawab Nagita kemudian
"Engga mbak" jawab Nagita kemudian
"Lagi
deket sama siapa gitu ga ada Ta?"
"Engga
mbak, kok jadi nanyain itu sih?" Tanya Nagita.
"Engga
papa Ta, cuma nanya aja. Oh ia Ta aku mau tanya sama kamu Raffi itu menurut
kamu gimana sih Ta? Jangan mikir gimana-gimana loh aku cuma nanya doang, abis
heran kenapa sih ga ada cewek yang nempel sama Raffi dari dulu"
"Ya
pak Raffi baik kok mbak, kalo sekali liat gitu juga pasti banyak yang suka
mbak, cuma kaya susah dijangkau gitu mbak jadi mungkin mereka cuma mengagumi
doang tanpa berniat ngedeketin, lagian gengsi juga sih mbak kalau cewek
ngedeketin duluan, pak Raffinya juga cuek gitu" jawab Nagita panjng lebar
"Ia
juga sih Ta, pantes dia ga nikah-nikah sampe sekarang. Tapi nih ya Ta kalo kamu
sendiri gimana sama Raffi?"
"Hah?"
"Ia
kamu gimana sama Raffi?"
"Ya
ga gimana-mana mba"
"Yakin?"
Firra menaik-naikkan alisnya menggoda Nagita
"Yakin
lah mbak, mbak apaan sih?" Nagita menundukkan kepalanya melihat kearah
origami-origami yang lucu-lucu itu untuk mengendalikan dirinya yang tiba-tiba
menjadi gugup
"Kalau
Raffi suka sama kamu gimana Ta? Kamu mau ga sama Raffi?" Tanya Firra
"Apaan
sih mbak?" Ucap Nagita lebih terdengar seperti bisikkan. Entah kenapa
pipinya menjadi panas, Nagita yakin sekarang pipinya sudah semerah tomat.
"Lah
kok blushing gitu ta?"
Nagita
semakin menundukkan kepalanya mendengar perkataan Firra yang disusul dengan
tawa kecilnya.
☆☆☆☆☆
Hari
ini mungkin menjadi hari terpuas untuk Firra karena berhasil menjahilin
kembarannya yang selama ini selalu susah untuk dijahilinya. Firra
mengingat-ingat kejadian tadi siang saat dia mengganggu Raffi kemuadian
mengganggu Nagita dan berhasil membuat pipi Nagita semerah tomat karna ulahnya.
Merasa belum puas mengganggu Raffi malam ini Firra berniat untuk kembali
membuat Nagita merona namun kali ini didepan Raffi. Firra sudah memikirkan hal
ini sejak dia mengganggu Nagita siang tadi dan sekarang dia akan menjalanjan
rencananya.
Setelah
selesai makan malam mereka bertiga berkumpul diruang TV karna permintaan Firra,
Firra beralasan dia sedang tidak mau sendirian dan juga sedang kangen dengan
kembarannya itu. Alasan kedua Firra membuat Raffi mendengus kesal mereka
bertemu setiap hari apa yang harus dirindukan? Pikirnya. Namun Firra bersikeras
agar tak ada yang sibuk dengan urusannya sendiri malam ini.
Firra
dan Nagita duduk disofa yang berada diruang TV sedangkan Raffi tiduran dibawah
dialaskan karpet dengan posisi terlentang sambil membaca berita online di
ponselnya, dia malas menonton acara TV yang ditonton kedua orang diatas yang
menurutnya tak begitu penting.
"Fi
besok kan minggu kita jalan-jalan ya? Kemanna gitu Fi" ucap Firra
menenda-nendang kecil kaki Raffi yang tepat dibawahnya
"Emmm"
Raffi hanya bergumam menjawab permintaan Firra
"Mau
kan Fi? Jangan cuma emmm emmm doang!"
"Sama
Nagita aja" jawabnya acuh.
"Ia
sama Nagita juga jadi kita bertiga perginya. Biar sekalian lo bisa PDKT sama Nagita
Fi"
"Ukhuk
ukhuk ukhuk" Nagita tersedak cemilan yang sedari tadi dimakannya.
"Ya
ampun Ta, pelan-pelan" Firra menepuk-nepuk pundak Nagita
Raffi
mendengus tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya lalu berujar
"dikasih minum Fir, bukan dipukul-pukul"
'Tuh
kan matanya banyak' batin Nagita namun masih terbatuk-batuk
"Hah?
Ia" Firra mengambil minum entah milik siapa yang berada dimeja kecil tepat
disebelahnya lalu memberikannya pada Nagita masih terbatuk-batuk.
Nagita
langsung meminum minuman yang diberikan hingga tandas kemuadin menghapus air
matanya yang keluar karna tersedak ucapan Firra tadi.
"Kamu
kalau makan pelan-pelan Ta, sampe nangis gitu gara-gara kesedak" Ucap
Firra
"Maaf
mbak" ucap Nagita lalu melirik Raffi yang sam sekali tak peduli.
Setelah
memastikan Nagita tak apa-apa, Firra kemabali menyenderkan tubuhnya dan
menendang-nendang kaki Raffi lagi. "Mau kan Fi?"
"Males
Fir, lagian mau kemana?"
"Ya
kemana aja asal jangan dirumah bosan Fi" ucap Firra berbohong. Sebenarnya
dia lebih suka diam dirumah bercanda bersama keluarganya atau menghabiskan
seharian penuh dikamar. Dari pada keluar hanya sekedar jalan-jalan baginya itu
sangat melelahkan namun ini dilakukannya demi mendekatkan kedua orang saat ini
berada didekatnya yang sama-sama tak menyadari perasaan mereka masing-masing.
Sejak
awal Firra sudah menduga kalau kembarannya itu mempunyai rasa yang berbeda
dengan Nagita, dari cara dia menatap dan berbaik hati mau menolong Nagita.
Namun kembarannya itu terlalu bodoh untuk menyadari hal itu membuat Firra gemas
sendiri. Firra mengenal Raffi sedari kandungan dia tau semua tentang Raffi dan
daripada kedua kembarannya Firra lah yang paling peka terhadap perasaan
sesorang berbanding terbalik dengan Raffi yang sangat-sangat tidak peka.
Tak
jauh dari Raffi, Firra juga dapat melihat rasa ketertarikan Nagita pada Raffi
namun Firra rasa sesuatu hal membuat Nagita menutup dirinya untuk orang lain
terutama laki-laki.
"Kita
dirumah aja, lo juga ga boleh capek-capek" ucap Raffi
"Ia
mbak, kasian dedenya kalau mbaknya capek" ucap Nagita yang sedari tadi
hanya diam.
"Tapi
Fiiii......"
Belum sempat Firra melanjutkan perkataannya Raffi memberikannya tatapan mematikan yang berhasil membuat Firra mendecak sebal.
Belum sempat Firra melanjutkan perkataannya Raffi memberikannya tatapan mematikan yang berhasil membuat Firra mendecak sebal.
"Ya
udah deh gue kamar dulu, ntar lagi balik jangan ada yang bergerak" ancam
Firra lalu bergegas menuju kemarnya.
Raffi
dan Nagita hanya diam hingga beberapa saat, mereka tidak terlalu dekat hingga
tak tau apa yang harus mereka bicarakan.
"Hmm
pak, soal yang tadi pagi, maaf saya benar-benar tidak sadar, maaf" ucap
Nagita mengingat kejadian tadi pagi saat dia tidur dengan menggenggam tangan
Raffi.
"Bukan
masalah, lupakan saja" ucap Raffi acuh dan masih membaca berita di
ponselnya.
"Tapi
saya tetap ngerasa ga enak pak, sekali lagi maaf"
"Ya
terserah"
"Hmm
pak"
"Ya?"
"Hmm
Bang Tian aaa itu maksudnya Restian beneran ketangkap ya?" Tanya Nagita
tanpa berani menatap Raffi
"Ya
dia dan beberapa orang yang terlibat berhasil diamankan, anda mau
menjenguknya?"
Nagita
menggeleng dengan cepat dan kuat. Mata dan gesture tubuhnya pun menunjukkan
jika dia begitu ketakutan. Entah apa yang membuatnya menjadi seperti itu tapi
yang Nagita tahu pasti saat ini dia tak berani bertemu dengan Restian. Dia
takut kalau-kalau Abangnya itu kembali berbuat kasar padanya. Nagita takut
menatap Tian yang sedang marah dengannya dia benar-benar takut.
"Jika
anda ketakutan memang lebih baik tidak perlu" ucap Raffi
Nagita
menatap Raffi tak percaya, bagaimana Raffi tau apa yang dirasakannya. Apa dia
cenayang seperti Tian? Seperti Tian yang selalu bisa membaca fikikirannya.
"Bapak
seperti cenayang" gumam Nagita pelan
"Saya
polisi bukan cenayang"
"Hah?"
Nagita tak mengira Raffi mendengar Gumamannya. "Maaf pak" ucap Nagita
tak enak.
"Sudahlah
kembali kekamar" perintah Raffi ke Nagita.
"Tapi
pak, Mbak Firra...."
"Firra
tidak akan kembali kesini, istirahatlah" ucap Raffi
"Mmm
baiklah, permisi pak"
"Emm"
Nagita pun bangkit dari duduknya namun baru selangkah dia berjalan kakinya tak
sengaja tersandung kaki Raffi hingga dia terjatuh tepat menimpahi Raffi.
Mereka
berdua sama-sama terdiam, mata mereka saling mengunci satu sama lain. Raffi
menatap mata dalam mata Nagita, matanya terlihat sipit namun pas untuknya,
dengan bola matanya hitam pekat yang membuatnya tambah indah. tepat dibawah
mata Nagita, Raffi dapat melihat dengan jelas kantung mata Nagita yang seolah
menunjukkan jika sipemiliknya kurang tidur. Mata Raffi turun ke hidung Nagita,
hidung itu terlihat begitu mungil, tidak mancung tidak juga pesek tapi cocok
untuk wajah Nagita. Dan terakhir pandangan Raffi turun kebibir Nagita yang
tipis dan sedikit terbuka membuat Raffi menahan nafasnya untuk sesaat, dia tak
dapat mengalihkan pandangannya dari bibir Nagita.
Deringan
ponsel Raffi membuyarkan fikiran mereka berdua. Nagita yang pertama tersadar
langsung bangkit dari tubuh Raffi dan berdiri dengan canggung sementara Raffi
langsung duduk dan menerima panggilannya setelah menghembuskan nafas gusar.
"Ya
ada apa?"
"......"
"Tidak ada, jangan bertele-tele! Cepat apa mau mu?"
"......"
"Oh sh...." Raffi melirik ke arah Nagita yang masih berdiri canggung sambil menatapnya. Oh Raffi tak mungkin mengumpat didepan Nagita.
"Sudah besok saja hubungi aku lagi" Raffi menutup panggilan itu secara sepihak setelah mendengar orang diujung sana menertawakkannya.
"......"
"Tidak ada, jangan bertele-tele! Cepat apa mau mu?"
"......"
"Oh sh...." Raffi melirik ke arah Nagita yang masih berdiri canggung sambil menatapnya. Oh Raffi tak mungkin mengumpat didepan Nagita.
"Sudah besok saja hubungi aku lagi" Raffi menutup panggilan itu secara sepihak setelah mendengar orang diujung sana menertawakkannya.
Raffi
kembali menatap Nagita yang terus menundukkan kepalanya dia benar-benar
canggung dan tak berani melihat Raffi sekarang.
"Lupakan saja, dan cepat kembali kekamar" Raffi berdiri dari duduknya dan berjalan melewati Nagita sambil sesekali mengumpat. Dia butuh air dingin saat ini!
"Lupakan saja, dan cepat kembali kekamar" Raffi berdiri dari duduknya dan berjalan melewati Nagita sambil sesekali mengumpat. Dia butuh air dingin saat ini!
Sementara
itu sepeninggalnya Raffi, Nagita langsung berlari menuju kamar, mengunci pintu
kemudian menyembunyikan wajanya yang sudah seperti kepiting rebus di balik
bantal. Dia merutuki dirinya sendiri Bagaimana dia bisa terjatuh tepat diatas
Raffi? Dan lebih bodohnya lagi kenapa dia tak langsung bangkit. Dia malah
memperhatikan keseluruhan wajah Raffi mulai dari matanya yang Nagita duga akan
hilang jika laki-laki itu tertawa, memerhatikan hidung Raffi yang mancung
berbanding terbalik dengan hidungnya. kemudian memperhatikan rahang Raffi yang
terlihat kokoh dan ditumbuhi rambut-rambut halus membuat Nagita ingin
mengelusnya. Belum lagi tadi jantungnya yang berdetak abnormal, Raffi pasti
bisa merasakan jantungnya yang sedang berdisco disana
Nagita
memukul-mukul kepalanya pelan namun berkali-kali 'ini gila!' Rutuk Nagita
kepada dirinya sendiri. Dia sudah benar-benar punya muka lagi untuk bertemu
Raffi mungkin besok dia akan pulang saja kerumah Reinka agar tak sering-sering
bertemu Raffi.
Nagita
menutup matanya rapat-rapat berharap semua ini mimpi dan saat dia bangun nanti
semuanya ingatannya tentang ini akan hilang. Semoga saja!
☆☆☆☆☆
"Raffi
sini sayang" Wanita itu melambaikan tangannya memanggil Raffi. Suaranya
begitu lembut dan suara itu begitu dirindukan oleh Raffi. Raffi benar-benar
merindukan suara itu.
Raffi
berjalan kearah wanita yang duduk ditaman belakang rumahnya sambil tersenyum,
senyuman yang selalu dapat menenangkan Raffi. Senyuman yang selalu membuat
Raffi tenang dalam keadaan apapun. Saat Raffi sudah begitu dekat dengannya,
wanita itu memberi isyarat dengan menepuk-nepuk pahanya agar Raffi berbaring
disitu. Dengan senang hati Raffi menurutinya berbaring dipangkuan wanita yang
paling sempurna untuknya, wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga
dua tahun lalu.
Begitu
Raffi meletakkan kepalanya dipangkuan sang mama, Qianta mengelus lembut kepala
anaknya itu dengan sayang. Membuat Raffi merasakan rasa bahagia yang membucah,
mengobati rasa rindu yang selama ini dipendamnya sendiri.
"Menikalah
nak, mama ingin memiliki cucu" Qianta mengucapkannya sambil tersenyum
"Mama
sudah mempunyai cucu dari Raffa dan sebentar lagi dari Firra, Dia sedang
mengandung. Mama akan memiliki dua cucu" jawab Raffi lembut
"Karna
itu mama menginginkan cucu dari kamu sayang agar semuanya lengkap"
Raffi
hanya diam tak menjawab atau membantah perkataan mamanya.
"Dia
cantik, baik dan cocok untuk kamu. Cepat kenalkan dia ke Mama"
"Siapa
ma?" Tanya Raffi bingung
"Kamu
tau siapa yang Mama maksud. Percayalah cinta itu akan mendatangkan kebahagiaan
bukan kesakitan seperti yang selana ini kamu fikir"
Raffi
kembali diam, dia tak ingin membicarakan hal ini. Dia hanya ingin seperti ini,
selalu berada didekat mamanya. Merasakan kelembutan yang didunia ini hanya bisa
didapatkan dari Mamanya seorang.
Perlahan
Raffi memejamkan matanya, ditempat yang paling nyaman didunia baginya yaitu
dipangkuan ibunya.
☆☆☆☆☆
Pagi
ini mereka bertiga kumpul dimeja makan untuk makan bersama seperti biasa. Namun
Nagita sama sekali tak berani menatap langsung kearah Raffi dia benar-benar
begitu malu karna kejadian semalam. Berbeda dengan Nagita, Raffi terlihat
bersikap seperti biasa, seolah kejadian semalam tak berarti baginya. Dia begitu
lihai mengatur ekspresi wajahnya agar terlihat tenang tapi siapa yang tau kalau
sebenarnya didalam hati dia mengeluarkan segala umpatan terbaiknya karna sejak
semalam dia terus memikirkan Nagita bahkan dalam mimpi pun mamanya mengingatkan
pada perempuan yang kini duduk tak jauh darinya dengan kepala menunduk.
Firra
melirik kearah Nagita, dia merasa ada yang aneh dengan Nagita sejak pagi tadi
lihat saja sedari tadi Nagita terus saja menunduk.
"Ta kamu kenapa? Sakit?" tanya Firra akhirnya.
"Ta kamu kenapa? Sakit?" tanya Firra akhirnya.
"Hah?
Ngg engga kok mbak aku ga papa" Jawab Nagita.
Raffi
hanya meliriknya sekilas lalu kembali berpura-pura acuh. Dasar!
"kok
kamu nunduk terus sih Ta? Takut sama siapa? Raffi?"
"ngg
enggak kok mbak"
"Kamu
diapa-apain ya sama Raffi waktu aku tinggal semalam?"
"Hmmpp
ukhuuuk ukhuuuk" jika semalam Nagita yang tersedak kini Raffi yang
tersedak kopinya akibat ucapan Firra.
"Aduuuuh
Fiii. Minumnya pelan-pelan"
"Ukhuuuk
ukhuuk" Raffi terus terbatuk sambil memukul-mukul pelan dadanya.
"Minum
dulu pak"Nagita menyodorkan gelas disampingnya kepada Raffi, yang langsung
diterima Raffi dengan cepat.
Melihat
itu Nagita sedikit meringis, pasti sakit fikirnya.
"Ekkhhmmm
hhmmm" Raffi mulai bisa mengatur Nafasnya dan langsung memberikan tatapan
sadisnya pada Firra.
"Apa?
Mau nyalahin gue? Lo sendiri yang kesedek kopi, kenapa melototin gue?"
Ucap Firra yang hapal benar dengan tatapan yang diperikan Raffi itu.
"Atau
jangan-jangaaan? Lo bener-bener ngapa-ngapain Nagita ya Fi!" Ucap Firra
sedikit emosi padahal dalam hati dia tertawa puas. Jangan kalian fikir dia tak
tau kejadian semalam bahkan dia sempat mem-videokannya.
"Aduh
enggak kok mbak beneran, pak Raffi ga ngapa-ngapain saya" ucap Nagita
membela Raffi.
"Ya
sudahlah. Akh ya Fi om Qeanu sama om Qeandra nanti mau kesini. Ada yang mau dia
omongin sama lo katanya mumpung lagi di Semarang"
"Ya"
jawab Raffi acuh dia masih kesal karna tuduhan Firra. Dia sama sekali tak
melakukannya hanya memikirkannya. Akh Raffi benar-benar merasa sudah gila
sekarang!
"Ya
sudah gue mau kekamar jangan diganggu. Ta kalau polisi satu itu macem-macem
teriakin aja"
Nagita
hanya mengangguk mengiyakan perkataan Firra sedangkan Raffi mendengus kesal
mendengarnya.
"Awas
lo ya Fi! Inget nanti om kembar mau dateng" ucap Firra lalu berlalu pergi
menuju kamarnya.
Raffi
menggelengkan kepalanya tak percaya akan sifat aneh kembarannya. 'Mau apa dia
pagi-pagi mengurung diri dikamar?' Batin Raffi lalu bangkit dari duduknya
menuju taman belakang. Dia butuh ketenangan saat ini.
Melihat
Raffi yang ikut pergi Nagita menjadi bingung sendiri mau apa dia sekarang.
Akhirnya Nagita memutuskan untuk membersihkan meja makan lalu kembali
kekamarnya mungkin membuat origami lagi fikirnya.
Sudah
hampir setengah jam dia berkutat dengan kertas origaminya namun tak ada satupun
yang berhasil dia buat karna merasa sangat bosan dengan kertas-kertas
didepannya. Akhirnya Nagita memilih untuk keluar kamar dan menuju taman
belakang mungkin memberaihkan tanaman tidak akan membosankan, fikirnya.
Namun
baru selangkah Nagita memasuki halaman belakang, Nagita dapat melihat Raffi
yang sedang mengurus beberapa tanaman disana. Hal itu membuat Nagita
mengurungkan langkahnya dan abergegas membalikkan badannya,namun belum lagi
melangkah suara Raffi mengintrupsinnya.
"Ada
apa?" Tanya Raffi.
'Tuh
kan matanya dimana-mana!' Batin Nagita
"Hmm ga ada apa-apa kok pak, cuma tadi bosen aja ga tau mau ngapain. Boleh bantuin ga pak?" Ucap Nagita takut-takut. Mau bagaimana lagi dia sudah kepalang dilihat Raffi tidak mungkin dia bilang nyari kucing kan?
"Hmm ga ada apa-apa kok pak, cuma tadi bosen aja ga tau mau ngapain. Boleh bantuin ga pak?" Ucap Nagita takut-takut. Mau bagaimana lagi dia sudah kepalang dilihat Raffi tidak mungkin dia bilang nyari kucing kan?
"Ya
sudah sini"
Akhirnya
dengan canggung Nagita mendekat kearah Raffi dan membantu Raffi yang terlihat
begitu cekatan mengurus tanaman-tanaman itu seperti orang yang sudah terbiasa
mengurusinya.
"Bapak
sering gini ya?" Tanya Nagita disela-sela aktifitas mereka.
"Maksudnya?"
"Ya
ngurusin taman gini? Biasanya kan cowok jarang ada yang mau ngurusin taman
gini"
"Coba
anda perhatikan, hampir semua tukang kebun itu laki-laki"
"Enngg
ia juga ya pak, tapi bapak kan polisi bukan tukang kebun"
Menanggapi
itu Raffi hanya melirik sekilas kearah Nagita lalu kembali merapihkan bunga
yang ada didepannya. Membuat Nagita mendengus kesal karnanya. 'Emang salah
ngomongnya?' Batin Nagita.
"Jangan
panggil saya bapak, saya bukan bapak Anda"
"Hah?
Apa pak?" Sebenarnya Nagita mendengarnya dengan jelas, hanya saja dia
ingin memastikan sekali lagi. Ada apa orang disampingnya itu meminta hal itu,
dari pertama bertemu hingga beberapa menit yang lalu Raffi tak mempermasalahkan
dirinya yang memanggil Raffi dengan sebutan 'Bapak' nah kenapa sejarang Raffi jadi
mempermasalahkannya?
"Lupakan
saja" ucap Raffi
"Hah?"
Nagita benar-benar tak percaya dengan jalan fikiran Raffi bagaimana bisa tadi
bilang A kemudian menyuruh melupakannya. Dasar!
Detik
berikutnya Nagita terperangah karna tiba-tiba Raffi membalikkan badannya
menghadap ke Nagita.
"Sekali
lagi kamu bilang Hah saya cium kamu!"
"Hah?"
Kali ini diikuti dengan matanya yang membulat sempurna seakan ingin lompat dari
tempatnya
"Kamu
nantang saya?"
"Hah?
Buk..."
Cup
Raffi
mengecup bibir Nagita sekilas membuat Nagita tambah membesarkan matanya. Dan
sialnya pipinya tidak dapat berkompromi langsung memanas Nagita yakin pipinya
sudah memerah sekarang
"Saya
sudah peringati kamu sebelumnya" ucap Raffi tak merasa bersalah dan
kembali pada bunga yang tadi ditinggalkannya.
Sementara
Nagita masih terdiam ditempatnya dengan mata mengerejap beberapa kali, pipi
memerah dan mulut yang sedikit terbuka. Sungguh Nagita tidak bisa berfikir
sekarang.
☆☆☆☆☆
"Om
hanya mengingatkan saja, Mamamu mendatangi om hampir setiap hari belakangan
ini. Semua sepupu yang seusiamu sudah menikah dan memiliki anak" Om Qeanu
menepuk pundak keponakannya yang duduk disampingnya.
"Kalau
memang Raffi belum memikirkannya, fikirkanlah dari sekarang nak. Umur Raffi
terus bertambah, apa Raffi akan melajang selamanya hem?" Kini om Qiandra
yang berbicara.
"Ya
Raffi sudah memikirkannya" ucap Raffi.
"Jadi
sudah ada calonnya? Kapan mau dikenalkan ke kami semua?" Tanya Qeanu
sambil menaik-naikkan alisnya menggoda keponakannya itu
"Raffi
bilang memikirkan untuk menikah om bukan bilang sudah memiliki calonnya"
"Ck
lihatlah kau selalu menanggapinya dengan serius, apa semua polisi selalu
seperti mu hem?" Kali ini Qiandra yang menggoda keponakannya.
"Om
jauh-jauh dari Jakarta hanya ingin menyampaikan itu? Om bisa menelfon Raffi tak
perlu jauh-jauh ke Semarang"
"Hey
om mu ini kangen denganmu dan Firra. Akh mana anak itu?" Ucap Qeanu
"Ia
mana kembaran manjamu itu, harusnya di berlari dari kamarnya untuk memeluk
om-nya ini" ucap Qeandra
"Firra
ada dikamar dan Raffi tak akan mengizinkannya berlari"
"Kenapa?"
Tanya Qeanu dan Qeandra serempak.
"Firra
hamil"
"Alhamdulillah,
akhirnya dia kembali mengandung, sudah berapa usia kandungannya?" Tanya
Qeanu terlihat bersemangat
"Jalan
empat bulan om" jawab Raffi lalu melirik ke arah Qeandra yang entah
mengapa ekspresinya langsung berbeda saat membicarakan kehamilan Firra.
"Ayo
cepat panggil dia, om sudah tak sabar melihatnya" ucap Qeanu
"Sebentar
Raffi panggilkan" Raffi pun langsung bergegas memanggil Firra kekamarnya.
Dia tak mungkin meneriaki Firra dari ruang tamu, yang ada begitu melihat kedua
om-nya Firra akan berlari seperti yang diucapkan Qeanu tadi dan Raffi tak akan
membiarkan itu terjadi.
"Fir...
Firra keluar dulu" Raffi mengetu-ngetuk pintu kamar Firra.
"Ya
bentar" ucap Firra dari dalam kamarnya.
Dua
menit kemuadian Firra keluar dari kamarnya dengan mata sembab yang ditutupinya
dengan make-up membuat Raffi menyerit bingung.
"Kenapa
Fi?" Tanyanya tanpa berani menatap Raffi.
"Ada
yang mau ketemu dibawah, jalannya pelan-pelan jangan lari"
"Ya"
jawab Firra lalu berjalan menuju ruang tamu diikuti Raffi yang jalan
dibelakangnya.
Sesampainya
diruang tamu dan melihat kedua om-nya Firra langsung berlari kecil dan memeluk
kedua om-nya girang.
"Doubel
Qeeeee kangeeeeenn" ucap Firra
"Huh
sudah gue bilang jangan lari" ucap Raffi yang langsung duduk disofa.
"Hehe
sory Fi, kangen banget muach muach" Firra mencium pipi kedua omnya
bergantian
"Masih
manja heh?" Om Qeanu mengacak-acak rambut Firra gemas.
"Bagaimana
kondisi kandungan mu hem? Kenapa tidak memberitahu om kau sudah mengandung, mau
menyembunyikannya hem?" Tanya Qeandra
"Bukan
gitu om, Firra cuma ga pengen kaya kemaren-kemaren udah kasih tau sana-sini
ternyata keguguran. Firra cuma ga mau gitu lagi"
"Huuss
kau ini bicara apa? Sini duduk jangan mikir aneh-aneh. om kangen banget sama
kamu" Qeanu merangkul keponakannya lalu ikut duduk bersama Raffi.
"Akh
Firra kira double Qee sorean gitu datengnya, tau-tau udah disini aja"
"Ia.
Ada hal yang om Qeandra ingin bicarakan pada Raffi, dia juga akan menginap
nanti"
"Serius
om?" Tanya Firra ke Qeandra yang dijawab anggukan kepala.
"Wah
seru dong, om Qeanu ga nginep juga?"
"Om
harus balik ke Jakarta, besok om harus terbang lagi"
"Yaaa,
ga seru nih. Eh kita makan yuk om, tapi makan diluar Firra sama Nagita ga masak
soalnya" ucap Firra
"Nagita?
Siapa itu?" Tanya Qeandra
"Oh
Nagita, calon istri Raffi om"
Qeandra
dan Qeanu langsung menatap Raffi dengan tatapan minta penjelasan. Raffi yang di
dilihati kedua om-nya mendelikkan matanya kearah Firra sementara Firra dia
tersenyum senang.
"Dimana
anak itu?" Tanya Qeanu ke Firra
"Dikamar
tamu, sebentar aku panggilin" Firra langsung ngacir ke kamar Nagita
menghindari tatapan kembarannya.
"Tadi
kau bilang belum punya calon, tapi sekarang bahkan calonnya sudah tinggal
dirumah ini, ck ck apa-apaan kau ini" Ucap Qeandra
"Bukan
om, Firra hanya mengada-ada jangan di fikirkan"
☆☆☆☆
Sekarang
mereka berlima sudah berada di sebuah restoran tak jauh dari rumah orang tua
Raffi, mereka makan sambil selingi dengan aksi mengintrogasi Nagita yang
membuat Nagita menahan malu selama disana sementara Raffi tetap dengan wajah
datar yang membuat Nagita ingin mengubur dirinya hidup-hidup.
"Oh
jadi nak Gita ini bukan calon istrinya Raffi, padahal om sudah senang
tadinya" ucap Qeanu melirik kearah Firra yang cekikikan sendiri
"Firra
lain kali jangan seperti itu, kau membuat pipi Nagita menjadi merah seperti
itu" ucap Qeandra lalu tersenyum ramah pada Nagita.
Oh
Nagita sedari tadi terus mengumpat dirinya sendiri karna sedari tadi pipinya
yang terus saja memerah. Oh apa semua keluarga Raffi seperti ini? Bertingkah
seperti Firra yang selalu berhasil membuat pipinya memerah karna ledekannya.
Jadi berasal dari mana sifat Raffi yang dingin itu? Huh Nagita bingung
memikirkannya.
"Setelah
ini Firra dan Nagita pulang bersama Om Qeanu ya" ucap Qeandra
"Loh
om sama Raffi?" Tanya Firra
"Om
mau pergi dulu sama Raffi ada beberapa hal penting yang harus om bicarakan pada
kembaran mu ini" ucap Qeandra dengan nada serius.
Firra
melenan ludahnya sendiri, dia sadar ada sesuatu yang tak beres sekarang.
kelinci99
BalasHapusTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino