Jumat, 15 April 2016

NEW PAPER
Part 11
"Raffi, boleh Papa masuk" Andriawan mengetuk pintu kamar Raffi
"Ya pa masuk" jawab Raffi dari dalam
"Kamu lagi apa?" Tanya Andriawan melihat Raffi yang duduk dilantai disamping ranjangnya sambil memainkan ponsel
"Cuma balas pesan dari temen pa" jawab Raffi lalu meletakkan Ponselnya di atas nakas "kenapa pa?" Tanya Raffi mendongakkan kepalanya agar dapat melihat Andriawan
"Mau cerita?" Tanya Andriawan pada Raffi kemudian duduk ditepi ranjang
"Cerita apa Pa?"
"Apa saja yang ada dibenakmu, kau selalu menyimpannya sendirian sejak mamamu meninggal, kau tahu menceritakan keluh kesah mu pada orang lain dapat meringankan sedikit kegundahanmu"
Raffi menundukkan kepalanya menatap lantai berwarna coklat tua, seolah lantai itu lebih menarik dari pada apapun sekarang. Sebagian hati kecil Raffi membenarkan perkataan Papanya. Dia selalu menyimpan segala sesuatunya sendiri sedari dulu namun jika dulu dia akan berbagi sedikit keluh kesahnya pada sang mama,namun berbeda dengan sekarang dia sudah tak memilii tempat berkeluh kesah lagi sejak mamanya meninggal.
"Raffi hanya bingung, itu saja" ucap Raffi menahan dirinya agar tak mengeluarka keluh kesahnya sekarang
"Kenapa? Nagita?" Tanya Andriawan tepat sasaran
"Kenapa Papa bisa berfikir Raffi bingung karenanya?"
"Kau sadar atau tidak mata mu menjelaskan semuanya, setidaknya jika tidak bisa jujur dengan orang lain jujurlah pada dirimu sendiri. Papa memang tidak bisa seperti Mama yang kata-katanya saja bisa membuat mu tenang, Papa bukan Mama yang selalu memberikan jalan terbaik untuk masalahmu tapi Papa dan Mama sama, sama-sama orang tua mu, kau bisa membagi semuanya ke Papa, kau tau hingga kapanpun kau akan tetap menjadi tanggung jawab papa" Andriawan menepuk bahu seolah memberi kekuatan untuk anaknya. Dia sadar selama ini dia tak terlalu dekat dengan Raffi, dia tau dia bukan seorang Papa yang bisa dibanggakan oleh Raffi kesalahannya dimasa lalu membuat Raffi seolah menjaga jarak dengannya bahkan setelah semua orang didunia ini melupakan kesahannya Raffi tak kunjung melupakannya.
Raffi kembali menghela nafasnya untuk yang kesekian kalinya, lalu bangkit dan duduk disamping papanya. Papa yang mengajarkannya tentng kedisiplinan, orang yang mengajarkannya tentang beratnya hidup didunia, namun juga sosok yang membuatnya enggan untuk berkomitmen dengan wanita hingga sekarang. Dia takut akan menjadi seperti Papanya yang membuat hati wanita disampingnya menjadi terluka.
"Ya Raffi rasa, Raffi mempunyai perasaan yang lebih dengannya"
"Kau tak ingin mengatakan perasaanmu padanya? Papa rasa dia punya rasa yang sama"
"Tapi ini terlalu cepat Pa,Raffi bahkan baru mengenalnya"
"Itu bukan masalah, rasa itu bisa datang kapan saja bahkan dipertemuan pertama. Kau mau serius dengannya? Keliatannya dia anak yang baik"
"Itu terlalu jauh pa, hmm Raffi rasa hmm lebih baik semuanya cukup sampai disini tak ada lagi kelanjutannya"
Adriawan meneguk salivanya susah payah sekarang dia paham dengan jalan fikiran Raffi. Ya anaknya itu tak ingin berkomitmen karna dirinya, anaknya takut jika melakukan lesalahan sepertinya dulu kemudian menyakiti hati banyak orang sepertinya dulu.
"Kesalahan Papa dimasa lalu memang tak bisa dibenarkan, tapi Papa yakin kamu tidak akan melakukan kesalahan yang papa buat ke mama mu, jadi apa yang kau takutkan untuk melangkah kejenjang pernikahan?"
"Dua hal yang membuat Raffi ragu untuk melangkah kesana, Raffi takut nantinya akan menyakiti perasaan orang lain karna Raffi tak bisa menjaga kesetiaan Raffi dan hal berikutnya adalah Firra" akhirnya Raffi mengucap dua hal yang selama hidupnya dia sembunyikan, hal yang membuatnya takut untuk menikah hingga sekarang.
"Kesetian itu hanya bisa diuji jika kamu sudah berada dalam satu hubungan, sedangkan hingga sekarang kamu belum pernah menjalankan sebuah hubungan dengan siapapun jadi bagaimana bisa kamu membuktikannya. Nah soal Firra apa lagi yang mengganggumu?"
"Entahlah Pa, Raffi hanya belum bisa percaya seutuhnya pada Abian, Raffi merasa ada banyak hal yang disembunyikannya dari Firra"
"Raffi itu urusan rumah tangga mereka, kamu tidak bisa selalu mencampuri urusan mereka. Sekarang fikirkan lah dirimu sendiri. Jika kau sudah yakin dengannya Papa akan minangnya untuk mu"
Hening beberapa saat hingga Andriawan bangkit dari duduknya dan menepuk bahu Raffi "Papa kekamar dulu" ucapnya lalu keluar dari kamar Raffi.
Sepeninggalan Papanya Raffi hanya diam, merenung tentang apa yang harus dia lakukan sekarang, benarkah dia mencintai Nagita? Mampukah dia untuk melangkah kepernikahan? Menjaga kesetiaan hatinya nanti diwaktu mendatang?
☆☆☆☆☆
"Pak, maaf jadi nunggu" Ucap Reinka begitu tiba di sebuah cafe tak jauh dari bandara.
Reinka baru saja tiba di Semarang dan dia harus bertemu dengan laki-laki didepannya ini karna terlanjur sudah membuat janji.
"Saya juga baru datang, silahkan duduk" Laki-laki itu mempersilahkan Reinka duduk tepat difepannya. "Pesan dulu dok" ucapnya lagi
Reinka menganggukkan kepalanya lalu memanggil pelayan untuk mencatat pesanannya. Setelah pelayan mencatat pesanan yang diucapkannya, Reinka menatap orang didepannya dengan tatapan menyelidik juga bingung.
"Jadi ada apa Pak?" Tanya Reinka
Laki-laki itu menarik nafasnya panjang dan menghelanya perlahan seolah dengan cara itu bisa mengurangi sedikit kegugupannya sekarang.
"Saya ingin melamar Nagita"
"Hah?" Reinka membelalakkan matanya tak percaya, mulutnya menganga sempurna hanya karna lai-laki didepannya mengucapkan empat kata yang tak pernah terbesit di benaknya walau seditik pun.
"Permisi, ini pesanannya" Pelayan yang menghantarkan pesanan Reinka membuatnya kembali pada dunia nyata dia mengerejapkan matanya beberapa kali kemudian kembali menutup mulutnya. Menatap orang didepannya dengan tatapan tak percaya. Sepertinya meninggalkan Nagita seminggu saja membuatnya banyak ketinggalan informasi
"Bapak sadar? Bapak salah ngomong atau saya yang salah dengar?" Ucap Reinka setelah menyeruput lemon tee nya
"Saya sadar, tidak salah bicara dan saya rasa dokter tidak salah dengar. Saya ingin melamar Nagita" ulangnya sekali lagi.
Reinka menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan kemudian mengulanginya beberapa kali "atas dasar apa?" Tanya Reinka setelah menghilangkan rasa keterkejutannya
"Saya menyukai dan mencintainya"
"Maaf sebelumnya pak, saya tidak penah tau Nagita dekat dengan Bapak, dan seingat saya juga bapak dan Nagita baru mengenal beberapa minggu atau beberapa bulan dan kalian juga bahkan tidak terlalu dekat bagaimana Bapak menyimpulkan kalau Bapak mempunya rasa seperti itu pada Nagita?"
"Dokter melewatkan bagian dimana, Nagita tinggal dirumah saya selama seminggu ini" Raffi menaikkan sebelah alisnya seolah meremehkan orang didepannya
"Akh ya saya lupa soal yang itu, tapi hanya seminggu"
"Beberapa orang bilang kesaya bahwa rasa itu bisa datang kapan saja" ucap Raffi mengingat perkataan papanya beberapa hari lalu.
"Huuuh tapi Bapak serius, kenapa tidak pacaran dulu mungkin? Ini hmm terlalu cepat"
"Saya rasa melamarnya lebih baik dari pada memintanya menjadi pacar. Saya bukan anak ABG lagi yang hanya ingin main-main"
"Oke oke tapi Bapak sudah tanyakan ini pada Nagita sebelumnya?"
"Belum, setidaknya saya harus tau dulu tentang keluarganya, baru saya beritahukan padanaya"
"Bapak salah orang, saya bukan keluarganya"
"Saya tau, tapi saya butuh bantuan orang lain untuk mengetahui keluarganya. Restian tidak mau saya tanyai, saya sudah membujuknya setelum bertemu dengan Anda"
"Saya sebenarnya tidak mengenal keluarga Nagita, selama tinggal bersama saya dia tidak pernah menceritakan apapun pada saya. Yang saya tahu kedua orang tuanya meninggal karna kecelakaan dan pacarnya yang menghamili sahabatnya sendiri, selebihnya saya tidak tau" jelas Reinka
Raffi menyeritkan keningnya sangsi dengan apa yang dikatakan oleh Reinka "Bagaimana bisa anda tinggal bersama Nagita jika anda tidak mengenalnya ataupun keluarganya?"
Reinka untuk kesekian kalinya menghembuskan nafasnya gusar, haruskah dia menceritakan semuanya pada orang didepannya ini? Haruskah?
Reinka menatp lekat pada Raffi, mencari keseriusan di Raffi dan sialnya wajah Raffi saat ini begitu serius, seolah menunjukkan jika dia benar-benar membutuhkan informasi tentang keluarga orang yang dicintainya.
"Saya tak sengaja bertemu dengannya dirumah sakit saat ayahnya meninggal, dia hanya menangis meraung-raung saat mengetahui ayahnya meninggal beberapa jam setelah ibunya meninggal. Dia pingsan cukup lama dan setelah sadar dia kembali meraung-raung hingga para petugas medis harus memberinya obat penenang, pada saat itu tak ada satu pun keluarganya disana" Reinkan menghapus air matanya yang entah sejak kapan mulai membasahi pipinya. Mengingat saat-saat itu sepertinya begitu memilukan bagi Reinka. Dia memang tak mengalami yang dialami Nagita, hanya saja melihat Nagita saat itu membuat Reinka seperti turut merasakan apa yang dirasakan oleh Nagita
"Saya benar-benar tak tega dengannya hingga akhirnya saya memutuskan untuk membawanya kerumah saya karna hingga semua urusan di rumah sakit selesai tetap tak ada satupun keluarganya yang datang. Pada saat itu dia tak menolak sama sekali dia hanya mengikuti apa yang saya katakan dia persis seperti mayat hidup dan selama tiga bulan tinggal bersama saya dijakarta dia sama sekali tak mau berbicara sedikitpun dia hanya diam, menmangis, diam dan kembali menangis begitu seterusnya bahkan tak jarang dia berteriak-teriak saat malam hari meluapkan semua emosinya, termasuk kekecewaannya pada pacar dan sahabatnya. Hingga saya ditugaskan untuk pindah kesemarang baru dia perlahan mau berbicara dengan saya."
Raffi tertegun mendengarkan penuturan dari Reinka, dia tak menyangka jika Nagita mempunyai masalalu sepelik itu.
"Anda mempunyai alamat rumah orang tuanya?"
"Ya, ini" Reinka mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada Raffi "itu foto KTP Nagita, yang saya ambil sewaktu dirumah sakit, hanya saja saya tak pernah mendatangi alamat itu, karna sepulang kerja saya harus memeriksa keadan Nagita, saya tak bisa meninggalkannya terlalu lama"
"Bisa tolong kirim kan Fotonya? Kebetulan saya akan ke Jakarta minggu depan, saya akan mencari alamat itu nanti"
Reinka mengangguk dan mengirimkan foto itu pada Raffi dengan cepat
"Tapi pak, apa tidak sebaiknya bapak membicarakan ini terlebih dahulu pada Nagita, Biar bagaimanapun Nagita yang akan menjalani semua ini. Bukannya jika memang dia menerima Bapak,berarti dia juga akan membuka semua tentang dirinya kepada bapak. Dalam sebuah hubungan saya kira yang menjadi pondasi utamanya adalah kepercayaan dan saling terbuka"
"Ya saya akan fikirkan nanti tentang itu. Terimakasih" ucap Raffi lalu melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah satu siang, itu artinya setengah jam lagi jam istirahaynya berakhir, dia tak mungkin lebih lama lagi disini, dia izin untuk kesini dari jam 11 dan sekarang dia harus segera kembali.
"Maaf saya harus kembali kekantor" Raffi memanggil pelayan untuk membayar pesanan mereka.
"Hmm pak bisa bareng ga? Kan searah tuh, saya di drop di RS aja" ucap Reinka yang memang harus kerumah sakit.
"Ayo" ucap Raffi lalu mereka berdua bergegas untuk leparkiran dan melesat secepat mungkin agar sampai kantor tepat waktu walaupun Raffi sadar dia tak akan mungkin tepat waktu.
☆☆☆☆☆
Siang ini Raffi sudah memutuskan untuk memberitahukan Nagita tentang perasaannya, setelah dia fikir-fikir lagi akan jauh lebih baik jika dia mengungkapnya pada Nagita terlebih dahulu,dan jika Nagita menerimanya dia baru akan mencari tahu keluarga Nagita dari Nagitanya langsung bukan mencari sendiri. Toh kalau mereka ingin menjalankan suatu hubungan harus dilandasi dengan kepercayaan dan kejujuran. Persis seperti yang dikatakan Reinka.
Kini Raffi duduk dibalik kemudi mobilnya sambil menatap kearah gerbang TK tempat Nagita mengajar berharap Orang ditunggunya segera keluar dari sana karna waktu istirahatnya tinggal setengah jam lagi. Namun hingga waktu istirahatnya tinggal lima menit lagi Nagita tak kunjung keluar dari sana padahal seluruh siswa disana sudah pulang begitupun beberapa guru juga sudah pulang. Mau tak mau akhirnya Raffi melajukan mobilnya untuk kembali kekantornya mungkin lain waktu fikirnya.
Hanya berselang beberapa saat setelah Raffi menjalankan mobilnya Nagita keluar dari bersama seorang guru yang terlihat sudah cukup berumur, sepertinya Nagita membicarakan sesuatu yang penting bersama beliau hingga dia pulang lebih siang dari pada biasanya.
~~~~~
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam saat Nagita mendengarkan ketukan pintu dirumah Reinka, ya Nagita sudah kembali kerumah Reinka sejak Reinka pulang dari Jakarta dua hari lalu. Nagita menggerutu sendiri ingin memarahi orang yang tidak punya sopan santun bertamu jam segini, namun saat ingin membuka pintu Nagita memundurkan langkahnya rasa takut tiba-tiba saja menelingkupi dirinya berbagai ketakutan muncul didalam benaknya. Bagaimana kalau itu maling? Bagaimana kalau itu pembunuh, pemerkosa, penculik atau bagaimana jika itu Restian, ya Restian bisa saja dia kabur dari penjara dan kembali mencari Nagita!
Pintu rumah terus saja diketuk hingga bebebrapa kali, Nagita menggenggam erat ponsel ditangannya, fikiran-fikiran itu membuat Nagita sangat ketakutan , mungkin tidak membukakan pintu itu yang terbaik fikir Nagita, dia pun segera membalikkan badannya namun belum sempat melangkah ponselnya berdering nyaring membuat Nagita terkejut setengah msti dan ingin melemparkan ponselnya saat itu juga. Nagita mencoba mengatur detak jantungnya yang tak beraturan karna sangkin terkejutnya lalu melihat ke ID yang tertera di ponselnya. Raffi ya panggilan itu dari Raffi tanpa pikir panjang Nagita langsung mengangkatnya mungkin Raffi bisa mengusir orang didepan rumahnya saat ini.
"Ha halo?"
"Buka pintunya! Saya didepan.... tut..tut..tut"
Nagita membelalakkan matanya tak percaya pada ponselnya sendiri, jadi yang mengetuk pintu itu Raffi? Setika rasa takut Nagita meluap begitu saja entah kemana dengan cepat dia membuka pintu rumahnya dan benar saja Raffi berdiri disana dengan kaus coklat polisi yang begitu pas dibadannya dan jaket kulit yang berada digenggaman tangan kirinya. Melihat dari penampilannya mungkin Raffi baru pulang dari kantor.
"Huuuuft" Nagita menghela nafas lega begitu melihat Raffi yang berdiri disitu bukan Restian atau siapapun yang berniat jahat padanya.
Raffi menyeritkan dahinya melihat ekspresi Nagita yang terlihat begitu lega namun dengan wajah yang pucat. "Kamu baik-baik saja?" Tanya Raffi kemudian
"Ya saya baik-baik saja"
"Kamu seperti orang yang ketakutan karna wajahmu yang pucat itu"
"Huh ini semua gara-gara Bapak, saya kira tadi Restian, maling atau apalah. Belum lagi Bapak mengagetkan saya karna tiba-tiba menelfon"
"Tidak ada maling yang mengetuk pintu! Sekarang lebih baik masuk dan minum, kamu seperti mayat karna pucat seperti itu" ucap Raffi dengan nada memerintah
"Heh?"
"Sudah cepat masuk" Raffi membalikkan tubuh Nagita dan mendorongnya agar berjalan menuju dapur dan dengan rasa bingung yang akut Nagita menuruti saja perkataan Raffi.
"Minum cepat" ucap Raffi begitu mereka sampai dapur dan segera dituruti oleh Nagita. Sementara Nagita mengambil minum Raffi duduk di meja bar dapur.
Nagita meneguk air yang berada digelasnya hingga habis tak bersisa kemudian menyeritkan dahinya bingung, seolah air tadi membuatnya kembali sadar 100% tentang apa yang terjadi sekarang.
"Bapak ngapain disini?" Tanyanya
"Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan kamu" ucap Raffi santai
"Hmm apa?"
"Sebelumnya, ambilkan saya minum"
"Hah?"
"Ck apa kamu selalu mengatakan itu setiap saat? Cepat ambilkan saya minun"
Nagita membalikkan tubuhnya dengan cepat dia merasakan pipinya memanas karna ucapan Raffi mengingatkannya pada saat Raffi mengecup bibirnya hanya karna menyucapkan 'hah' beberapa kali. Oh dan tadi akh bukan sedari tadi Raffi menyebut 'kamu' padahal biasanya dia menyebutkan 'Anda' saat berbicara pada Nagita. Ya ampun ini membuat pipi Nagita semakin memerah. Nagita berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdetak abnormal didalam sana, mungkin dia harus menemui dokter jantung besok. Nagita menuangkan minum dan memberikannya untuk Raffi dan langsung diminum hingga tandas oleh Raffi.
"Duduk" ucap Raffi sambil melirik kursi tepat di samping kanannya, mengisaratkan pada Nagita untuk duduk disitu.
Dengan perasaan yang bingung Nagita mengikuti perintah Raffi untuk duduk namun di kursi sebelahnya dan menjadikan kursi yang ditunjuk Raffi tadi sebagai pembatas mereka, melihat itu Raffi menaikkan sebelah alisnya tak suka. Dia menarik kursi yang menjadi pembatas itu kesebelah kirinya hingga sekarang tak ada lagi kursi yang menjadi pembatas mereka. Raffi memiringkan tubuhnya agar menghadap ke Nagita secara langsung dan refleks Nafita melakukan hal sama. Raffi menatap mata Nagita dengan lekat, cukup lama Raffi hanya diam memperhatikan wajah Nagita hingga satu kalimat keluar dari mulutnya.
"Saya mau kamu menjadi istri saya"
"HAH?" Nagita membelalakkan matanya diikuti dengan mulutnya yang terbuka lebar. Sungguh memalukan!
Raffi berdecak kesal melihat tingkah Nagita yang uuuh begitu aneh baginya, bagaimana mungkin dia bisa menyukai perempuan seperti ini?
"Berhenti mengatakan kata itu dan Cepat tutup mulut mu"
Nagita refleks menutup mulutnya dengan tangan sambil mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Huh sepertinya pendengaran saya terganggu, tidak mungkin bapak bilang 'saya mau kamu jadi istri saya' jadi bapak bilang apa tadi?" Tanya Nagita sambil menepuk-nepuk kupingnya pelan.
"Kamu tidak salah dengar, saya memang mengatakan itu"
Nagita kembali membelalakkan matanya hinga rasanya bola mata itu bisa keluar tempatnya. Raffi memintanya menjadi istri? ahk bukan memintanya tak ada satu pun kata permintaan disitu, itu seperti bukan, oh bukan seperti tapi memang KATA PERINTAH. Apa itu juga termasuk lamaran? Tapi lamaran macam apa ini? Di dapur! Garis bawahi DI.DA.PUR tanpa cincin apalagi bunga. Ini gila! Bahkan dalam imajinasi tergilanya pun Nagita tak pernah membayangkan ada orang yang dilamar DIDAPUR...
"Saya kesini bukan ingin melihat kamu melamun"
"Huh itu barusan lamaran pak?"
"Sepertinya ia"
"Tapi bapak sama sekali tidak meminta melainkan memerintah. Lalu apa yang harus saya katakan?"
"Kamu hanya perlu menjawab ya atau tidak"
"Hmm tapi pak, sa hmm sa....."
"Saya beri kamu waktu tiga hari untuk memutuskannya. Sekarang tidurlah sudah malam"
"Tapi pak...."
"Sudah bangkit dan cepat kekamar lalu istirahat"
"Pintunya pak?"
"Ck saya bilang masuk kekamar dan istirahat! Saya akan menginap disini malam ini. Biar saya yang mengunci pintu" ucap Raffi lalu mendorong Nagita agar bergerak dari posisinya dan tidak terus-terusan mematung
"Tapi pak disini hanya ada dua kamar, tidak ada kamar tamu" ucap Nagita sambil berjalan kearah kamarnya
"Saya tidur disofa, atau kamu mau saya tidur dikamar kamu?"
"Hah? Enggak-enggak Bapak disofa aja!" Nagita langsung mempercepat langkah kakinya dan langsung menutup pintu kamarnya rapat-rapat meninggalkan Raffi yang menyunggingkan senyum mengejeknya lalu dengan cepat mengunci pintu rumah dan membaringkan tubuhmya disofa yang hanya memuat sebagian tubuhnya saja dan merelakan kakinya menggantung begitu saja. Tak butuh waktu lama bagi raffi untuk masuk kealam mimpinya karna memang dia sudah sangat lelah.
Sementara Raffi sudah tertidur, Nagita sama sekali tidak bisa memejamkan matanya karna ucapan Raffi yang terus mengiang-ngiang difikirannya seakan kaset rusak yang tak mau berhenti. Nagita menutup seluruh tubuhnya dengan selimut mencoba untuk memejamkan matanya berharap semua ini hanya mimpi dan besok ketika dia bangun pagi tak ada sosok Raffi sirumah ini. Namun sepertinya semua itu sia-sia sudah setengah jam berlalu namun Nagita tetap tidak bisa tidur.
Akhirnya Nagita memutuskan untuk membuat susu, mungkin segelas susu bisa membuatnya terlelap. Nagita melangkahkan kakinya pelan agar tak menimbulkan suara sedikitpun dan berharap Raffi benar-benar sudah tidur diluar sana. Dengan cepat Nagita membuat susu untuknya dan menghabiskan perlahan. Setelah selesai Nagita bergegas kembali kekamar namun tiba-tiba rasa penasaran menyelimuti dirinya untuk melihat Raffi yang tidur di sofa. Dengan perlahan Nagita berjalan kearah ruang tamu untuk melihat Raffi, Nagita membekap mulutnya sendiri melihat posisi tidur Raffi yang tidak nyaman itu. Kaki dan tangannya mengantung begitu saja dibawah, wajahnya ditutupi oleh jaket yang tadi dia bawa. Nagita yakin besok pagi seluruh badan Raffi akan sakit jika tidur dengan posisi seperti itu.
Nagita sedikit berlari kekamar mengambilkan selimut untuk Raffi. Sebelum menyelimuti tubuh Raffi, Nagita menyeret sofa single kearah kaki Raffi kemudian meletakkan kaki Raffi di sofa itu. Kemudian Nagita merapatkan meja kesofa yang ditiduri Raffi dengan susah payah kemudian meletakkan tangan Raffi yang sebelumnya menggantung kemeja itu. Setidaknya jika seperti ini tubuh Raffi tak akan begitu sakit besok pagi kemudian menyelimuti tubuh Raffi dengan selimut yang dibawanya tadi. Setelah dirasa cukup Nagita kembali masuk kekamarnya untuk tidur. Namun tanpa seorang pun yang tau dibalik jaketnya Raffi menyunggingkan senyumnya karna perlakuan Nagita. Bukannya sedari tadi dia tidak tidur hanya saja karna Nagita yang menggeserkan kakinya membuatnya terbangun, selama masih dalam pendidikan di Akpol dia di tuntut untuk siaga setiap saat, pergerakan apapun didekatnya bisa membuatnya terbangun saat tidur.
☆☆☆☆☆
"Hmm pak, udah bangun?" Tanya Nagita melihat Raffi yang tengah duduk disofa tempat dia tidur semalam sambil memainkan ponselnya. Dan posisi sofa dan meja yang tadi malam Nagita tarik sudah kembali ketempatnya begitupin selimutnya sudah terlipat rapi disana.
"Keliatannya?"
Nagita memutar bola matanya kesal, dia tak tau mau bicara apa jadi hanya hal itu yang terlintas difikirannya, lalu kenapa responnya seperti itu. Dasar!
"Dokter Reinka mana?" Raffi memasukkan ponselnya kesaku celana lalu menatap kearah Nagita.
"Hmm itu, mbak Rei di RS"
"Jam segini?" Raffi melihat jam tangannya "Dari tadi saya tak melihat dokter Reinka keluar dari kamarnya"
"Sebenernya mbak Rei semalam ga tidur dirumah, dia ada persalinan malam tadi"
Raffi mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti "Bisa buatkan saya sarapan? Saya lapar"
"iya pak, Bapak mau sarapan apa?"
"Apa saja yang kamu buat"
"Oke" Nagita membalikkan badannya menuju dapur namun baru selangkah Nagita kembali membalikan badannya lagi
"Bapak ga mandi dulu?"
"Saya tidak bawa baju ganti, nanti saya mandi di kantor saja"
"Di kantor? Kantor polisi?" Nagita menyerit jijik kamar mandi kantor polisi? Berarti kamar mandi yang sama dengan para tahanan? Uuuh Nagita tak akan memasukinnya sampai kapanpun!
"Disana ada kamar mandi khusus anggota, buang fikiran mu itu jauh-jauh"
"Kan kirain pak, tapi tetap aja ga ganti baju"
"Nanti Firra yang akan bawakan, sudahlah saya sudah lapar"
"Hmmm" Nagita mencebikkan bibirnya kesal lalu berjalan dengan cepat menuju dapur untuk memasak nasi goreng, karna cuma bahan-bahan untuk membuat Nasi goreng yang tersedia didapur.
Sambil memasak sesekali Nagita menggerutu sendiri karena sebal dengan Raffia. tanpa menyadari bahwa sedari tadi Raffi duduk dimeja bar memperhatikan Nagita yang sedang memasak.
"Sudah selesai?" Raffi menaikkan sebelah alisnya begitu Nagita membalikkan badannya sambil membawa dua piring nasi goreng
"heh Bapak dari kapan disitu?" Ucap Nafita menghentikan langkah kakinya
"Dari tadi" ucap Raffi lau bangkit dari duduknya dan berjalan kearah Nagita, melihat itu Nagita meneguk salivanya dengan susah payah, fikirannya sudah jauh kemana-mana, mata mereka saling mengunci satu sama lain hingga Raffi berada persis didepan Nagita membuat perasaan Nagita tambah tak karuan.
"Jangan pernah masak didepan laki-laki lain, selain saya" ucap Raffi pelan tepat ditelinga Nagita dengan suaranya yang berat. Kemudian dia berlalu menuju wastafel yang berada tak jauh dari Nagita untuk mencuci muka disana.
Nagita mengerejapkan matanya beberapakali untuk membawanya kembali kedunia nyata, Nagita berjalan dengan cepat menuju meja makan dan meletakkan dua piring Nasi goreng itu disana kemudian mengambil minum untuk mereka berdua, Nagita tak memperdulinya jantungnya yang berdetak tak karuan hanya karena kata-kata aneh Raffi tadi, Nagita tidak mengerti kenapa Raffi mengatakan itu dan dengan cara seperti itu. Jika dia ingin mengatakan itu kenapa tidak bilang saja sewaktu duduk di meja bar tadi kenapa harus berjalan mendekatinya dan berkata tepat ditelinganya fikir Nagita.
Kini mereka berdua sudah berada dimeja makan dan makan dalam diam, tak ada yang memulai percakapan mereka hanya diam larut dalam fikiran masing-masing hingga ponsel Raffi berdering nyaring dari saku celananya
"Hmm?"
"....."
"Ya, Tunggu didepan, gue males masuk"
"Hmm"
"Kita berangkat sekarang?" Tanya Raffi pada Nagita
"Eh? Kita?"
"Ck ck" Raffi mendengus mendengar respon Nagita itu.
"Sekalian, ayo buruan" Ucap Raffi lagi
Nagita menganggukkan kepalanya, lalu membersihkan meja makan dan membawa piring kotor ke wastafel untuk dicuci
"Sudah, cepat ambil tas mu. Biar saya yang mencuci piringnya"
"Tapi pak"
"Sudahlah cepat"
Nagita baru saja ingin membuka mulutnya untuk membantah Raffi namun dengan cepat Raffi membalikkan tubuh Nagita dan sedikit mendorongnya agar keluar dari dapur.
"Cepatlah!"
"Iss ia ia ia" Nagita mencebikkan bibirnya lalu berjalan menuju kamarnya untuk mengambil tas dan beberapa barang bawaan yang perlu dibawanya.
Saat Nagita keluar dari kamar Raffi sudah berada didepan sambil memasang sepatunya yang menurut Nagita menambah kesan seram pada polisi.
"Sudah?" Tanya Raffi begitu melihat Nagita sudah berdiri disampingnya yabg dijawab dengan anggukan kepala oleh Nagita
Saat Nagita hendak mengunci pintu, Reinka datang memberikan tatapan bingung pada Raffi.
"Pak? Saya ga salah liat kan? Bapak ngapain disini?" Tanya Reinka bingung
"Saya se....."
"Hmmm mbak Rei, aku berangkat dulu ya, udah mau telat, bye Mbak" ucap Nagita lalu menarik tangan Raffi agar pergi dari situ. Bukan bermaksud apa-apa Nagita hanya tak mau Reinka berfikir macam-macam jika tau semalam Raffi menginap. Tapi nanti dia akan memberitahu Reinka tapi nanti bukan sekarang!
"Ayo pak" Ucap Nagita kemudian masuk kedalam mobil Raffi
Raffi yang tidak terlalu peduli mengikuti Nagita masuk kedalam mobil dan menjalankannya menuju rumah sakit untuk mengambil bajunya yang dibawa Firra. Tak butuh waktu lama untuk tiba dirumah sakit, Raffi langsung turun begitu melihat Firra menunggu didepan rumah sakit dengan membawa paper bag yang cukup besar.
"Jangan turun" Ucap Raffi pada Nagita sebelum dia turun yang hanya dijawab anggukan oleh Nagita.
"Lo tidur dimana sih semalem?" Tanya Firra begitu Raffi tiba didepannya
"Mana baju gue?"
"Ck ditanya apa juga. Nih" Firra menyodorkan paper bagnya pada Raffi "itu juga ada sarapan gue banyakin, bagi-bagi ama yang lain" Ucap Firra lau matanya mengarah kemobil Raffi
"Oke, thanks" ucap Raffi kemudian akan membalikkan badannya namun dengan cepat Firra menahannya
"Siapa tu dimobil lo?"
"Bukan siapa-siapa"
"Raffi jangan bohong! Siapa? Jangan bilang itu...."
"Jangan ngaco! Udah sanah masuk" Ucap Raffi lalu berjalan dengan cepat meninggalkan Firraa yang terus menatap perempuan yang berada di mobil Raffi yang membuatnya penasaran setengah mati. Harusnya dia pakai kacamata minus nya sekarang!
☆☆☆☆☆
Setibanya dikantor Raffi langsung memberikan bekal yang dibawakan Firra pada Azka untuk dibagikan ke yang lain sementara dia bergegas menuju kamar mandi karna sejujurnya dia sudah sangat gerah sekarang.
"Wih dari mana tu kapten? Jangan-jangan.... aw"
"jangan mikir aneh-aneh" Ucap Sony sambil menahan tawanya karna berhasil memukul kepala Azka
"Sakit tau!" Azka menusap-usap kepalanya "emang aku mau bilang apa tadi coba?"
"Yang pastinya ga bagus, udah siniin kali makanannya, kebetulan belum sarapan nih"
"Eh tapi benerkan, dari mana coba? Kenapa ga mandi dirumah?"
"Kali aja dirumah airnya mati, ais kenapa jadi bahas beginian sih??!!"
☆☆☆☆☆
"Mbak kok udah dirumah aja?" Tanya Nagita begitu masuk kedalam rumah dan mendapatkan Firra tengah menonton TV
"Ga seneng banget kayanya Ta kalau mbak dirumah" Ucap Reika pura-pura ngambek
"Bukan gitu mbak, cuma biasanyakan jam segini masih di RS" Ucap Nagita lalu duduk disamping Reinka.
Reinka hanya tersenyum kemudian mematikan TV dan menghadap kearah Nagita dengan tatapan yang susah dijelaskan oleh Nagita.
"Raffi ngapain pagi-pagi kesini?" Ucap Reinka langsung
"Aaaa itu hmmm" Nagita menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal, bingung bagaimana menjelaskannya pada Reinka
"Apa?"
"Itu mbak hmmm gimana ya aduuh"
"Itu itu apa? Kalian janjian? Kayanya mbak tinggal seminggu mbak ketinggalan banyak cerita ya?"
"Bukan gitu mbak, pak Raffi yang dateng sendiri semalem"
"Semalem? Raffi nginep disini? Jam berapa dia datang?" Reinka membelalakkan matanya
"Ia mbak. Jam 10" cicit Nagita
"Trus kamu ngizinin gitu aja? Kalau dia macem-macem gimana Ta?" Ucap Reinka sedikit menyesalkan Nagita yang mengizinkan Raffi menginap, biar bagaimanapun mereka berdua bukan mukhrim dan tidak ada orang lain dirumah selain mereka berdua.
"Tidur dimana dia semalem?"
"Disofa mbak"
"Yakin? Mana muat badannya disofa itu"
"Beneran mbak tidurnya disofa kok"
Reinka menghela nafasnya, oke tadi dia berlebihan menuduh Raffi yang tidak-tidak tapi tetap saja!
"Emang dia ngapai kesini malem-malem gitu kaya ga punya waktu lain"
"Hmm itu mbak, aduuh" Nagita kembali salah tingkah oh dia tidak akan pernah mengatakan pada siapapun Raffi melamarnya DI.DA.PUR tidak akan!
"Aduh Ta, kamu kok jadi kaya orang gagu gitu sih? Dari tadi juga!" Ucap Reinka sedikit kesal
"Pak Raffi ngelamar aku mbak" ucap Nagita pelan sambil memejamkan matanya
...................
Hening........
"Hahahahahaha"
Perlahan Nagita membuka matanya menatap aneh kearah Reinka yang terus tertawa
"Mbak kenapa jadi ketawa siih?"
"Hahaha muka kamu Ta hahaha"
Refleks dia memegang pipinya bingung, yang lucu dari wajahnya. Dia tidak berpenampilan seperti badut sekarang!
"Iiiihh mbak Rei! Apaannya sih yang lucu"
"Huuuuuft ini ya Ta, muka kamu itu merah entah karna malu,seneng atau apa aku ga ngerti tapi itu lucu banget hahaha lagian kenapa coba ngomongnya sambil merem gitu hahaha"
"Hah? Masa sih mbak? Tapi aku tu takut mbak marah"
"Kenapa aku harus marah Raffi ngelamar kamu?"
"Ya abisnya tadi mbak marah-marah karna pak Raffi nginep disini"
"Ya kalo itu aku emang marah, tapi kalau soal dia ngelamar kamu kenapa harus marah? Trus-trus gimana kamu terima ga? Cincinnya mana?"
"Hmm itu aku belum jawab Mbak, pak Raffi ngasih aku waktu tiga hari buat jawab"
"Dia ngelamar kamu dimana? Dia ngajak keluar gitu malam-malam?"
'Boro-boro mbak ngajqk keluar. Mending ngelamarnya diruang tamu ini di dapur! Di DAPUR Mbaaaaak' Rasanya Nagita ingin meneriaki itu pada Reinka tapi yang keluar dari mulutnya hanya
"Enggak mbak dirumah" huh Nagita sudah bertekad tak akan memberitahukan dimana dia dilamar kepada siapapun.
"Gimana dia bilangnya?" Tanya Reinka penasaran
"Ya gitu deh mbak, udah akh mbak aku kekamar dulu" Ucap Nagita lalu dengan cepat bangkit dari duduknya dan berlari masuk ke kamar
"Eh eh Ta kok kabur?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar