NEW PAPER
Part 7
Part 7
Rasa
takut terus menyeruak didalam diri Nagita, dia terus memikirkan Restian dan
berbagai kemungkinan yang akan terjadi padanya di hari-hari berikutnya.
Apa Restian akan selalu mengejarnya?
Bagaimana kalau Restian kembali berusaha menyakitinya?
Bagaimana kalau Restian terus mengikutinya?
Dan banyak bagaimana lagi yang terus berputar-putar dikepala Nagita.
Apa Restian akan selalu mengejarnya?
Bagaimana kalau Restian kembali berusaha menyakitinya?
Bagaimana kalau Restian terus mengikutinya?
Dan banyak bagaimana lagi yang terus berputar-putar dikepala Nagita.
Sedari
tadi Nagita belum memejamkan matanya barang sedetik pun padahal sekarang sudah
pukul 2 dini hari. Selain memikirkan Restian sebenarnya Nagita juga merasa
lapar tapi dia tak mungkin keluar membangunkan Raffi atau Firra untuk meminta
makan itu namanya tidak tahu diri. Jadi Nagita memutuskan untuk menahannya saja
padahal sejak tadi siang dia belum memakan apapun.
Tiba-tiba
Nagita mendengar suara derap langkah kaki yang lewat didepan kamar yang dia
tempati disusul dengan suara seperti seseorang yang mencari sesuatu.
"Siapa itu apa mungkin Raffi? Tapii ngapain dia malam-malam begini atau jangan-jangan maling" Nagita berdegik ngeri dengan pemikirannya sendiri. Namun rasa penasaran terus menggerogoti dirinya. Akhirnya Nagita berinisiatif untuk mengintip siapa yang berada diluar.
"Siapa itu apa mungkin Raffi? Tapii ngapain dia malam-malam begini atau jangan-jangan maling" Nagita berdegik ngeri dengan pemikirannya sendiri. Namun rasa penasaran terus menggerogoti dirinya. Akhirnya Nagita berinisiatif untuk mengintip siapa yang berada diluar.
Saat
Nagita sudah mendekat kepintu suara derap langkah kaki itu semakin mendekat
keaarahnya kemudian kembali terdengar jauh. Saat Nagita membuka sedikit
pintunya Nagita tak menemukan siapa-siapa disana, Nagita membuka pintu itu
sedikit lebih lebar agar dapat mengeluarkan badannya untuk melihat lebih jelas
orang yang berada disana. Dan yang Nagita lihat, cukup jauh dari tempatnya
sekarang Raffi yang sedang menatap kearah luar dengan tatapan yang sulit di
artikan entah apa yang ada diluar sana tapi Nagita memastikan diluar sana bukan
maling atau penjahat lainnya karna tatapannya terlihat begitu murung. Nagita
menghela nafas lega berarti pemikirannya tentang maling yang tiba-tiba masuk
kedalam rumah ini salah besar. Nagita pun membalikkan badannya hendak kembali
masuk namun suara Raffi mengagetkannya.
"Kenapa
belum tidur?"
"Hmm
Maaf pak"
"Saya
bertanya kenapa belum tidur, bukan menyuruh Anda untuk meminta maaf"
"Hmm
itu pak, ga tau kenapa, ga bisa tidur saja" jawab Magita berbohong, dia
tidak mungkin mengatakan 'saya laper pak" itu gila namanya!
"Didapur
ada susu, Firra selalu meminum susu hangat jika dia tak bisa tidur" ucap
Raffi tapi matanya masih tertuju ke arah luar.
"Trimakasih
pak, tapi...."
"Jangan
sungkan, ambil saja, ayo" Raffi berjalan kearah dapur dan diikuti oleh
Nagita.
"Buatlah"
Raffi menyodorkan kaleng berisi susu kental kepada Nagita lalu membuka kulkas.
"Bapak
juga?"
"Tidak"
Raffi mengambil dua buah apel dari dalam kulkas kemudian duduk di meja makan
dan menghadap ke Nagita yang membuat susu.
"Duduk"
perintah Raffi begitu Nagita membuat susunya.
Nagita
menuruti perkataan Raffi yang Nagita hanya berharap Raffi tak seperti Azka yang
terus mengintrogasinya setiap kali mereka bertemu. Nagita meminum susunya
perlahan karna merasa begitu canggung, berbeda dengan Nagita, Raffi terlihat
biasa-biasa saja saa memakan apel yang ditangannya bahkan dia seperti tak
menganggap Nagita.
"Cepat
habiskan, kalau minumnya seperti itu tidak akan ada gunanya"
Nagita
membelakkan matanya tak percaya, sedari tadi bahkan Raffi tak melihat kearahnya
bagaimana Raffi tahu Nagita meminum susu seperti itu.
"Bapak
matanya banyak ya?"
Raffi
menatap Nagita dengan menyeritkan keningnya "apa maksudnya?"
"Dari
tadi saya tidak melihat bapak melihat kearah saya, tapi tahu-tahuan saja
bagaimana saya minum. Tadi juga perasaan saya liat bapak ngeliatnya keluar tapi
tau saya keluar dari kamar"
"Tidak
melihat bukan berarti saya tak merasakannya"
'Dasar!'
Batin Nagita
Kembali
hening ada suara apapun yang terdengar hingga tiba-tiba terdengar suara
cacing-cacing yang berada diperut Nagita.
'Mampus!
Malu malu malu! Dasar perut kurang ajar tidak tau situasi dan kondisi' gerutu
Nagita dalam hati merutuki perutnya yang tiba-tiba berbunyi.
"Bisa
masak?" Tanya Raffi
"Ha?
Masak? Hmm tidak terlalu bisa pak"
"Didapur
ada pasta instan, Anda bisa membuatnya?"
"kalau
pasta bisa pak, tapi....."
"Buatlah,
cuma ada itu disini. Buat dua porsi saya mendadak lapar" ucap Raffi dengan
nada acuh.
Nagita
pun menuruti perkataan Raffi untuk membuat pasta untung saja hanya pasta kalau
yang lain Nagita tidak yakin bisa membuatnya.
"Dimana
Anda bertemu Restian?" Tanya Raffi tiba-tiba
"Di
dia tau-tau sudah berada didalam rumah pak"
"Itu
kenapa pipi Anda sampai memar seperti itu?"
"Hah?"
Nagita langsung memegang kedua pipinya dia memang masih merasakan sakit akibat
cengkraman Restian tadi tapi dia tak berfikir akan menjadi memar.
"Ck
anda tidak sadar?"
Nagita
menggelengkan kepalanya pelan lalu kembali membuat pasta, sedangkan Raffi masih
saja sibuk dengan apelnya.
Tak
berapa lama Nagita sudah menghidangkan dua porsi pasta diatas meja makan.
"Makan"
ucap Raffi yang terdengar seperti nada memerintah, tanpa menjawab apapun Nagita
pun mulai memakan pasta buatannya.
"Pak
makasih ya udah nolongin saya, saya ga tau kalau tadi harus bagaimana kalau
bapak ga ada"
"Heemm"
"Bapak
sering makan sate di situ ya? Sampe bapak penjualnya kenal sama bapak"
"Firra
suka makan sate disitu"
"Ooo"
Nagita mengangguk-anggukan kepalanya, dia sudah bingung mau membicarakan
apalagi dengaan Raffi.
Hingga
makanan mereka habis tak ada lagi yang bersuara keduanya makan dalam diam dan
bermain dengan fikiran mereka masing-masing.
"Tidurlah,
ini sudah terlalu larut, dan bekas memar itu kompres dengan air es" ucap
Raffi lalu pergi menuju kamarnya.
Keesokkan
paginya Raffi, Firra dan Nagita berkumpul dimeja makan untuk sarapan bersama.
Nagita benar-benar merasa merepotkan Raffi dan Firra tadi pagi Firra
membangunkannya dan memberikannya pakaian untuk Nagita pakai hari ini karna
Firra tau Nagita sama sekali tidak membawa baju ganti.
"Ta,
Reinka kapan balik?" Tanya Firra.
"Minggu
depan mbak"
"Selama
Reinka di Jakarta kamu tinggal disini aja ya, biar aku ada temennya"
"Eng
tapi mbak...." Nagita melirik kearah Raffi yang sepertinya sama sekali
tidak tertarik dengan pembicaraan mereka.
"Boleh
kan Fi?" Tanya Firra ke Raffi yang hanya dijawab gumaman oleh Raffi.
"Tuh kan boleh, mau ya Ta?"
"Tuh kan boleh, mau ya Ta?"
"Ia
mbak" jawab Nagita, memang dia mau bagaimana lagi dia belum berani tinggal
dirumah sendirian, Restian bisa saja kembali masuk kerumah dan mungkin saja
jika saat itu datang Nagita tak bisa lagi lari kemanapun.
"Kamu
kerja atau apa Ta?" Tanya Firra
"Aku
ngajar mbak"
"Oww
ngajar SD, SMP apa SMA?"
"Aku
ngajar di TK. Kemala Bayangkhari Mbak"
"Deket
kantor Raffi dong, yaudah nanti kita bertiga pergi bareng aja, tapi biasanya
Raffi anterin aku dulu ke RS ga papa kan?"
"Ia
mbak" jawab Nagita.
Setelah
selesai sarapan mereka pun bergegas untuk berangkat. Saat melewati ruang depan
Ngita tak sengaja melihat kearah dinding yang ditempeli oleh tiga foto
pernikan. Yang paling ujung mungkin foto pernikan Orang Tua Raffi & Firra.
Kemudian foto Pernikahan Firra dan suaminya dan satu foto pernikahan yang
membuat Nagita penasaran yaitu Foto pernikahan Raffi dengan wanita yang tak
pernah Nagita jumpai sebelumnya.
"Jadi
pak Raffi sudah berkeluarga?" Batin Nagita
"Ayo
Ta buruan, nanti Raffi marah" ucap Firra seraya menarik tangan Nagita
untuk jalan lebih cepat.
"Kalau
pak Raffi sudah menikah, kenapa dari semalam aku belum melihat istrinya sama
sekali" Nagita terus bertanya-tanya dalam hatinya tentang status Raffi
yang sebenarnya.
****
Siang
ini Raffi dan timnya mendapatkan informasi bahwasannya komplotan yang selama
ini mereka incar tak hanya mengedarkan obat-obatan terlarang namun mereka juga
tergabung dalam sindikat perdangan manusia. Dan menurut informasi yang
didapatkan oleh Sony malam ini mereka akan berpesta disebuah club yang cukup
terkenal dikota ini.
"Kita
akan menangkap mereka malam ini, kita menyamar dan masuk kedalam tanpa
menimbulkan kecurigaan"
"Siap
kapten" jawab mereka semua serempak
"Dan
Azka saya rasa ide kamu saya tolak, saya tak mau mengorbankan siapapun dalam
misi ini" sontak seluruh anggota tim melirik ke arah Azka, karna mereka
sama sekali tak tau ide apa yang diberikan Azka pada Raffi.
"Izin
kapt, tapi dengan cara itu akan lebih memudahkan kita mendapatkan informasi,
mereka tidak akan mencurigai wanita yang kita utus nantinya"
"Begini,
saya menyarankan agar seseorang masuk ke dalam club itu sebagai salah satu
wanita bayaran agar dengan mudah mendapatkan informasi yang kita perlukan"
jelas Azka pada abggota tim yang lainnya.
"Itu
terlalu berbahaya ka! Bagaimana kalau terjadi apa-apa nantinya? Lagian siapa
yang mau menjalankan ide gila mu itu?" Ucap Sony dan sedetik kemudian
semua mata tertuju pada Arzia yang memang satu-satunya perempun dalam tim itu.
Mendapatkan tatapan seperti itu Arzia membalas mereka dengan tatapan tak
percaya.
"Ya
saya rasa kita bisa menggunakan ide Azka, kita semua akan melindunginya dari
jauh dan lagi pula wanita yang nantinya kita utus dapat melakukan bela
diri" ucap salah satu anggota lainnya.
"Siapa
pula wanita yang mau?" Ucap Sony yang masih tidak sependapat.
"Arzia"
jawab yang lainnya
Arzia
membelalakkan matanya, dia memang menguasai ilmu bela diri dan dia juga dapat
menembak dengan ketepatan 90% namun tetap saja ini gila!
"Tenang
Arzia toh nantinya kami semua juga berada disitu, tidak akan terjadi apa-apa
percayalah lagian ini juga bisa dibilang sebagai pembuktian kalau kau memang
pantas berada satu tim dengan kami" ucap Azka menepuk bahu Arzia yang
berdiri tepat disebelahnya.
"Nantangin
heh?" Bisik Arzia
"Oke saya setuju" ucap Arzia lantang.
"Oke saya setuju" ucap Arzia lantang.
"Saya
rasa karna hanya kapten & Sony saja yang tidak setuju ide saya
diterima"
"Ya.
Kita akan jalankan Sesuai ide Azka, dan Arzia bersiap-siap lah"
"Siap
kapten"
Lalu
mereka kembali kemeja masing-masing mengerjakan pekerjaan mereka yang
sebelumnya. Mereka baru akan menyiapkannya nanti selepas jam kantor seharusnya.
Setelah
yang lain keluar Raffi segera menghubungi Firra.
"Dimana?"
Tanya Raffi langsung.
"......"
"Nanti jangan kemana-mana, langsung pulang, Gue pulang larut malam ini"
"......"
"Gue ada kerjaan Firra, ingat jangan kemana-mana"
"...."
"Ya" Raffi pun mematikan sambungan telfonnya dan kembali melakukan pekerjaannya.
"......"
"Nanti jangan kemana-mana, langsung pulang, Gue pulang larut malam ini"
"......"
"Gue ada kerjaan Firra, ingat jangan kemana-mana"
"...."
"Ya" Raffi pun mematikan sambungan telfonnya dan kembali melakukan pekerjaannya.
Sementara
itu Nagita setelah selesai mengajar Nagita bersiap-siap untuk ke rumah sakit
karna tadi pagi Firra memintanya untuk kerumah sakit terlebih dahulu agar
mereka bisa pulang bersama.
Sesampainya
dirumah sakit Nagita langsung menuju ruangan Firra dan mendapati Firra tengah
disibukkan dengan beberapa berkas yang ada di mejanya.
"Sibuk
ya mbak?" Tanya Nagita begitu duduk didepan Firra.
"Lumayan
Ta, kamu nunggu bentar gapapa ya, aku mau ada operasi sebentar lagi" jelas
Firra
"Oh
ia ga papa kok mbak"
"Itu
tadi aku udah pesenin makan siang, kamu makan dulu ya. Aku operasinya ga lama
kok, cuma operasi kecil"
"Ia
mbak makasih ya"
"Ya
udah aku keruang operasi mau siap-siap dulu"
"
ia mbak"
Setelah
Firra keluar Nagita memakan makanan yang telah dipesankan oleh Firra. Cukup
lama Nagita menunggu Firra hingga membuatnya bosan, untuk menghilangkan kebosanannya
Firra pun keluar dari ruangan Firra menuju taman RS itu, Nagita sering ketaman
itu jika menunggu Reinka.
Saat
Nagita sedang bersantai di bangku taman tak jauh darinya dia melihat dua orang
yang begitu dikenalnya sejak dulu, orang yang dulu selalu ada untuknya namun
pada akhirnya orang itu juga yang membuat Nagita jatuh hingga ke jurang paling
dalam kehidupannya, membuat Nagita merasakan sakit yang amat dalam hingga
membuatnya benar-benar kehilangan arah. Orang itu tengah mendorong kursi roda
yang diduduki seorang wanita seumuran dengannya wajahnya sedikit pucat,
badannya terlihat lebih kurus dari terakhir kali Nagita bertemu dengannya
padahal seharusnya badannya lebih berisi karna dia tengah mengandung. Nagita
mengalihkan pandangannya dia tak mau melihat kedua orang itu, dua orang yang
dulu sangat dia banggakan kini telah berubah menjadi orang yang paling tidak
ingin ditemuinya didunia ini.
Nagita
berjalan dengan cepat untuk kembali keruangan Firra lebih baik dia bosan
menunggu Firra dari pada harus bertatap dengan kedua orang itu, saat Nagita
akan masuk keruangan Firra Seorang ibu paruh baya keluar dari ruangan Firra,
memberikan senyuman lembut pada Nagita yang dibalas dengan hal sama oleh
Nagita, lalu berlalu dari hadapan Nagita. Nagita pun masuk kedalam ruangan
Firra.
"Eh
Ta, dari mana?"
"Dari
taman belakang mbak"
"Bosen
ya? Maaf aku lama tadi"
"Engga
papa kok mbak"
"Ya
udah, kita pulang yuk, Pak Toni (supir keluarga Firra) udah jemput
didepan"
"Ia
ayo mbak"
Mereka
pun bergegas meninggalkan rumah sakit, sepanjang perjalan mereka habiskan
dengan mengobrol dan bercanda sangat berbeda bila bersama Raffi pasti mereka
hanya akan diam-diam hingga sampai tempat tujuan.
Saat
sampai dirumah Firra bergegas masuk kekamarnya dengan alasan dia ingin segera
buang air meninggalkan Nagita yang berjalan sambil mengamati rumah Raffi &
Firra entahlah Nagita merasa nyaman saat berada bersama Firra, pembawaan Firra
tak jauh berbeda dengan Reinka mungkin itulah yang membuat Nagita merasa
nyaman. Saat melewati ruang depan Nagita kembali memperhatikan tiga foto
pernikahan yang dipajang didinding itu yang menjadi fokus Nagita adalah foto
pernikahan Raffi. Nagita merasa ada yang berbeda antara Raffi yang selama ini
dia lihat dengan Raffi yang berada didalam foto itu. Setelah Nagita perhatikan
lebih jelas lagi ternyata yang menjadi pembedanya adalah Raffi yang berada
difoto itu tersenyum bahagia aura bahagianya begitu memancar di foto itu sangat
berbeda dengan Raffi yang biasa Nagita lihat selama ini dan setelah Nagita
mengingat-ingat lagi Nagita tak pernah melihat Raffi tertawa akh jangankan
tertawa tersenyum saja tak pernah. Karna merasa sudah terlalu lama
memperhatikan foto itu Nagita pun beranjak kekamar yang ditempatinya semalam
untuk membersihkan diri.
Setelah
selesai mandi Nagita keluar dari kamar dan menemui Nagita di taman belakang.
"Disini adem ya mbak" ucap Nagita.
"Disini adem ya mbak" ucap Nagita.
"Ia
Ta, disini adem, malah aku juga lebih suka disini dari pada dikamar sendiri ga
tau kenapa ngerasa nyaman aja disini, ya walaupun tanaman disini ga sebanyak
dulu lagi, karna ga ada yang ngurusin lagi"
"Kenapa
ga mbak aja yang ngurus atau manggil tukang kebun Gitu"
"Haha
aku ga berbakat ngurusin taneman Ta, paling tiap pagi atau sore aku siram
doang. Sebenarnya bisa aja sih manggil tukang kebun tapi papa sama Raffi ga
ngizinin jadi ya yang ngerawat tanamannya Papa atau kadang Raffi walaupun itu
kalau papa lagi off atau Raffi ga sibuk doang"
"Oh
ia Orang tuanya Mbak kemana kok aku ga liat"
"Papa
kerja Ta, dua minggu lagi baru pulang"
"Emang
kerja apa Mbak?"
"Papa
aku pilot"
"Wah
berarti samaan dong sama suaminya Mbak Firra"
"Hahaha
ia samaan, dikeluarga aku tu cuma aku sama Raffi doang yang kerjaannya
nyasar"
"Hah?
Nyasar gimana mbak?"
"Nih
ya dari kakek aku, adik/abang nya papa, sampe sepupu-sepupu aku pokoknya yang
cowok deh, semuanya itu Pilot nah kalo yang cewek itu semua pramugari, walaupun
cuma dikit sih karna ga tau kenapa sepupu aku hampir semuanya cowok yang cewek
cuma 2 katanya sih dari keluarga mama/papa emang jarang banget ada ceweknya,
mama aku juga Pramugari jadi ya kami berdua ini ga tau kenapa bisa jadi
begini"
"Wih
keren banget mbak, tapi sayang ya anak Papanya mbak ga ada yang jadi
pilot/pramugari"
"Ada
satu kok yang jadi Pilot, si Raffa"
"Kirain
cuma berdua doang Mbak, belum nikah ya mbak? Fotonya ga ada didepan
soalnya"
"Hah?
Raffa mah udah nikah, anak papa sama mama yang belom nikah cuma si Raffi
doang"
"Loh
tapi yang ada diruangan depan itu bukannya Foto pak Raffi ya?"
"Hahaha
pasti mikir itu Raffi ya?" Nagita menganggukkan kepalanya dengan cepat dia
sangat yakin yang ada di foto itu adalah Raffi tidak mungkin dia salah lihat.
"Itu
Raffa bukan Raffi"
"Tapi
Mbak....."
"Aku,
Raffi sama Raffa itu kembar TIGA jadi wajar kalau wajah Raffi sama Raffa itu
sama"
"Hah
TI.GA" Nagita mengacungkan tiga jarinya.
"Mbak seriusan kembar tiga? Tiga mbak? Tanya Nagita tak percaya.
"Mbak seriusan kembar tiga? Tiga mbak? Tanya Nagita tak percaya.
"Hahaha
kamu segitunya banget Ta, ia Tiga yang pertama itu Raffa, Raffi dan terakhir
itu aku"
"Ya
ampun mbak kembar dua aja itu menurut aku itu wow banget ini kembar tiga? Ga
nyangka aja"
"Kamu
berlebihan Ta, kalau dikeluarga dari mama aku itu mah biasa Ta, malah ni ya ta
mama aku itu kembar empat, satu cewek tiga Cowok" ucap Firra sedangkan
Nagita yang mendengarnya hanya bisa melongo tak percaya
Sementara
itu ditempat lain Raffi, Sony dan Arzia tengah fokus membidik agar tembakan
mereka tepat sasaran.
Door...... praangg. Doorr...... pranggg. Doorr.....pranggg
Suara tembakan mereka bertiga terdengar bersahut-sahutan disusul dengan pecahan botol diujung sana yang menjadi sasaran mereka saat ini.
Door...... praangg. Doorr...... pranggg. Doorr.....pranggg
Suara tembakan mereka bertiga terdengar bersahut-sahutan disusul dengan pecahan botol diujung sana yang menjadi sasaran mereka saat ini.
Begitu
terus hingga beberapa kali, mereka bertiga memang terlihat sangat serius, jika
melihat Raffi dan Sony begitu serius menembak memang bukanlah lah hal yang
tabu. Mereka berdua terkenal begitu lihai memainkan senjata apinya itu, timah
panas yang keluar dari pistol yang mereka pegang selalu tepat sasaran. Arzia
juga terlihat lihai dengan pistol yang ada ditangannya sejauh ini belum ada
tembakannya yang salah sasaran.
Saat
langit sudah mulai gelap mereka bertiga pun mengakhiri latihan mereka dan
kembali masuk ke dalam ruangan mereka untuk beristirahat dan mempersiapkan misi
yang akan mereka lakukan tengah malam nanti.
Ditempat
lain Nagita dan Firra tengah menyiapkan makan malm untuk mereka berdua, tak
banyak yang mereka masak menunya pun hanya menu-menu yang mudah, karna Nagita
tak terlalu bisa memasak.
"Ini
kita berdua doang mbak yang makan?" Tanya Nagita
"Ia
Ta kita 2 doang, si Raffi tadi bilang pulangnya sampe larut"
"Sering
gitu ya mbak?"
"Ya
lumayan lah, kadang ga pulang tapi dia sih jarang ga pulang kecuali ada orang
dirumah, udah yuk Ta makan"
Firra
dan Nagita pun memakan makanan yang mereka buat sambil cerita-cerita seputaran
keluarga Firra.
"Berarti
keluarga mbak jarang kumpul dong mbak, pada di awan semua" ucap Nagita.
"Ia
jaraaang banget bisa kumpul semuanya pasti ada aja yang lagi tugas"
"Tapi
mbak pengen deh liat Mbak, pak Raffi sama Raffa itu secara langsung belom
pernah liat anak kembar tiga soalnya hehehe"
Firra
tak langsung menganggapi perkataan Nagita dia diam beberapa saat kemudian
meminum air yang ada didepannya untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba
saja kering
"Raffa
udah ga ada, dia meninggal tiga tahun yang lalu"
Mendadak
suasana menjadi hening, Nagita jadi merasa tidak enak pada Firra.
"Maaf ya mbak, aku ga bermaksud"
"Maaf ya mbak, aku ga bermaksud"
"Ga
papa ko Ta, Raffa meninggal karna kecelakaan pesawat Ta miris ya?"
"Mbak
aku..."
"Gapapa
kok, aku masih bisa liat Raffa kok di Raffi, ya walaupun sifat jauuuuuhhh banget
tetep aja muka mereka sama"
Kemudian
mereka melanjutkan makan malamnya dalam keheningan.
****
Raffi
dan para timnya kini sudah bersiap-siap menjalankan misi mereka, tak ada lagi
seragam polisi berikut dengan segala atribut yang menempel disana, tak ada lagi
tampilan yang menunjukkan bahwa mereka adalah para anggota polisi, semua
terlihat dengan pakaian yang terlihat begitu menawan, lihat saja Raffi yang
menggunakkan kemeja slim fit coklat yang lengannya digulung hingga siku
dipadukan dengan jeans hitam dan sepatu kets membuat tampilan Raffi begitu
berbeda dari biasanya. Tak jauh berbeda dari Raffi, para anggota tim yang lain
juga berpenampilan sebelas dua belas dengan Raffi. Namun yang paling berbeda
dari semuanya adalah tampilan dan dari Arzia dia menggunakan dress hitam diatas
lutut tanpa lengan dipadukan heels bewarna gold yang membuatnya semakin tinggi.
Rambut yang tadinya hanya sebatas leher kini tiba-tiba menjadi panjang digerai
dengan indah hingga mencapai punggungnya.
"Uuuhh
hmm" entah mengapa Azka mendadak salah tingkah hingga mengusap tengkuknya
beberapa kali dan ternyata tak hanya Azka saja yang seperti itu para anggota
tim yang lain pun terlihat sama hanya Raffi yang terlihat acuh namun matanya
menatap pada heels yang dipakai Arzia
"Bisa
lari pakai sepatu seperti itu?" Ucap Raffi menaikkan sebelah alisnya.
"Saya
rasa tidak ada masalah, saya pernah beberapa kali menggunakan sepatu seperti
ini untuk menghajar orang & di saat-saat tertentu ini sungguh
membantu" ucap Arzia.
"seharusnya
dia jadi model bukan polisi, lo sampe ngiler gitu" bisik Sony pada Azka.
"Berisik"
balas Azka.
"Sudah?
Kita harus berangkat sekarang" ucap Raffi.
"Siap
kapten"
Mereka
semua pun bergegas menuju club yang menjadi tempat berkumpulnya Restian dan komplotanny.
"Kita
berpencar, Arzia masuk terlebih dulu menyusup sebagai wanita bayaran disana,
Azka masuk dari masuk dari barat, Sony masuk dari Timur, dua orang akan tetap
berada dimobil unyuk berjaga-jaga saya dan yang lainnya akan masuk lewat depan
satu-persatu. Jangan melakukan tindakan yang mencurigakan, jangan lepas alat
komunikasi kalian apapun yang terjadi" Raffi memberikan para anggotanya
Intruksi sebelum mereka masuk kedalam club itu.
"Siap
kapten" lalu mereka pun satu-persatu keluar dari mobil dan masuk kedalam
sesuai dengan intruksi yang diberikan Raffi tadi
Begitu
Arzia masuk kedalam dia langsung disambut dengan dentuman musik yang dimainkan
oleh DJ yang terlihat begitu lihai dengan berbagai macam alat didepannya, tak
hanya itu bau akohol dan asab rokok menyeruak kemana-mana tak jauh dari tempat
Arzia berdiri para wanita dengan pakaian yang super minim dan ketat
meliuk-liukkan badannya dengan semangat membuat Arzia ingin muntah saat itu
juga. Arzia berjalan kearah meja bar namun belum sampai disana seseorang
melingkarkan tangannya dipinggang Arzia membuat Arzia seketika membalik
kearahnya.
"Kita
ke atas hemm?" Ucap orang itu tepat ditelinga kiri Arzia.
Arzia
menganggukkan kepalanya menyetujui ajakan pria yang sama sekali tk dikenalnya
itu, namun Sony lewat alat komunikasi yang terletak di telinga kanan
memerintahkan Arzia agar mengikuti pria itu karna pria itu termasuk dalam
komplotan itu.
"Arzia
naik ke atas, ikuti dari jarak yang aman" ucap Raffi yang sudah duduk
dimeja bar.
"Siap"
jawab Azka
Ruangan
dilantai atas itu terlihat begitu elegan sangan berbanding dengan yang dibawah
disana Arzia melihat Restian yang berada disudut ruangan bersama seorang wanita
yang berada dipangkuannya, seorang disebelah Restian hanya duduk sambil
menyesap Alkoholnya perlahan terlihat bahwa fikiran orang itu sedang tak berada
disana.
"Mereka
benar diatas, 7 laki-laki" bisik Arzia .
Pria
yang membawa Arzia tadi menyerahkan segelas minuman pada Arzia, Arzia
menerimanya namun enggan meminumnya.
"Arzia
dengarkan saya! JANGAN MINUM APAPUN!" ucap Raffi memperingati Arzia
"Siap,
Restian juga disini" balas Arzia, dia tidak sepolos itu tidak mengetaui
isi minuman itu.
"Tentukan
situasi, agar kami naik" ucap Azka
"Naik
sekarang mereka sibuk ML disini, saya sudah ingin muntah!" Ucap Arzia yang
memang benar adanya dia benar-benar ingin muntah sekarang belum lagi Pria yang
membawanya terus saja memaksa minum dan sesekali menempelkan bibirnya di leher
jenjang Arzia.
"Naik
sekarang, satu persatu!" Titah Raffi yang juga mulai bangkit dari duduknya
menuju keatas.
Bruuugh
"Angkat tangan, ruangan ini sudah dikepung" Ucap Sony dengan lantang begitu pintu yang didobraknya terbuka. Disusul oleh Raffi dan yang lainnya
"Angkat tangan, ruangan ini sudah dikepung" Ucap Sony dengan lantang begitu pintu yang didobraknya terbuka. Disusul oleh Raffi dan yang lainnya
Semua
orang disitu langsung berdiri dari duduknya sambil mengacungkan senjatanya
masing-masing, mereka saling menodongkan senjata satu sama lain dan adu tatap
sengit.
"Letakkan
senjata kalian, menyerahlah" ucap Sony lantang.
"Gerald!"
desis Raffi begitu melihat kearah Orang yang berdiri tepat disamping Restian.
Gerald
tersenyum setan kearah Raffi sambil terus mengacungkan senjatanya kali ini
bukan kearah Sony tapi kearah Raffi, kemudian tatapannya beralih kearah pria
yang membawa Arzia tadi entah apa yang disampaikannya lewat tatapan matanya
namun pria iru langsung menarik Arzia dan menodongkan pisau keleher Arzia.
Pergerakkan
orang itu membuat Raffi dan lainnya lebih berwaspada.
Door...
Gerald
menembakkan pelurunya tepat mengenai botol bir yang berada tak jauh dari Arzia
lalu tersenyum.
"Sekarang
bukan lo doang yang bisa menembak dengan tepat Raffi Adrianta Zeran"
Raffi
mendengus, lalu memerintahkan para anggotanya untuk mulai beraksi melalui sandi
yang dia berikan.
Arzia
yang juga melihat sandi itu langsung menyikut prut pria yang yang membawanya
kemudian memukul tengkuk orang itu tengkuk orang itu dengan sikunya tak hanya
Arzia saja yang bertindak Raffi pun sama Raffi menendang tangan orang yang
berada paling dekat dengannya hingga pistol yang tadinya dipegangnya tercampak
entah kemana. Para anggota Raffi satu-persatu mulai melumpuhkan lawan mereka,
kini Raffi bertatapan langsung dengan Gerald mereka saling melempar tatapan
mematikan.
"Menyerahlah
ini semua sia-sia!" Ucap Raffi.
"Kau
yang membuatnya seperti ini! Sekarang menyingkirlah! Karna LO" Gerald
mengacungkan senjatanya kearah jantung Raffi "yang buat gue jauh dari
Firra"
Dooorr
suara tembakan itu terdengar begitu dekat dengan Raffi karna memang tembakan
itu berasal dari pistol Gerald yang tepat mengenai arah Jantungnya.
Sementara
itu Azka melihat Restian yang berusaha melarikan diri dari pintu lain langsung
menembak kaki Restian agar tak dapat kabur lagi.
"Lo
tau gue ga sebodoh yang lo fikir!" Desis Raffi memberikan pukulan telak
kearah Gerald hingga membuatnya tersungkur dan dengan cepat Raffi langsung
mengamankan Gerald dan membawanya keluar dari klub itu. Begitu juga dengan yang
lainnya mereka juga keluar dengan membawa orang-orang tak berguna itu.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar