Jumat, 15 April 2016

NEW PAPER
Part 7
Rasa takut terus menyeruak didalam diri Nagita, dia terus memikirkan Restian dan berbagai kemungkinan yang akan terjadi padanya di hari-hari berikutnya.
Apa Restian akan selalu mengejarnya?
Bagaimana kalau Restian kembali berusaha menyakitinya?
Bagaimana kalau Restian terus mengikutinya?
Dan banyak bagaimana lagi yang terus berputar-putar dikepala Nagita.
Sedari tadi Nagita belum memejamkan matanya barang sedetik pun padahal sekarang sudah pukul 2 dini hari. Selain memikirkan Restian sebenarnya Nagita juga merasa lapar tapi dia tak mungkin keluar membangunkan Raffi atau Firra untuk meminta makan itu namanya tidak tahu diri. Jadi Nagita memutuskan untuk menahannya saja padahal sejak tadi siang dia belum memakan apapun.
Tiba-tiba Nagita mendengar suara derap langkah kaki yang lewat didepan kamar yang dia tempati disusul dengan suara seperti seseorang yang mencari sesuatu. 
"Siapa itu apa mungkin Raffi? Tapii ngapain dia malam-malam begini atau jangan-jangan maling" Nagita berdegik ngeri dengan pemikirannya sendiri. Namun rasa penasaran terus menggerogoti dirinya. Akhirnya Nagita berinisiatif untuk mengintip siapa yang berada diluar.
Saat Nagita sudah mendekat kepintu suara derap langkah kaki itu semakin mendekat keaarahnya kemudian kembali terdengar jauh. Saat Nagita membuka sedikit pintunya Nagita tak menemukan siapa-siapa disana, Nagita membuka pintu itu sedikit lebih lebar agar dapat mengeluarkan badannya untuk melihat lebih jelas orang yang berada disana. Dan yang Nagita lihat, cukup jauh dari tempatnya sekarang Raffi yang sedang menatap kearah luar dengan tatapan yang sulit di artikan entah apa yang ada diluar sana tapi Nagita memastikan diluar sana bukan maling atau penjahat lainnya karna tatapannya terlihat begitu murung. Nagita menghela nafas lega berarti pemikirannya tentang maling yang tiba-tiba masuk kedalam rumah ini salah besar. Nagita pun membalikkan badannya hendak kembali masuk namun suara Raffi mengagetkannya.
"Kenapa belum tidur?"
"Hmm Maaf pak"
"Saya bertanya kenapa belum tidur, bukan menyuruh Anda untuk meminta maaf"
"Hmm itu pak, ga tau kenapa, ga bisa tidur saja" jawab Magita berbohong, dia tidak mungkin mengatakan 'saya laper pak" itu gila namanya!
"Didapur ada susu, Firra selalu meminum susu hangat jika dia tak bisa tidur" ucap Raffi tapi matanya masih tertuju ke arah luar.
"Trimakasih pak, tapi...."
"Jangan sungkan, ambil saja, ayo" Raffi berjalan kearah dapur dan diikuti oleh Nagita.
"Buatlah" Raffi menyodorkan kaleng berisi susu kental kepada Nagita lalu membuka kulkas.
"Bapak juga?"
"Tidak" Raffi mengambil dua buah apel dari dalam kulkas kemudian duduk di meja makan dan menghadap ke Nagita yang membuat susu.
"Duduk" perintah Raffi begitu Nagita membuat susunya.
Nagita menuruti perkataan Raffi yang Nagita hanya berharap Raffi tak seperti Azka yang terus mengintrogasinya setiap kali mereka bertemu. Nagita meminum susunya perlahan karna merasa begitu canggung, berbeda dengan Nagita, Raffi terlihat biasa-biasa saja saa memakan apel yang ditangannya bahkan dia seperti tak menganggap Nagita.
"Cepat habiskan, kalau minumnya seperti itu tidak akan ada gunanya"
Nagita membelakkan matanya tak percaya, sedari tadi bahkan Raffi tak melihat kearahnya bagaimana Raffi tahu Nagita meminum susu seperti itu.
"Bapak matanya banyak ya?"
Raffi menatap Nagita dengan menyeritkan keningnya "apa maksudnya?"
"Dari tadi saya tidak melihat bapak melihat kearah saya, tapi tahu-tahuan saja bagaimana saya minum. Tadi juga perasaan saya liat bapak ngeliatnya keluar tapi tau saya keluar dari kamar"
"Tidak melihat bukan berarti saya tak merasakannya"
'Dasar!' Batin Nagita
Kembali hening ada suara apapun yang terdengar hingga tiba-tiba terdengar suara cacing-cacing yang berada diperut Nagita.
'Mampus! Malu malu malu! Dasar perut kurang ajar tidak tau situasi dan kondisi' gerutu Nagita dalam hati merutuki perutnya yang tiba-tiba berbunyi.
"Bisa masak?" Tanya Raffi
"Ha? Masak? Hmm tidak terlalu bisa pak"
"Didapur ada pasta instan, Anda bisa membuatnya?"
"kalau pasta bisa pak, tapi....."
"Buatlah, cuma ada itu disini. Buat dua porsi saya mendadak lapar" ucap Raffi dengan nada acuh.
Nagita pun menuruti perkataan Raffi untuk membuat pasta untung saja hanya pasta kalau yang lain Nagita tidak yakin bisa membuatnya.
"Dimana Anda bertemu Restian?" Tanya Raffi tiba-tiba
"Di dia tau-tau sudah berada didalam rumah pak"
"Itu kenapa pipi Anda sampai memar seperti itu?"
"Hah?" Nagita langsung memegang kedua pipinya dia memang masih merasakan sakit akibat cengkraman Restian tadi tapi dia tak berfikir akan menjadi memar.
"Ck anda tidak sadar?"
Nagita menggelengkan kepalanya pelan lalu kembali membuat pasta, sedangkan Raffi masih saja sibuk dengan apelnya.
Tak berapa lama Nagita sudah menghidangkan dua porsi pasta diatas meja makan.
"Makan" ucap Raffi yang terdengar seperti nada memerintah, tanpa menjawab apapun Nagita pun mulai memakan pasta buatannya.
"Pak makasih ya udah nolongin saya, saya ga tau kalau tadi harus bagaimana kalau bapak ga ada"
"Heemm"
"Bapak sering makan sate di situ ya? Sampe bapak penjualnya kenal sama bapak"
"Firra suka makan sate disitu"
"Ooo" Nagita mengangguk-anggukan kepalanya, dia sudah bingung mau membicarakan apalagi dengaan Raffi.
Hingga makanan mereka habis tak ada lagi yang bersuara keduanya makan dalam diam dan bermain dengan fikiran mereka masing-masing.
"Tidurlah, ini sudah terlalu larut, dan bekas memar itu kompres dengan air es" ucap Raffi lalu pergi menuju kamarnya.
Keesokkan paginya Raffi, Firra dan Nagita berkumpul dimeja makan untuk sarapan bersama. Nagita benar-benar merasa merepotkan Raffi dan Firra tadi pagi Firra membangunkannya dan memberikannya pakaian untuk Nagita pakai hari ini karna Firra tau Nagita sama sekali tidak membawa baju ganti.
"Ta, Reinka kapan balik?" Tanya Firra.
"Minggu depan mbak"
"Selama Reinka di Jakarta kamu tinggal disini aja ya, biar aku ada temennya"
"Eng tapi mbak...." Nagita melirik kearah Raffi yang sepertinya sama sekali tidak tertarik dengan pembicaraan mereka.
"Boleh kan Fi?" Tanya Firra ke Raffi yang hanya dijawab gumaman oleh Raffi.
"Tuh kan boleh, mau ya Ta?"
"Ia mbak" jawab Nagita, memang dia mau bagaimana lagi dia belum berani tinggal dirumah sendirian, Restian bisa saja kembali masuk kerumah dan mungkin saja jika saat itu datang Nagita tak bisa lagi lari kemanapun.
"Kamu kerja atau apa Ta?" Tanya Firra
"Aku ngajar mbak"
"Oww ngajar SD, SMP apa SMA?"
"Aku ngajar di TK. Kemala Bayangkhari Mbak"
"Deket kantor Raffi dong, yaudah nanti kita bertiga pergi bareng aja, tapi biasanya Raffi anterin aku dulu ke RS ga papa kan?"
"Ia mbak" jawab Nagita.
Setelah selesai sarapan mereka pun bergegas untuk berangkat. Saat melewati ruang depan Ngita tak sengaja melihat kearah dinding yang ditempeli oleh tiga foto pernikan. Yang paling ujung mungkin foto pernikan Orang Tua Raffi & Firra. Kemudian foto Pernikahan Firra dan suaminya dan satu foto pernikahan yang membuat Nagita penasaran yaitu Foto pernikahan Raffi dengan wanita yang tak pernah Nagita jumpai sebelumnya.
"Jadi pak Raffi sudah berkeluarga?" Batin Nagita
"Ayo Ta buruan, nanti Raffi marah" ucap Firra seraya menarik tangan Nagita untuk jalan lebih cepat.
"Kalau pak Raffi sudah menikah, kenapa dari semalam aku belum melihat istrinya sama sekali" Nagita terus bertanya-tanya dalam hatinya tentang status Raffi yang sebenarnya.
****
Siang ini Raffi dan timnya mendapatkan informasi bahwasannya komplotan yang selama ini mereka incar tak hanya mengedarkan obat-obatan terlarang namun mereka juga tergabung dalam sindikat perdangan manusia. Dan menurut informasi yang didapatkan oleh Sony malam ini mereka akan berpesta disebuah club yang cukup terkenal dikota ini.
"Kita akan menangkap mereka malam ini, kita menyamar dan masuk kedalam tanpa menimbulkan kecurigaan"
"Siap kapten" jawab mereka semua serempak
"Dan Azka saya rasa ide kamu saya tolak, saya tak mau mengorbankan siapapun dalam misi ini" sontak seluruh anggota tim melirik ke arah Azka, karna mereka sama sekali tak tau ide apa yang diberikan Azka pada Raffi.
"Izin kapt, tapi dengan cara itu akan lebih memudahkan kita mendapatkan informasi, mereka tidak akan mencurigai wanita yang kita utus nantinya"
"Begini, saya menyarankan agar seseorang masuk ke dalam club itu sebagai salah satu wanita bayaran agar dengan mudah mendapatkan informasi yang kita perlukan" jelas Azka pada abggota tim yang lainnya.
"Itu terlalu berbahaya ka! Bagaimana kalau terjadi apa-apa nantinya? Lagian siapa yang mau menjalankan ide gila mu itu?" Ucap Sony dan sedetik kemudian semua mata tertuju pada Arzia yang memang satu-satunya perempun dalam tim itu. Mendapatkan tatapan seperti itu Arzia membalas mereka dengan tatapan tak percaya.
"Ya saya rasa kita bisa menggunakan ide Azka, kita semua akan melindunginya dari jauh dan lagi pula wanita yang nantinya kita utus dapat melakukan bela diri" ucap salah satu anggota lainnya.
"Siapa pula wanita yang mau?" Ucap Sony yang masih tidak sependapat.
"Arzia" jawab yang lainnya
Arzia membelalakkan matanya, dia memang menguasai ilmu bela diri dan dia juga dapat menembak dengan ketepatan 90% namun tetap saja ini gila!
"Tenang Arzia toh nantinya kami semua juga berada disitu, tidak akan terjadi apa-apa percayalah lagian ini juga bisa dibilang sebagai pembuktian kalau kau memang pantas berada satu tim dengan kami" ucap Azka menepuk bahu Arzia yang berdiri tepat disebelahnya.
"Nantangin heh?" Bisik Arzia
"Oke saya setuju" ucap Arzia lantang.
"Saya rasa karna hanya kapten & Sony saja yang tidak setuju ide saya diterima"
"Ya. Kita akan jalankan Sesuai ide Azka, dan Arzia bersiap-siap lah"
"Siap kapten"
Lalu mereka kembali kemeja masing-masing mengerjakan pekerjaan mereka yang sebelumnya. Mereka baru akan menyiapkannya nanti selepas jam kantor seharusnya.
Setelah yang lain keluar Raffi segera menghubungi Firra.
"Dimana?" Tanya Raffi langsung.
"......"
"Nanti jangan kemana-mana, langsung pulang, Gue pulang larut malam ini"
"......"
"Gue ada kerjaan Firra, ingat jangan kemana-mana"
"...."
"Ya" Raffi pun mematikan sambungan telfonnya dan kembali melakukan pekerjaannya.
Sementara itu Nagita setelah selesai mengajar Nagita bersiap-siap untuk ke rumah sakit karna tadi pagi Firra memintanya untuk kerumah sakit terlebih dahulu agar mereka bisa pulang bersama.
Sesampainya dirumah sakit Nagita langsung menuju ruangan Firra dan mendapati Firra tengah disibukkan dengan beberapa berkas yang ada di mejanya.
"Sibuk ya mbak?" Tanya Nagita begitu duduk didepan Firra.
"Lumayan Ta, kamu nunggu bentar gapapa ya, aku mau ada operasi sebentar lagi" jelas Firra
"Oh ia ga papa kok mbak"
"Itu tadi aku udah pesenin makan siang, kamu makan dulu ya. Aku operasinya ga lama kok, cuma operasi kecil"
"Ia mbak makasih ya"
"Ya udah aku keruang operasi mau siap-siap dulu"
" ia mbak"
Setelah Firra keluar Nagita memakan makanan yang telah dipesankan oleh Firra. Cukup lama Nagita menunggu Firra hingga membuatnya bosan, untuk menghilangkan kebosanannya Firra pun keluar dari ruangan Firra menuju taman RS itu, Nagita sering ketaman itu jika menunggu Reinka.
Saat Nagita sedang bersantai di bangku taman tak jauh darinya dia melihat dua orang yang begitu dikenalnya sejak dulu, orang yang dulu selalu ada untuknya namun pada akhirnya orang itu juga yang membuat Nagita jatuh hingga ke jurang paling dalam kehidupannya, membuat Nagita merasakan sakit yang amat dalam hingga membuatnya benar-benar kehilangan arah. Orang itu tengah mendorong kursi roda yang diduduki seorang wanita seumuran dengannya wajahnya sedikit pucat, badannya terlihat lebih kurus dari terakhir kali Nagita bertemu dengannya padahal seharusnya badannya lebih berisi karna dia tengah mengandung. Nagita mengalihkan pandangannya dia tak mau melihat kedua orang itu, dua orang yang dulu sangat dia banggakan kini telah berubah menjadi orang yang paling tidak ingin ditemuinya didunia ini.
Nagita berjalan dengan cepat untuk kembali keruangan Firra lebih baik dia bosan menunggu Firra dari pada harus bertatap dengan kedua orang itu, saat Nagita akan masuk keruangan Firra Seorang ibu paruh baya keluar dari ruangan Firra, memberikan senyuman lembut pada Nagita yang dibalas dengan hal sama oleh Nagita, lalu berlalu dari hadapan Nagita. Nagita pun masuk kedalam ruangan Firra.
"Eh Ta, dari mana?"
"Dari taman belakang mbak"
"Bosen ya? Maaf aku lama tadi"
"Engga papa kok mbak"
"Ya udah, kita pulang yuk, Pak Toni (supir keluarga Firra) udah jemput didepan"
"Ia ayo mbak"
Mereka pun bergegas meninggalkan rumah sakit, sepanjang perjalan mereka habiskan dengan mengobrol dan bercanda sangat berbeda bila bersama Raffi pasti mereka hanya akan diam-diam hingga sampai tempat tujuan.
Saat sampai dirumah Firra bergegas masuk kekamarnya dengan alasan dia ingin segera buang air meninggalkan Nagita yang berjalan sambil mengamati rumah Raffi & Firra entahlah Nagita merasa nyaman saat berada bersama Firra, pembawaan Firra tak jauh berbeda dengan Reinka mungkin itulah yang membuat Nagita merasa nyaman. Saat melewati ruang depan Nagita kembali memperhatikan tiga foto pernikahan yang dipajang didinding itu yang menjadi fokus Nagita adalah foto pernikahan Raffi. Nagita merasa ada yang berbeda antara Raffi yang selama ini dia lihat dengan Raffi yang berada didalam foto itu. Setelah Nagita perhatikan lebih jelas lagi ternyata yang menjadi pembedanya adalah Raffi yang berada difoto itu tersenyum bahagia aura bahagianya begitu memancar di foto itu sangat berbeda dengan Raffi yang biasa Nagita lihat selama ini dan setelah Nagita mengingat-ingat lagi Nagita tak pernah melihat Raffi tertawa akh jangankan tertawa tersenyum saja tak pernah. Karna merasa sudah terlalu lama memperhatikan foto itu Nagita pun beranjak kekamar yang ditempatinya semalam untuk membersihkan diri.
Setelah selesai mandi Nagita keluar dari kamar dan menemui Nagita di taman belakang.
"Disini adem ya mbak" ucap Nagita.
"Ia Ta, disini adem, malah aku juga lebih suka disini dari pada dikamar sendiri ga tau kenapa ngerasa nyaman aja disini, ya walaupun tanaman disini ga sebanyak dulu lagi, karna ga ada yang ngurusin lagi"
"Kenapa ga mbak aja yang ngurus atau manggil tukang kebun Gitu"
"Haha aku ga berbakat ngurusin taneman Ta, paling tiap pagi atau sore aku siram doang. Sebenarnya bisa aja sih manggil tukang kebun tapi papa sama Raffi ga ngizinin jadi ya yang ngerawat tanamannya Papa atau kadang Raffi walaupun itu kalau papa lagi off atau Raffi ga sibuk doang"
"Oh ia Orang tuanya Mbak kemana kok aku ga liat"
"Papa kerja Ta, dua minggu lagi baru pulang"
"Emang kerja apa Mbak?"
"Papa aku pilot"
"Wah berarti samaan dong sama suaminya Mbak Firra"
"Hahaha ia samaan, dikeluarga aku tu cuma aku sama Raffi doang yang kerjaannya nyasar"
"Hah? Nyasar gimana mbak?"
"Nih ya dari kakek aku, adik/abang nya papa, sampe sepupu-sepupu aku pokoknya yang cowok deh, semuanya itu Pilot nah kalo yang cewek itu semua pramugari, walaupun cuma dikit sih karna ga tau kenapa sepupu aku hampir semuanya cowok yang cewek cuma 2 katanya sih dari keluarga mama/papa emang jarang banget ada ceweknya, mama aku juga Pramugari jadi ya kami berdua ini ga tau kenapa bisa jadi begini"
"Wih keren banget mbak, tapi sayang ya anak Papanya mbak ga ada yang jadi pilot/pramugari"
"Ada satu kok yang jadi Pilot, si Raffa"
"Kirain cuma berdua doang Mbak, belum nikah ya mbak? Fotonya ga ada didepan soalnya"
"Hah? Raffa mah udah nikah, anak papa sama mama yang belom nikah cuma si Raffi doang"
"Loh tapi yang ada diruangan depan itu bukannya Foto pak Raffi ya?"
"Hahaha pasti mikir itu Raffi ya?" Nagita menganggukkan kepalanya dengan cepat dia sangat yakin yang ada di foto itu adalah Raffi tidak mungkin dia salah lihat.
"Itu Raffa bukan Raffi"
"Tapi Mbak....."
"Aku, Raffi sama Raffa itu kembar TIGA jadi wajar kalau wajah Raffi sama Raffa itu sama"
"Hah TI.GA" Nagita mengacungkan tiga jarinya.
"Mbak seriusan kembar tiga? Tiga mbak? Tanya Nagita tak percaya.
"Hahaha kamu segitunya banget Ta, ia Tiga yang pertama itu Raffa, Raffi dan terakhir itu aku"
"Ya ampun mbak kembar dua aja itu menurut aku itu wow banget ini kembar tiga? Ga nyangka aja"
"Kamu berlebihan Ta, kalau dikeluarga dari mama aku itu mah biasa Ta, malah ni ya ta mama aku itu kembar empat, satu cewek tiga Cowok" ucap Firra sedangkan Nagita yang mendengarnya hanya bisa melongo tak percaya
Sementara itu ditempat lain Raffi, Sony dan Arzia tengah fokus membidik agar tembakan mereka tepat sasaran.
Door...... praangg. Doorr...... pranggg. Doorr.....pranggg
Suara tembakan mereka bertiga terdengar bersahut-sahutan disusul dengan pecahan botol diujung sana yang menjadi sasaran mereka saat ini.
Begitu terus hingga beberapa kali, mereka bertiga memang terlihat sangat serius, jika melihat Raffi dan Sony begitu serius menembak memang bukanlah lah hal yang tabu. Mereka berdua terkenal begitu lihai memainkan senjata apinya itu, timah panas yang keluar dari pistol yang mereka pegang selalu tepat sasaran. Arzia juga terlihat lihai dengan pistol yang ada ditangannya sejauh ini belum ada tembakannya yang salah sasaran.
Saat langit sudah mulai gelap mereka bertiga pun mengakhiri latihan mereka dan kembali masuk ke dalam ruangan mereka untuk beristirahat dan mempersiapkan misi yang akan mereka lakukan tengah malam nanti.
Ditempat lain Nagita dan Firra tengah menyiapkan makan malm untuk mereka berdua, tak banyak yang mereka masak menunya pun hanya menu-menu yang mudah, karna Nagita tak terlalu bisa memasak.
"Ini kita berdua doang mbak yang makan?" Tanya Nagita
"Ia Ta kita 2 doang, si Raffi tadi bilang pulangnya sampe larut"
"Sering gitu ya mbak?"
"Ya lumayan lah, kadang ga pulang tapi dia sih jarang ga pulang kecuali ada orang dirumah, udah yuk Ta makan"
Firra dan Nagita pun memakan makanan yang mereka buat sambil cerita-cerita seputaran keluarga Firra.
"Berarti keluarga mbak jarang kumpul dong mbak, pada di awan semua" ucap Nagita.
"Ia jaraaang banget bisa kumpul semuanya pasti ada aja yang lagi tugas"
"Tapi mbak pengen deh liat Mbak, pak Raffi sama Raffa itu secara langsung belom pernah liat anak kembar tiga soalnya hehehe"
Firra tak langsung menganggapi perkataan Nagita dia diam beberapa saat kemudian meminum air yang ada didepannya untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba saja kering
"Raffa udah ga ada, dia meninggal tiga tahun yang lalu"
Mendadak suasana menjadi hening, Nagita jadi merasa tidak enak pada Firra.
"Maaf ya mbak, aku ga bermaksud"
"Ga papa ko Ta, Raffa meninggal karna kecelakaan pesawat Ta miris ya?"
"Mbak aku..."
"Gapapa kok, aku masih bisa liat Raffa kok di Raffi, ya walaupun sifat jauuuuuhhh banget tetep aja muka mereka sama"
Kemudian mereka melanjutkan makan malamnya dalam keheningan.
****
Raffi dan para timnya kini sudah bersiap-siap menjalankan misi mereka, tak ada lagi seragam polisi berikut dengan segala atribut yang menempel disana, tak ada lagi tampilan yang menunjukkan bahwa mereka adalah para anggota polisi, semua terlihat dengan pakaian yang terlihat begitu menawan, lihat saja Raffi yang menggunakkan kemeja slim fit coklat yang lengannya digulung hingga siku dipadukan dengan jeans hitam dan sepatu kets membuat tampilan Raffi begitu berbeda dari biasanya. Tak jauh berbeda dari Raffi, para anggota tim yang lain juga berpenampilan sebelas dua belas dengan Raffi. Namun yang paling berbeda dari semuanya adalah tampilan dan dari Arzia dia menggunakan dress hitam diatas lutut tanpa lengan dipadukan heels bewarna gold yang membuatnya semakin tinggi. Rambut yang tadinya hanya sebatas leher kini tiba-tiba menjadi panjang digerai dengan indah hingga mencapai punggungnya.
"Uuuhh hmm" entah mengapa Azka mendadak salah tingkah hingga mengusap tengkuknya beberapa kali dan ternyata tak hanya Azka saja yang seperti itu para anggota tim yang lain pun terlihat sama hanya Raffi yang terlihat acuh namun matanya menatap pada heels yang dipakai Arzia
"Bisa lari pakai sepatu seperti itu?" Ucap Raffi menaikkan sebelah alisnya.
"Saya rasa tidak ada masalah, saya pernah beberapa kali menggunakan sepatu seperti ini untuk menghajar orang & di saat-saat tertentu ini sungguh membantu" ucap Arzia.
"seharusnya dia jadi model bukan polisi, lo sampe ngiler gitu" bisik Sony pada Azka.
"Berisik" balas Azka.
"Sudah? Kita harus berangkat sekarang" ucap Raffi.
"Siap kapten"
Mereka semua pun bergegas menuju club yang menjadi tempat berkumpulnya Restian dan komplotanny.
"Kita berpencar, Arzia masuk terlebih dulu menyusup sebagai wanita bayaran disana, Azka masuk dari masuk dari barat, Sony masuk dari Timur, dua orang akan tetap berada dimobil unyuk berjaga-jaga saya dan yang lainnya akan masuk lewat depan satu-persatu. Jangan melakukan tindakan yang mencurigakan, jangan lepas alat komunikasi kalian apapun yang terjadi" Raffi memberikan para anggotanya Intruksi sebelum mereka masuk kedalam club itu.
"Siap kapten" lalu mereka pun satu-persatu keluar dari mobil dan masuk kedalam sesuai dengan intruksi yang diberikan Raffi tadi
Begitu Arzia masuk kedalam dia langsung disambut dengan dentuman musik yang dimainkan oleh DJ yang terlihat begitu lihai dengan berbagai macam alat didepannya, tak hanya itu bau akohol dan asab rokok menyeruak kemana-mana tak jauh dari tempat Arzia berdiri para wanita dengan pakaian yang super minim dan ketat meliuk-liukkan badannya dengan semangat membuat Arzia ingin muntah saat itu juga. Arzia berjalan kearah meja bar namun belum sampai disana seseorang melingkarkan tangannya dipinggang Arzia membuat Arzia seketika membalik kearahnya.
"Kita ke atas hemm?" Ucap orang itu tepat ditelinga kiri Arzia.
Arzia menganggukkan kepalanya menyetujui ajakan pria yang sama sekali tk dikenalnya itu, namun Sony lewat alat komunikasi yang terletak di telinga kanan memerintahkan Arzia agar mengikuti pria itu karna pria itu termasuk dalam komplotan itu.
"Arzia naik ke atas, ikuti dari jarak yang aman" ucap Raffi yang sudah duduk dimeja bar.
"Siap" jawab Azka
Ruangan dilantai atas itu terlihat begitu elegan sangan berbanding dengan yang dibawah disana Arzia melihat Restian yang berada disudut ruangan bersama seorang wanita yang berada dipangkuannya, seorang disebelah Restian hanya duduk sambil menyesap Alkoholnya perlahan terlihat bahwa fikiran orang itu sedang tak berada disana.
"Mereka benar diatas, 7 laki-laki" bisik Arzia .
Pria yang membawa Arzia tadi menyerahkan segelas minuman pada Arzia, Arzia menerimanya namun enggan meminumnya.
"Arzia dengarkan saya! JANGAN MINUM APAPUN!" ucap Raffi memperingati Arzia
"Siap, Restian juga disini" balas Arzia, dia tidak sepolos itu tidak mengetaui isi minuman itu.
"Tentukan situasi, agar kami naik" ucap Azka
"Naik sekarang mereka sibuk ML disini, saya sudah ingin muntah!" Ucap Arzia yang memang benar adanya dia benar-benar ingin muntah sekarang belum lagi Pria yang membawanya terus saja memaksa minum dan sesekali menempelkan bibirnya di leher jenjang Arzia.
"Naik sekarang, satu persatu!" Titah Raffi yang juga mulai bangkit dari duduknya menuju keatas.
Bruuugh 
"Angkat tangan, ruangan ini sudah dikepung" Ucap Sony dengan lantang begitu pintu yang didobraknya terbuka. Disusul oleh Raffi dan yang lainnya
Semua orang disitu langsung berdiri dari duduknya sambil mengacungkan senjatanya masing-masing, mereka saling menodongkan senjata satu sama lain dan adu tatap sengit.
"Letakkan senjata kalian, menyerahlah" ucap Sony lantang.
"Gerald!" desis Raffi begitu melihat kearah Orang yang berdiri tepat disamping Restian.
Gerald tersenyum setan kearah Raffi sambil terus mengacungkan senjatanya kali ini bukan kearah Sony tapi kearah Raffi, kemudian tatapannya beralih kearah pria yang membawa Arzia tadi entah apa yang disampaikannya lewat tatapan matanya namun pria iru langsung menarik Arzia dan menodongkan pisau keleher Arzia.
Pergerakkan orang itu membuat Raffi dan lainnya lebih berwaspada.
Door...
Gerald menembakkan pelurunya tepat mengenai botol bir yang berada tak jauh dari Arzia lalu tersenyum.
"Sekarang bukan lo doang yang bisa menembak dengan tepat Raffi Adrianta Zeran"
Raffi mendengus, lalu memerintahkan para anggotanya untuk mulai beraksi melalui sandi yang dia berikan.
Arzia yang juga melihat sandi itu langsung menyikut prut pria yang yang membawanya kemudian memukul tengkuk orang itu tengkuk orang itu dengan sikunya tak hanya Arzia saja yang bertindak Raffi pun sama Raffi menendang tangan orang yang berada paling dekat dengannya hingga pistol yang tadinya dipegangnya tercampak entah kemana. Para anggota Raffi satu-persatu mulai melumpuhkan lawan mereka, kini Raffi bertatapan langsung dengan Gerald mereka saling melempar tatapan mematikan.
"Menyerahlah ini semua sia-sia!" Ucap Raffi.
"Kau yang membuatnya seperti ini! Sekarang menyingkirlah! Karna LO" Gerald mengacungkan senjatanya kearah jantung Raffi "yang buat gue jauh dari Firra"
Dooorr suara tembakan itu terdengar begitu dekat dengan Raffi karna memang tembakan itu berasal dari pistol Gerald yang tepat mengenai arah Jantungnya.
Sementara itu Azka melihat Restian yang berusaha melarikan diri dari pintu lain langsung menembak kaki Restian agar tak dapat kabur lagi.
"Lo tau gue ga sebodoh yang lo fikir!" Desis Raffi memberikan pukulan telak kearah Gerald hingga membuatnya tersungkur dan dengan cepat Raffi langsung mengamankan Gerald dan membawanya keluar dari klub itu. Begitu juga dengan yang lainnya mereka juga keluar dengan membawa orang-orang tak berguna itu.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar