NEW PAPER
Part 13
Setelah selesai mengunjungi makam kedua
orang tuanya, Nagita hanya diam. Tak lagi bertanya kemana Raffi akan
membawanya, bahkan dia tak peduli lagi dengan sinar matahari yang begitu
menyengat siang hari ini, padahal biasanya Nagita akan mengeluh
habis-habisan jikan berpanas-pans seperti ini. Raffi pun sama saja dia
bahkan jiga tak mengeluarkan sepatah kata pun begitu mereka keluar dari
TPU itu. Sekarang mereka jadi sama-sama pendiam!
Setelah
menempuh perjalanan sekitar 45 menit Raffi menghentikan motornya
disebuah rumah yang besar dengan tiga lantai serta halaman depan yang
sangat luas, dipenuhi dengan berbagai macam jenis tumbuhan. Ditengah
kota Jakarta yang begitu panas dan lekat dengan polusi disini terasa
begitu sejuk dan menenangkan.
"Tidak mau turun?" Tanya Raffi saat
motornya sudah berhenti sejak beberapa saat lalu namun tak ada
tanda-tanda Nagita akan turun dari motornya.
Namun tak ada
balasan dari Nagita dia hanya diam dengan pandangan kosong kesamping
kanan. Dia terlalu sibuk dengan fikirannya sendiri sehingga tak
sedikitpun mendengarkan perkataan Raffi.
"Nagita?" Raffi menyentuh kaki Nagita yang berhasil membuat Nagita kaget
"Eh iya. Apa Mas?" Tanyanya bingung
"Tidak mau turun?"
"Hah?"
"Ck cepatlah turun"
"Haa iya iya" Nagita pun segera turun dari motor Raffi. Lalu
memerhatikan kesekitarnya dengan seksama kemudian menyeritkan keningnya
bingung.
"Mas ini dimana?" Tanya Nagita pada akhirnya.
"Ayo masuk" Raffi menarik tangan Nagita agar mengikutinya masuk kedalam.
Begitu masuk kedalam rumah Nagita disuguhi dengan berbagai Frame Foto
dengan ukuran yang sangat besar, menempel pas didinding rumah yang
bercatkan warna cream. Namun sejauh mata Nagita memandang tak ada foto
Raffi disana.
"Ini rumah siapa Mas?" Tanya Nagita sambil masih terus berjalan mengikuti Raffi
"Rumah Papa" Jawabnya acuh. Ketika sudah sampai dapur Raffi segera
mengambil minum dan meneguknya hingga tandas tanpa melepaskan genggaman
tangannya pada Nagita.
Melihat Raffi yang minum seperti itu membuat Nagita jadi ikut haus.
"Mas haus" ucapnya persis seperti anak kecil minta dibelikan ice cream
"Minum" ucap Raffi tanpa menoleh ke Nagita
"Tangannya Mas" Nagita melihat kearah tangan kanannya yang masih digenggam oleh Raffi.
"Oh" Raffi melepaskan genggaman tangannya kemudian duduk dimeja bar sambil memijit pelan pelipisnya.
"Mas.."
"Hmm?"
"Mas"
"Hmm?" Raffi masih belum menatap Nagita, dia masih menundukkan kepalanya sambit memijit pelipisnya
"Mas, jangan hmm hmm terus!" Ucap Nagita yang kini sudah berdiri disamping Raffi.
Raffi menghela nafasnya pelan, kemudian menatap kearah Nagita "Apa?" Tanya Raffi pelan
Nagita melihat wajah Raffi yang sepertinya benar-benar sangat letih,
dan kantung matanya terlihat jelas disana. Uuhh kenapa Nagita baru
menyadari kantung mata Raffi sekarang padahal dia sudah bersama Raffi
dari tadi!
"Ada apa?" Tanya Raffi lagi melihat Nagita yang hanya diam memandanginya.
Nagita menggelengkan kepalanya pelan, tadinya dia ingin mengeluh lelah
pada Raffi tapi melihat Raffi seperti itu membuat Nagita mengurungkan
niatnya. Raffi terlihat lebih lelah dari padanya.
"Gapapa, Mas istirahat gih sana. Keliatannya capek banget gitu"
"Kita masih harus menemui Om dan Tante mu" Raffi melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah lima sore.
"Harus sekarang ya Mas? Capek" ucap Nagita dengan wajah memelas. Huh
mana sanggup lagi jika dia harus ketempat Om-nya, bayangkan saja begitu
sampai di Jakarta dia hanya istirahat untuk makan siang lalu Raffi
menganjaknya dari satu tempat menuju tempat lainnya. Belum lagi setelah
berziarah kemakam kedua orang tuanya semua tenaganya seolah terkuras
habis untuk merutuki dirinya sendiri dan menangisi kebodohannya karna
terlalu larut dalam kesedihannya sendiri sehingga melupakan kalau dia
seharusnya lebih sering berkunjung kemakam kedua orang tuanya.
"Ya sudah, Istirahatlah dulu. Ayo" Ucap Raffi lalu bangkit dari duduknya
dan berjalan menuju kamar tamu. Nagita hanya mengikutinya saja tanpa
membantah.
"Istirahatlah dulu sebentar, kita akan kerumah om atau tante mu malam nanti" Ucap Raffi saat didepan pintu kamar tamu.
"Harus ya Mas?"
"Kita harus kembali ke semarang, kamu haru ngajar dan Mas harus kerja"
Nagita hanya memanyunkan bibirnya namun tetap mengangguk.
"Mas juga istirahat" Ucap Nagita sebelum masuk kedalam kamar
Raffi hanya menggangguk kemudian berlalu dari hadapan Nagita menuju kamarnya. Dia butuh mandi dan istirahat sekarang!
☆☆☆☆☆
Hanya sekitar satu jam waktu yang mereka gunakan untuk Istirat
selepasnya, Sekitar pukul enam tadi Raffi dan Nagita berangkat menuju
rumah Dian, dan sekarang tepat pulul 8 malam saat Raffi menghentikan
mobilnya didepan pagar rumah Dian yang menjulang tinggi.
"Mas, kalau tante Dian marah gimana?" Tanya Nagita untuk kesekian kalinya sepanjang perjalan menuju rumah Dian.
"Kamu udah tanyain itu lebih dari sepuluh kali, kalau kamu lupa" Ucap
Raffi sambil membuka seat belt nya, lalu kembali menatap kearah Nagita
yang sedari tadi terus menilin ujung bajunya.
"Semuanya akan baik-baik saja, kalaupun Tantemu marah itu wajar, tapi percayalah itu tidak akan lama"
Nagita menganggukkan kepalanya, lalu menatap langsung ke mata Raffi.
"Kalau nanti Tante Dian bener-bener marah, jangan jauh dari aku ya Mas"
Raffi menganggukkan kepalanya pasti, lalu mengecup kening Nagita
sekilas dan segera keluar dari mobilnya untuk membukakan pintu untuk
Nagita.
"Ayo" Nagita hanya mengangguk dan menggenggam erat tangan Kanan Raffi.
Raffi mengetuk pintu rumah berwarna Coklat susu didepannya ini beberapa
kali hingga seorang wanita paruh baya membukakan pintu tersebut.
"Cari siapa Mas?" Tanya wanita paruh baya itu pada Raffi, lalu
menggeser pandangannya pada Nagita yang bersembunyi dibalik badan Raffi.
"Ibu Dian, ada?" Tanya Raffi
Nagita menggeser sedikit badannya agar dapat melihat dengan siapa Raffi berbicara.
"Ya ampun non Gita" pekik wanita itu begitu melihat sosok Nagita dibalik tubuh Raffi.
"Bi Rum, Tante ada?" Tanya Nagita canggung.
"Ada, ada non didalam. Lagi pada ngumpul semuanya. Ayo masuk Non"
Ucapnya terlihat senang dengan kedatangan keponakan majikannya.
"Didalem siapa aja Bi?" Tanya Nagita saat mereka akan berjalan menuju ruang keluarga.
"Semua Non, lagi pada ngumpul" mendengar itu Nagita meneguk salivanya
susah payah. Tadinya dia hanya berharap bertemu dengan Dian dan Bara
suami Dian namun siapa sangka kedua anak Dian yang sudah tak lagi
tinggal bersama Dian sedang berkunjung kesini?
"Siapa Bi?" Tanya Dian begitu mendengar suara derap langkah yang mendekat sambil membalikkan badannya.
Dian terdiam sesaat menatap tak percaya keponakannya yang sedang
berdiri sambil menundukkan kepalanya itu, seolah lantai dibawah sana
lebih menarik dari pada apapun.
"Ini Non Gita, Bu" jawab Bi Rum.
Jika tadi hanya Dian yang membalikkan badannya kini semua orang yabg
berada diruangan itu membalikkan badannya menatap Nagita, bahkan Gadiz
cucu Dian yang masih berumur kurang dari dua tahun pun ikut menatap
Nagita dan Raffi bergantian.
"Gita?" Akhirnya dari semuanya
Satrya yang terlebih dulu sadar dari keterkejutannya. Dia bangkit dari
duduknya dan berjalan menghampiri Nagita diikuti anggota keluarganya
yang lain.
"Lo kemana aja heemm?" Satrya dengan santainya memeluk sepupunya itu tanpa memperdulikan Raffi yang memasang wajah tak suka.
"Ya ampun Sayang, kamu kemana aja? Tante..... ya ampun" Dian menarik Satrya agar dapat memeluk Nagita.
Diperlakukan seperti itu membuat Nagita sedikit meringis, masihkah
Tante Dian mau memeluknya seperti ini jika tau bahwa kakaknya sudah
meninggal dan Nagita sama sekali tak memberitahunya.
"Ya ampun
kamu dari mana aja sih? Mama sama Papa kamu juga kemana? Tante sama Om
Adi sampai bingung mencari keberadaan kalian" Ucap Dian yang kini sudah
melepaskan pelukannya pada Nagita dan melirik kearah Raffi yang sedari
tadi seperti tak terlihat.
"Ini siapa?" Tanya Satrya setelah sadar ada orang lain yang bahkan tak dia kenal ada dirumah orang tuanya.
"Ia, ini Siapa?" Kali ini Bara yang menanyai.
"Hmm kenalin ini mas Raffi" ucap Nagita memperkenalkan Raffi.
"Ya ampun itu Nagita sama temennya disuruh duduk dulu kali Ma, kasian berdiri terus" ucap July anak tante Dian yang pertama.
"Akh ia, ayo duduk dulu, ayo nak Raffi" Raffi dan Nagita menganggukkan
kepalanya mengikuti Dian yang mengajak mereka duduk di Sofa ruang
keluarga.
Raffi dan Nagita duduk disatu sofa yang sama,
berhadapan langsung dengan Dian dan Bara. Satrya, July beserta suaminya,
mereka duduk tepat di sofa sebelah kanan Nagita. Sementara cucu-cucu
Dian dibawa oleh pengasuhnya agar bermain diruang bermain.
"Jadi nak Raffi ini siapanya Gita?" Tanya Bara setelah hening menyelimuti mereka beberapa saat.
"Saya ca....."
"Pacarnya Gita Om" ucap Nagita memotong ucapan Raffi. Nagita tau pasti
kalau Raffi tadi akan mengatakan bahwa dia calon suami Nagita, tak ada
yang salah memang tapi bagi Nagita mungkin mengaku pacaran lebih baik.
Toh Raffinya juga belum melamar Nagita kekeluarganya kan? Bisa-bisa
tante Dian berfikiran kalau mereka melakukan lamaran tanpa
memberitahunya terlebih dahulu.
"Pacar? Bukannya Pacar lo si Angga, Angga itu ya Ta?" Tanya Sarya
"Hmm udah enggak, kak" Cicit Nagita, sungguh dia malas jika harus membahas laki-laki br*ngs*k itu.
"Saaat!" Dian memberi plototan keanak bungsunya itu. Begitu melihat ekspresi tak suka dari Nagita saat Satrya membahas Angga
"Kan cuma nanya ma. Lagian Angga juga udah nikah sama Bunga ya kan Ta?" Ucap Satrya dengan santainya.
Nagita membelalakkan matanya kaget, dia tak tahu jika Angga dan mantan
sahabatnya Bunga sudah menikah. Namun detik berikutnya Nagita
menormalkan ekspresinya. Untuk apa dia kaget karna kabar itu, toh dia
sudah melihat sendiri apa yang mereka lakukan di appartment Angga. Dan
Nagita juga sudah melihat Bunga dengan perutnya yang sudah membesar
ditemani Angga di RS tempat Reinka dan Firra bekerja.
"Nak Raffi ini pekerjaannya apa?" Tanya Bara mengalihkan pembicaran anaknya.
"Saya polisi om"
"Ya ampun jadi nak Raffi ini polisi? Pantes badannya bagus. Tuh Satrya
apa Mama bilang polisi tuh cakep-cakep kamu sih ga mau nurutin perkataan
Mama buat jadi polisi" ucap Dian yang memang sedari dulu ingin sekali
Satrya menjadi polisi namun sayang Satrya lebih memilih jadi pegawai
kantoran. Katanya capek harus melewati tahapan seleksi yang panjang itu.
"Udah tua mah, ga bisa masuk polisi lagi" Ucap Satrya malas. Lihat saja
pasti sebentar lagi Dian akan menanyai Raffi macem-macem batin Satrya.
"Nak Raffi ini Bintara atau Perwira?" Nah bener kan!
"Perwira Tante" jawab Raffi kalem
"Wah lulusan AKPOL dong ya? Jabatannya apa sekarang? Ditempatin
dimana?" Satrya memutar bola matanya malas. Mamanya ini memang sungguh
berlebihan jika sudah menyangkut profesi Abdi Negara yang satu ini.
"Ia Tan. Sekarang AKP. Di Polda Semarang Tan"
"Di semarang? Kalian LDR dong? Kenal dimana Ta?" Kali ini July yang bertanya.
Nagita meringis sepertinya ini akan masuk kepembahasan utama yaitu tentang kedua orang tuanya.
"Enggak kak, Gita sekarang tinggal di Semarang" ucap Nagita pelan
Mendengar itu sontak semua yang ada disitu kecuali Raffi menatap Nagita
tak percaya. Bagaimana tidak hampir setahun mereka mencari keberadaan
Nagita dan keluarganya di Jakarta tau-tau Nagita menetap di Semarang.
"Jadi selama ini kalian tinggal Semarang? Astaga..... Jadi kenapa Mama dan Papa tidak ikut?" Ucap Dian
"Hmm Tan" Nagita tak melanjutkan perkaanya sungguh dia sangat gugup
sekarang. Bahkan diruangan ber-AC ini saya keringat mulcul di keningnya,
Nagita menautkan jari tangannya yang mulai basah, kebiasaan Nagita saat
gugup.
"Kenapa Ta?" Tanya Dian tak sabaran melihat Nagita yang menundukkan kepalanya sambil terus menautkan jari-jarinya.
"Hmm Ma... mama sama pa... pa" Nagita tambah menundukkan kepalanya
lebih dalam lagi. Jika tadi hanya keringat dingin yang menerpanya kali
ini tubuhnya sudah gemetaran. Raffi yang sadar akan hal itu merangkul
tubuh Nagita dari samping memberikan kekuatan pada Nagita.
"Mau Mas yang bilang?" Tanya Raffi pelan
Nagita menggelengkan kepalanya pelan, lalu mengangkat kepalanya menatap kearah Dian yang menatapnya penuh tanda tanya.
"Mama Papa sudah meninggal" Ucap Nagita pada akhirnya. Lalu kembali menundukkan kepalanya.
Nagita mengeratkan tautan tangannya menunggu reaksi dari semua orang
yang ada diruangan ini. Namun hingga beberapa saat merka hanya diam tak
ada yang bersuara. Nagita sedikit mengangkat kepalanya untuk melihat
ekspresi Dian.
"Kamu bercanda kan Sayang?" Tanya Dian akhirnya
berharap Nagita segera menganggukkan kepalanya lalu berkata kalau
kakaknya sedang baik-baik saja disuatu tempat.
Namun sayang
yang dilihat Dian adalah Nagita yang menganggukkan kepalanya sambil
menahan air matanya. Seketika itu pula Dian merasakan nafasnya yang
mulai tercekat, nafasnya sudah tidak teratur lagi. Asmanya kambuh! Ini
dia yang ditakuti Nagita, Tantenya memiliki asma sejak kecil dia tak
bisa mendapatkan berita yang mengejutkannya kalau tak mau asma nya
kambuh.
"Maa" Panggil July yang mulai panik melihat keadaan mamanya.
"Kapan? Ka....pan Ta?" Tanya Dian terbata
"Ham...pir setahun" cicit Nagita
Kontan seluruh yang ada diruangan itu membelalakkan matanya tak
percaya. Dian langsung bangkit dari duduknya berjalan menuju kamarnya,
tak memperdulikan panggilan Satrya dan July, Nafasnya sudah terlalu
sesak untuk bicara lagi. Bara membantu istrinya untuk kekamar setelah
sebelumnya memberikan isyarat pada Nagita untuk tenang aja.
Melihat keadaan Dian yang seperti itu membuat Nagita tambah merasa sangat bersalah.
"Udah, Mama cuma syok. Mukanya jangan ketakutan gitu" Ucap Satrya yang kini sudah duduk disamping Nagita dan memeluknya.
"Hiks... tante Di... hiks... hiks..."
"Syuut. Mama cuma perlu nenangin dirinya lo jangan nangis gini dong"
Ucap Satrya lagi. Dia tak perduli dengan kaosnya yang sudah basah karena
air mata Nagita dan dia juga tak perduli dengan pandangan Raffi yang
seakan memangsanya hidup-hidup.
"Ia ta, udah jangan nangis ya" bujuk July.
Satrya dan July sebenarnya sangat kaget dengan berita meninggalnya
orang tua Nagita apalagi Nagita yang baru memberitahu mereka sekarang
setelah hampir satu tahun berlalu. Rasanya July ingin memarahi Nagita
karna hal itu namun melihat Nagita yang begitu ketakutan July mencoba
menahan emosinya dia yakin Nagita punya alasan tersendiri untuk hal itu.
Sekarang Nagita masih saja menangis dipelukan Satrya. Nagita selalu
seperti ini jika bukan pada Restian dia akan menangis kepada Satrya.
Namun Nagita tak menyadari saat ini ada laki-laki lain yang telah siap
menjadi tempat sandarannya ketika senang, susah atau pun dalam keadaan
terpuruk. Dan laki-laki itu sedang menatap tak suka pada Satrya.
"Sat" Panggil Yudha suami July pada Satrya
"Ya Mas?" Tanya Satrya tanpa melepaskan pelukannya pada Nagita.
"Liat mama gih sana, biar Nagitanya sama Raffi aja dulu" Ucap Yudha
yang sedari tadi sudah memperhatikan Raffi yang berusaha terlihat biasa
saja. Namun pandangannya jelas menyiratkan ketidaksukaan.
Bagi
Yudha sah-sah saja jika Raffi menatap tak suka pada Satrya yang tengah
memeluk pacarnya. Bahkan jika Yudha yang berada diposisi Raffi, Yudha
akan langsung menarik Nagita kedalam pelukannya bukan dipelukkan orang
lain sekalipun itu sepupunya sendiri.
Satrya yang seakan mengerti
maksud Yudha perlahan melepaskan pelukannya pada Nagita. Kemudian dia
menatap mata dan hidung Nagita yang memerah, perlahan Satrya menghapus
air mata Nagita dengan kedua ibu jarinya lalu menjawil hidung Nagita.
"Udah jangan nangis, Gue liat Mama dulu. Nanti kalau Mama udah ngerasa
baikkan lo bisa ngomongin semuanya sama Mama. Ok? Udah jangan nangis
lagi" Satrya bangkit dari duduknya, mengacak-acak rambut Nagita lalu
berlalu menuju kamar Mamanya.
Nagita menghapus sisa air matanya, lalu beralih memandang kearah Raffi yang sedari tadi hanya diam saja.
"Mas...?" Panggil Nagita
"Hmmm?"
"Kalau Tante Dian ga mau ngomong sama aku gimana?"
"Jangan berfikiran seperti itu"
"Kak?" Kali ini Nagita menatap kearah July dan Yudha
"Jangan khawatir oke? Kalian udah makan?" Tanya July mengalihkan topik
pembicaraan mereka, Sungguh July tak tau harus bersikap bagaimana
sekarang.
Raffi dan Nagita hanya menganggukkan kepalanya, mengiyakan Pertanyaan July.
"Udah July sama Nagita ngobrol-ngobrol aja dulu kan udah lama ga
ketemu, Mas sama Raffi mau kedepan dulu sebentar" Ucap Yudha lalu
berdiri dari duduknya. Yudha berfikir mungkin ada baiknya membiarkan
Nagita berdua dengan July. Mereka sama-sama perempuan mungkin akan lebih
nyaman bagi Nagita untuk menceritakan alasannya menyembunyikan semua
ini dari keluarganya.
"Ayo Fi" Ucap Yudha mengajak Raffi
Raffi hanya menganggukkan kepalanya lalu mengikuti Yudha setelah pamit pada Nagita.
"Rokok Fi?" Yudha menyodorkan sebungkus rokok dimeja kepada Raffi setelah dia mengambil satu untuknya sendiri.
"Gue udah ga nge-rokok" ucap Raffi santai.
Yudha menatap tak percaya pada Raffi salah satu teman dekatnya semasa SMA
"Kok bisa? Bukannya dulu paling ga bisa sehari aja ga nge-rokok?" Tanya
Yudha setelah menghembuskan asap rokoknya yang sekarang mengepul
diudara.
"Berhenti gitu aja, lo sendiri bukannya dulu paling anti sama rokok?"
Kedua orang itu lalu tertawa, menertawakan fakta tentang diri mereka
yang dulu dan sekarang. Jika dulu Raffi saat-saat SMA Raffi tak bisa
lepas dari rokoknya kini bahkan dia tak pernah lagi menghisap nikotin
itu. Sedangkan Yudha dulu adalah orang yang paling anti dengan roko
sekarang menjadi perokok aktif.
"Waktu ngubah semuanya, gue
nge-rokok karna pengaruh temen kuliah. Tapi satu yang gue ga nyangka
sampe sekarang" ada jeda sesaat sebelum Yudha melanjutkan perkataannya
"lo masih pengen jadi polisi bahkan lo udah mewujudkannya sekarang, dulu
gue kira setelah tamat SMA lo ngerubah keinginan lo yang satu itu.
Ternyata engga!"
"ck lo sendiri udah berhasil jadi pembalap F1" Raffi tersenyum geli mengingat cita-cita Yudha sedari dulu
"Gue ga minat lagi setelah dipaksa kuliah. Jadi ya gini sekarang gue
jadi karyawan bagian IT. Gajinya cukuplah buat ngidupin Istri dan dua
anak gue"
"Gue ga nyangka setelah belasan tahun ga ketemu, malah letemu dalam situasi begini"
"Gue lebih ga nyangka, gue kira itu tadi bukan lo cuma sekedar mirip
aja. Tapi setelah Gita nyebutin nama lo dan lo bilang kalau lo polisi
gue baru yakin kalau itu lo"
"gue lebih ga yakin lo udah punya anak"
"Gue lebih kaget saat lo belom nikah-nikah!"
Sementara itu didalam rumah, Nagita sudah menjelaskan apa yang terjadi.
Bagaimana dia tidak memberitahukan perihal meninggalnya kedua orang
tuanya. July yang mendengarkan penuturan Nagita hanya berusaha
membayangkan jika dia berada diposisi Nagita. Mungkin dia juga akan
melakukan hal yang sama atau malah melakukan hal yang lebih jauh lagi.
"Udah ya Ta, jangan nangis terus. Kakak ngerti kok, semua ini memang
terlalu berat untuk kamu jalani sendiri saat itu, nanti setelah kamu
jelasin Mama juga pasti akan ngerti kok. Kamu tenang aja ya" ucap July
menenangkan Nagita.
"Tapa kalo Tante Dian ga mau dengerin penjelasan aku gimana kak?"
"Mama pasti dengerin kamu, jangan berfikiran yang enggak-enggak. Karna
fikiran kamu itu, kamu jadi ketakutan pada hal yang belum tentu terjadi
seperti ini"
Lembaran Baru
Rabu, 20 April 2016
Jumat, 15 April 2016
NEW PAPER
Part 12
Part 12
'Ya atau Tidak' hanya dua kata itu dan Nagita bebas memilih sesukanya. ia boleh mengatakan Ya atau Tidak, semua keputusan ada ditangannya dia hanya menyebutkan salah satunya didepan Raffi nanti dan semua akan selesai. Namun karna dua pilihan kata itu, tiga hari ini Nagita menjadi uring-uringan dan sulit tidur. Bahkan Raffi sama sekali tak membantunya, mungkin jika pria lain akan meyakinkan wanitanya agar menerima lamarannya tentu saja Raffi berbeda bahkan selama tiga hari ini dia tak pernah menghubungi atau memberikan kabar pada Nagita sekalipun. Tidak telfon, tidak ada pesan singkat apalagi menemui Nagita membuat Nagita mempertanyakan keseriusan lamaran Raffi.
Nagita mengingat-ingat lamaran Raffi saat itu. Jauh dari kata romantis, jauh dari bayangan Nagita tentang lamaran selama ini. Jika Nagia selama ini dalam bayangan Nagita lamaran pasti berkaitan erat dengan cincin, bunga, ataupun kata-kata indah. Bayangan itu luntur seketika ketika Raffi melamarnya DIDAPUR dengan KATA PERINTAH tanpa CINCIN tanpa BUNGA apalagi KATA-KATA INDAH.
Mengingat hal itu membuat Nagita menjadi miris sendiri. Sebegitu menyedihkan dirinya sekarang dan itu karna Raffi!
Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari namun Nagita belum juga memejamkan matanya. Nagita menatap kosong kearah langit-langit kamarnya berharap menemukan jawaban yang tepat untuk diberikannya pada Raffi besok itu pun kalau Raffi menanyakannya atau mungkin dia tak akan pernah menanyakannya lagi.
Nagita bener-benar memikirkan jawaban yang tepat yang akan diberikannya pada Raffi tiga hari ini. Namun dia seperti berada dipersimpangan dan tak tau akan melangkah kemana. Logikanya berkata untuk menolak Raffi mengingat dia dan Raffi bukan dua orang yang begitu dekat, mereka hanya dua orang asing yang kebetulan dipertemukan beberapa waktu lalu. Namun hati Nagita seolah menolak semua itu, Nagita sadar dia merasakan sesuatu yang berbeda jika bersama Raffi, dia harus mengakui dia juga mempunyai ketertarikkan tersendiri terhadap Raffi, Raffi yang selalu membuat dirinya merasa tenang dan nyaman, Raffi yang selalu menjadi sosok malaikat pelindung baginya. Namun lagi-lagi logikanya menolak, mungkin itu hanya perasaan kagum dengan Raffi, merasa berhutang budi mungkin?
Tak hanya itu sebenarnya juga Nagita meragukan perasaan Raffi. Apa Raffi benar-benar mencintainya? Apalagi melihat sikap Raffi yang selalu acuh itu. Namun seolah ada gejolak lain dalam diri Nagita yang membantah itu.
Nagita bangkit dari tidurnya kemudian masuk kedalam kamar mandi untuk berwudhu kemudian melakukan shalat istighoroh mungkin dengan ini dia bisa menemukan jawaban atas kebimbangannya ini. Nagita melaksanakannya dengan khusyuk memohon pada Allah agar kiranya meberikan petunjuk agar dapat memutuskan jawaban apa yang akan dia berikan pada Raffi besok.
Setelah selesai Nagita kembali ketempat tidurnya, mencoba untuk memejamkan matanya dan berharap ketika dia bangun Nanti dia sudah menemukan jawaban yang tepat untuk Raffi besok. Semoga saja.
☆☆☆☆☆
Siang ini Raffi dan Nagita sudah berada di sebuah rumah makan yang letaknya dipinggiran kota. Ya tadi sekitar jam 11 Raffi menjemput Nagita dikediamannya dan mengajaknya ketempat ini. Selama menyantap makanan yang dihidangkan dimeja mereka tak ada satu pun pembicaraan serius yang mereka bicarakan, mereka hanya menikmati makanannya dan larut dalam fikir mereka masing-masing. Hingga seluruh makanan diatas meja itu tandas Raffi baru membuka suaranya.
Siang ini Raffi dan Nagita sudah berada di sebuah rumah makan yang letaknya dipinggiran kota. Ya tadi sekitar jam 11 Raffi menjemput Nagita dikediamannya dan mengajaknya ketempat ini. Selama menyantap makanan yang dihidangkan dimeja mereka tak ada satu pun pembicaraan serius yang mereka bicarakan, mereka hanya menikmati makanannya dan larut dalam fikir mereka masing-masing. Hingga seluruh makanan diatas meja itu tandas Raffi baru membuka suaranya.
"Saya rasa, kamu sudah tahu maksud saya mengajak kamu kesini hari ini" Ucap Raffi sambil menatap Nagita yang duduk didepanya.
Nagita menelan salivanya susah payah, rasanya dia ingin melempar orang berwajah sedatar kertas HVS ini dengan piring sisa makanan mereka karna ucapannya barusan itu. Ya memang Nagita tahu maksud Raffi mengajaknya pergi tapi tidak bisakan orang didepannya ini berbasa-basi sedikit? Tidak usah terlalu to the point seperti itu. Menyebalkan!
"Ya saya tahu pak" Jawab Nagita
"Jadi apa jawaban kamu?"
'Nah tuh kan! Dasar!' Rutuk Nagita dalam hati karna sikap Raffi. Nagita tak menyangka dia bisa menemui spesies seperti Raffi ini di dunia nyata. Bahkan disat menunggu jawaban sesorang yang dilamarnya saja raut wajahnya tetap datar.
Nagita menarik nafas panjang, kemudian menatap mata Raffi dengan berani sambil berdoa dalam hati bahwa pilihannya tidak salah, semoga ini adalah keputusan yang paling tepat dan tak akan tak akan ada yang menyesal karna satu kata yang akan diucapkannya saat ini.
Semoga saja!
"Iya" Ucap Nagita tegas, singkat padat dan jelas. Matatanya masih menatap Raffi menunggu ekspresi apa yang akan diberikan Raffi padanya.
Raffi mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian sedikit tersenyum, ya hanya sedikit. Bahkan jika Nagita berpaling sedikit saja dia tak akan melihat senyum tak kentara itu.
"Terima kasih, namun kamu harus tahu saya bukan orang yang melepaskan apa yang telah menjadi milik saya begitu saja. Dengan satu kata tadi, kamu tidak akan pernah saya lepaskan seumur hidup saya, jadi jangan pernah berfikir untuk mengubah keputusan yang telah kamu buat tadi karna saya tak akan mengizinkannya" ucap Raffi lebih terdengar seperti ancaman ditelinga Nagita
Nagita berdegik ngeri dengan ucapan Raffi barusan dan juga miris edengan reaksi Raffi, tidakkah perlu dia menanyakan alasan Nagita menerimanya? Tapi sudahlah Nagita sepertinya harus belajar memahami sikap calon suminya ini. Eh calon suami? Batinnya seolah mengejek kata 'Calon suami' yang baru saja bercokol diotaknya.
"Tapi saya ingin semua ini kita mulai dengan kejujuran dan saling terbuka. Saya tidak mau menikah dengan orang yang hanya saya kenal sebatas nama" ucap Nagita
"Baik, apapun itu pertanyaan kamu akan saya jawab"
Nagita berusaha agar tak memutar bola matanya jengah. Saling mengenal bukan berarti saling mengitrogasi kan? Apa semua polisi seperti ini? Yang ada difikirannya hanyalah mengintrogasi orang didepannya?
"Tapi sebelumnya bisa ganti panggilan kita? Saya meresa akan menikah dengan om-om jika memanggil Bapak"
"Apapun panggilan itu terserah kamu"
"Mas?" Uuuuhh Nagita meringingis mendengar pilihan panggilan yang keluar dari mulutnya sendiri. Memanggil Raffi dengan sebutan 'Mas Raffi' astaga Nagita merinding seketika.
"Bukan masalah" Dan Raffi menyetujuinya begitu saja!
Kalau bukan karna umur mereka yang terpaut enam tahun Nagita tak membuat panggilan itu. Tapi dia masih mempunyai sopan santun mana mungkin dia memanggil orang didepannya ini tanpa embel-embel didepannya dan langsung memanggil nama. Sungguh tak sopan!
Selanjutnya mereka melakukan sesi tanya jawab yang lebih seperti acara talkshow. Sungguh pasangan yang aneh!
☆☆☆☆☆
"Makasih mas, mau mampir dulu?" Ucap Nagita setelah mobil Raffi berhenti tepat didepan rumah Nagita
"Tidak, ini sudah larut, besok aku jemput jam 10" Ucap Raffi
Nagita menganggukan kepalanya kemudian melepaskan seatbell nya
"Kalau gitu, aku masuk dulu ya mas" Nagita akan membuka pintu mobil saat Raffi menahan pergelangan tangannya.
"Kalau gitu, aku masuk dulu ya mas" Nagita akan membuka pintu mobil saat Raffi menahan pergelangan tangannya.
Nagita menatap Raffi dengan tatapan bingung, namun sedetik kemudian jantungnya menjadi tak karuan saat Raffi mendekatkan tubuhnya. Dia menarik tengkuk Nagita dan memberi kecupan cukup lama di kening Nagita hingga membuat Nagita menahan nafas untuk beberapa saat jantungnya bekerja beberapa kali lipat lebih cepat sekarang dan itu karna Raffi.
Raffi menarik tubuhnya, kembali ketempatnya semula "Masuk dan istirahat" perintah Raffi kemudian.
Nagita hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum kemudian membuka pintu mobil sambil mengatakan "hati-hati mas" kamudian keluar dari mobil Raffi dan masuk kedalam rumah. Begitu menutup pintu rumah, Nagita menangkup kedua pipinya yang terasa memanas dan psti sudah seperti tomat busuk sekarang 4karna perlakuan Raffi tadi.
Raffi memang bukan seseorang yang pintar menampilkan ekspresi dan rasa cintanya, bukan orang yang akan melakukan hal-hal romantis untuk pasangannya, bukan laki-laki yang akan mengeluarkan kata-kata indah yang mampu meluluhkan hati perempuannya, namun dia adalah sosok laki-laki yang akan menjaga pasangannya dari apapun. Itulah yang Nagita dapat dari kebersamaannya bersama Raffi beberapa jam ini.
Nagita meraba keningnya yang dikecup oleh Raffi tadi, entahlah Nagita selalu merasa jika kecupan dikening itu sebagai kecupan yang melambangkan bahwa orang itu benar-benar menyayangi dan mencintanya sepenuh hati.
☆☆☆☆☆
Firra menatap curiga kearah kembarannya, entahlah Firra merasa ada aura yang berbeda dari kembarannya itu yang terlihat lebih bahagia walaupun wajahnya tetap datar namun aura bahagianya begitu memancar hingga kemana-mana.
"Lo kenapa Fi?" Tabya Firra pada akhirnya
"Emang kenapa?" Tanya Raffi balik
"Aura lo beda aja, kaya lebih bahagia gitu. Ya kan Pa?"
"Perasaan lo aja, Papa off sampai kapan?" Ucap Raffi mengalihkan pembicaraan
"Kali ini lumayan lama, Papa off sebulan kenapa?"
"Gapapa, Raffi besok harus ke Jakarta seminggu jadi Firra ada temennya dirumah"
"Ooh yasudah, jangan lupa mampir tempat mama ya" Ucap Andriawan yang dijawab anggukkan oleh Raffi.
"Nanti temenin gue ke RS bentaran ya Fi"
"Gue udah ada janji Fir, lo ngapain ke RS?"
"Janji sama siapa?" Tanya Firra memicingkan matanya curiga
"Orang"
"Lo janjian sama cewek ya? Cewek yang waktu itu dimobil Lo itu?"
"Maksudnya?" Tanya Andriawan yang bingung dengan pembicaraan dua anaknya
"Nih ya Pa, beberapa hari lalu ada kan tuh Raffi yang ga tidur dirumah" Andriawan menganggukkan kepalanya.
"Paginya kan dia ngambil bajunya dari Firra, Firra liat ada cewek dimobilnya pasti Raffi nginep ditempat tu cewek, hayo ngaku lo siapa tu cewek?"
"Lo salah lihat, inget mata lo min"
"Yee gue inget kali mata gue min, tapi gue yakin ada cewek dimobil lo"
"Enggak ada"
"Ada! Raffi lo jangan ngibulin gue ya, gue yakin ada cewek dimobil lo!"
Raffi hanya mengangkat bahunya acuh, dia tak akan memberitahu pada Firra kalau itu adalah Nagita. Dia akan membiarkan kembrannya ini tak tahu apa-apa tentang hubungannya dengan Nagita. Inisebagai hukuman karna mulutnya yang selalu membuat Raffi berada dalam posisi canggung jika bersama Nagita.
Sedangkan Andriawan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kedua anak kembarnya. Selalu saja seperti ini dari dulu, Firra akan bicara panjang kali lebar dan Raffi yang bersikap acuh membuat Firra bersungut-sungut dan berakhir dengan Raffi yang meninggalkannya pergi atau Firra yang dulu tidak akan segan-segan melempar Raffi dengan apa saja didepannya. Andai saja Raffa masih ada mungkin mereka tak akan selesai hingga jam makan siang nanti karna Raffa akan membantu Firra untuk merecoki hidup Raffi.
"Pa, Raffi kekamar dulu" ucap Raffi lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya.
"Tuh kan Pa, pasti ada yang disembunyiin ama Raffi awas aja dia"
"Kamu ini, lagian emang salah kalau dia dekat sama perempuan?"
"Ya enggak sih Pa, tapinya kan Firra lagi ngejodohin Raffi sama Nagita masa dia sama cewek lain kan nyebelin!"
"Ckck yang ngejalanin kan dia, kenapa kamu kok yang ngotot sih?"
"Ya karna dia kembaran aku Pa! Dia tuh cocoknya sama Nagita"
Andriawan mengeleng-gelengkan kepalanya kemudian mengacak-acak rambut Firra gemas
"Kalian berdua sama saja"
"Kalian berdua sama saja"
☆☆☆☆☆
"Besok mas ke Jakarta, kamu nyusul jum'at" Ucap Raffi saat mereka tengah duduk diruang tamu rumah Nagita. Ya mereka tak jadi pergi keluar karena entah mengapa Nagita tiba-tiba malas untuk keluar rumah dan Raffi tak mempermasalahkan itu.
"Aku mau ngapain nyusul Mas?" Tanya Nagita sambil memakan cemilan ditangannya
"Mas mau kenalin kamu sama seseorang, Kamu tidak mau menceritakan tentang keluarga mu?" Ucap Raffi membuat Nagita berhenti memasukkan makanan kemulutnya.
Semalam mereka memang bicara banyak, tapi mereka sama sekali tak membahas keluarga Nagita karna Nagita seperti enggan menyinggungnya dia lebih banyak membicarakan tentang dirinya sendiri, tentang sifat-sifat buruknya dan sedekali menanyai Raffi. Jika soal keuarga Raffi sepertinya Firra sudah hampir menceritakan semua padanya.
"Mas tau kalau aku bukan adiknya Mbak Rei?"
Raffi menganggukkan kepalanya, dia sudah tau sejak Nagita menceritakan tentang Restian sewaktu di kantor polisi waktu itu, dan pada saat itu Nagita yang menceritakannya untuk kepentingan penyidik.
"Orang tua aku udah ga ada mas" Ucap Nagita lirih sambil menundukkan kepalanya
Raffi menarik Nagita agar lebih mendekat dengannya kemudian mengelus punggung tangan Nagita mencoba untuk memberi ketenangan pada calon Istrinya. Dia tahu membahas orang tua yang sudah tidak ada lagi merupakan sesuatu yang sukup sulit apalagi mengingat Orang tua Nagita yang meninggal lantaran kecelakaan.
"Ceritakanlah" Ucap Raffi kemudian
"Mama sama Papa meninggal hampir setahun lalu karna kecelakaan, aku harus kehilangan dua orang yang paling berharga didunia ini dalam selisih waktu beberapa jam. Aku hancur Mas, aku..... saat itu aku ga tahu harus berbuat apa, aku seperti orang gila saat itu kalau saja Mbak Rei tidak berbaik hati menolongku mungkin sekarang aku sudah bergabung bersama mama dan Papa" Ucap Nagita terisak, entah mengapa mengingat saat-saat itu membuat dadanya terasa teriris-iris, sakit sungguh sakit.
"Jangan bicara seperti itu, kalau kamu ga sanggup lagi, sudah jangan dilanjutkan"
Nagita menganggukkan kepalanya lemah, ya dia memang tak sanggup jika harus menceritakan hal itu.
"Tapi kamu masih punya keluarga lainkan? Kita tidak bisa menikah kalau kamu tidak punya wali"
Nagita terdiam sebentar, kemudian menepuk keningnya cukup kuat hingga menimbukan bunyi dan bekas merah, membuat Nagita meringis akibat ulahnya sendiri.
"Kenapa?" Tanya Raffi seolah acuh dengan Nagita yang mengelus-elus keningnya karna sakit, padahal dalam hatinya dia ingin menertawai tingkah Nagita yang menurutnya aneh itu.
"Om Adi dan Tante Dian" Ucap Nagita membuat Radfi menyeritkan keningnya bingung
"Siapa mereka?"
"Om Adi itu abangnya Papa dan Tante Dian adiknya mama"
"Lalu?"
"Aku ga ngasih tau mereka kalau Mama dan Papa udah ga ada"
"Kamu?...." Raffi menghela nafas gusar bagaimana bisa calon istrinya ini tidak memberitahu keluarganya yang lain jika orang tuanya sudah meninggal. Pantas saja waktu itu Reinka bilang bahwa tak ada keluarganya yang datang kerumah sakit.
"Bagaiman ini Mas? Gimana kalau nanti om Adi marah? Om Adi galak, aku takut. Terus tante Dian dia...."
"Sudahlah, kita akan temui mereka nanti"
"Tapi mas, aku takut"
"Tidak ada yang perlu ditakuti" Ucap Raffi menggenggam erat kedua tangan Nagita.
"Mas kalau misalnya Om Adi marah terus ga mau jadi wali aku gimana?"
"Mas akan paksa om mu itu"
"Om Adi galak banget Mas, beneran deh. Kumisnya tebel gitu kaya pak Raden"
"Nanti Mas tumbuhin kumis biar sama, sama om mu itu"
"Jangan" ucap Nagita cepat. Raffi menaikkan sebelah alisnya bingung dengan respon Nagita itu
"Pokoknya jangan, muka mas yang datar kaya HVS itu udah serem, kalau ditambah kumis gitu nanti tambah serem terus kaya om-om. Aku ga mau dibilang mau nikah sama Om om"
Raffi hanya bergumam tak jelas menanggapi perkataan Nagita itu membuat Nagita merasa bersalah karna perkataannya barusan
"Mas marah ya?"
"Marah kenapa?" Bukannya menjawab Raffi malah membalikkan pertanyaan Nagita membuat Nagita mendengus sebal.
Kriiikk kriiikk kriiikk
Hanya keheningan yang menyelimuti mereka, Raffi sibuk dengan fikirannya yang entah apa sementara Nagita memekirkan hubungan mereka kedepannya. Apakah mereka akan selalu berada disituasi cangung seperti ini? Saling diam dan sibuk dengan fikiran masing-masing? Hubungan MACAM APA INI???
♡♡♡♡♡
Hari ini setelah selesai mengajar Nagita segera bergegas menuju bandara, seperti yang dikatakan Raffi dihari terakhir mereka bertemu bahwa hari Jum'at ini Nagita akan menyusul Raffi di Jakarta. Raffi sudah mengirimkannya tiket Online dua hari lalu pada Nagita dan berjanji akan menjemputnya sesampainya dijakarta.
Nagita mengambil ponselnya yang berada ditasnya mengetikkan pesan pada Raffi sebelum pesawatnya lepas landas.
NAGITA. S.D :
Mas aku udah dipesawat. Jangan lupa jemput
Mas aku udah dipesawat. Jangan lupa jemput
Setelah mengirimkan pesan itu pada Raffi, Nagita mematikan ponselnya dan kembali memasukkan ponsel kedalam tasnya. Kemudian dia menutup matanya rapat berharap sesampainya disana nanti semua akan baik-baik saja.
》》》》》
Setelah melalui penerbangan selama lebih dari satu jam akhirnya Nagita tiba di Jakarta. Dari sini Nagita dapat melihat Raffi yang sudah menunggunyadiujung sana. Nagita berjalan cepat kearah Raffi entahlah Nagita merasa begitu merindukan Raffi sekarang. Disana Raffi dengan kemeja hitam pas badan yang lengannya digulung hingga siku dipadukan dengan jeans berwarna biru tua dan snekers coklat tua. Tak ada yang berbeda dari penampilan Raffi dari biasanya namun entahlah Nagita merasa Raffi lebih Ganteng dari biasanya.
"Mas.." panggil Nagita begitu sudah berada dibelakang Raffi
"Emm, Sini" Raffi mengambil tas ransel yang dibawa Nagita kemudian meminta Nagita untuk mengikutinya berjalan.
Kali ini Nagita benar-benar ingin melempar Raffi dengan tas sandangnya sekarang. Setelah lebih dari empat hari tidak bertemu hanya itu yang diucapkannya? Bahkan menanyakan kabar saja tidak!
Mereka berjalan menuju tempat makan yang masih berada disekitaran bandara.
"Kita makan dulu" Ucap Raffi yang hanya dijawab anggukkan kepala oleh Nagita.
Merekapun segera memesan makanan dan setelah makanan datang mereka makan sambil mengobrol kesani-sini.
"Mas kenapa ga pake baju polisi? Katanya ke Jakata kerja" Ucap Nagita teringat kalau Raffi ada pekerjaan di Jakarta.
"Sudah selesai dari pagi tadi, jadi langsung ganti baju" jawab Raffi
"Oow.... Mas..."
"Emm"
"Ga jadi deh" ucap Nagita kemudian kembali fokus menyantap makanannya
^^^^^^^
"Mas ini mau kemana?" Tanya Nagita saat mereka sudah diatas motor yang dikendarai Raffi. Jika biasanya di Semarang Raffi mengendarai motor polisi, kali ini dia mengendarari moge yang entah punya siapa namun Nagita yakin ini bukan moge Raffi mengingat harga moge ini sangat mahal.
Namun Raffi seolah tak mendengarkan perkataan Nagita, dia terus saja menatap lurus kedepan. Hal itu membuat Nagita lagi dan lagi sebal karna tingkah Raffi.
Nagita memajukan kepalanya hingga tepat berada disamping kanan kepala Raffi membuat helm yang mereka gunakan saling beradu.
"Mas ini mau kemana sih?" Tanya Nagita lagi
"Mas ini mau kemana sih?" Tanya Nagita lagi
"Sembentar lagi sampai" Ucap Raffi
Tak lama mereka memasuki sebuah area kosong yang cukup luas yang diisi beberapa tanaman dan pohon-pohon rindang. Raffi memarkirkan motornya di dekat pagar yang membatasi area itu dengan jalanan.
"Mas ini tempat apa?" Tanya Nagita bingung.
"Ayo masuk" Bukannya menjawab pertanyaan Nagita, Raffi malah mengajak Nagita masuk melewati pagar yang hanya setinggi pinggang Raffi itu.
"Ucapin salam dulu" Ucap Raffi lagi sebelum mereka benar-benar masuk
"Salam?" Tanya Nagita bingung. Salam apalagi pula ini? Pikir Nagita
"Assalamu'alikum" Ucap Raffi pelan kemudian diikuti oleh Nagita.
Raffi mengambil beberapa kantung plastik yang menggantung dipagar tadi kemudian Mereka memasuki area itu, pertama kali yang menyambut mereka pohon-pohon rindang yang menyejukkan. Mereka melangkahkan lebih dalam lagi kesana dan barulah Nagita melihat gundukan-gundukkan tanah yang ditubuhi rumput yang rapi terawat dan dipasangi Nisan diatasnya.
Raffi membawa Nagita kesebuah gundukan tanah dengan nisan bertuliskan 'QIANTA HADIANTA' Raffi menusap nisan itu kemudian menciumnya cukup lama sambil memejamkan matanya seolah menyalurkan rasa rindunya yang teramat dalam.
"Assalamu'alaikum ma" Ucap Raffi kemudian
"Assalamu'alaikun Tante" Ucap Nagita yang kini sudah ikut berjongkok disamping Raffi
"Ma kenalin ini Nagita, calon istri Raffi" ucap Raffi
"Hay Tante..." sekarang Nagita bingung akan berbicara apa. Dia tak pernah dalam kondisi seperti ini sebelumnya.
Raffi pun tak banyak membantu dia lebih banyak diam. Raffi membuka salah satu bungkusan yang dibawanya tadi dan mengeluarkan air mineral dan beberapa kembang. Raffi menuangkan setengah air itu dipusaran Mamanya kemudian menaburkan bunga diatasnya. Setelah Raffi selesai Nagita melakukan hal yang sama seperti Raffi. Selanjutnya mereka mengirimkan doa yang tertuju pada Qianta.
Setelah cukup lama berdoa di pusara Qianta mereka beralih ke pusara Raffa, Qeandri kemudian makam nenek dan kakek Raffi baik dari Mama maupun Papanya.
"Ayo" ucap Raffi pada Nagita agar mereka keluar dari area pemakaman keluarga Raffi ini.
"Mas kita mau kemana abis ini?"
"Ketempat orang tua kamu"
Mendengar itu seketika tubuh Nagita menegang. Dia bahkan menghentikan langkah kakinya. Raffi yang menyadarinya menggenggam erat tangan Nagita seakan berkata semuanya akan baik-baik saja.
"Masih ingatkan dimana?" Tanya Raffi
Nagita menganggukkan kepalanya kemudian memberitahu dimana tempat kedua orang tuanya dimakamkan.
Selama perjalan Nagita hanya diam tak ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulutnya dia hanya diam memandangi jalanan sekitarnya.
Sekitar tiga puluh menit kemudian mereka sudah tiba ditempat pemakaman umum tempat orang tua Nagita dimakamkan. Begitu turun dari motor Nagita terus menggenggam erat tangan Raffi seolah dia memiliki ketakutan sendiri untuk mengunjungi makam kedua orang tuanya. Namun dia juga tetap menuntun Raffi ke pusara orang tuanya.
Mereka berdua berhenti ditengah-tengah makam Reta Armelia dan Jonathan Denen. Air mata yang sedari tadi berusaha Nagita tahan luruh begitu saja, dia merasa menjadi anak yang paling durhaka sekarang. Bagaimana tidak sudah berbulan-bulan orang tuanya meninggal namun dia hanyakemari dua kali yang pertama saat menghatarkan mereka kesini tempat peristirahatannya yang terakhir dan setelah itu dia tak pernah lagi datang hingga saat ini. Bahkan dia juga tak memberi tahu keluarganya yang lain bahwa orang tuanya sudah meninggal seolah tak memberikan kesempatan pada keluarganya yang lain untuk memanjatkan doa untuk orang tuanya.
Nagita terduduk ditengah pusara kedua orang tuanya yang terlihat tak terawat, makam keduanya ditumbuhi rerumputan liar, warna kayu nisannya pun mulai memudar lantaran terkena matahari. Nagita mengusap Nisan Reta sambil mengucap kata maaf berkali-kali sementara itu Raffi membersihkan rumput-rumput yang tumbuh dimakam Jonathan. Setelah bersih Raffi mengusap makam itu dan menatapnya lama
'Assalamu'alaikum om, perkenalkan saya Raffi. Beberapa hari lalu saya melamar anak om secara pribadi untuk menjadi istri saya. Kali ini saya mohon izin kepada om untuk menjadikan Nagita sebagai istri saya, saya berjanji menjaga anak om hingga akhir hayat saya dan menjadi imam untuk Nagita dan anak-anak kami kelak' ucap Raffi dalam hatinya. Bagi Raffi, Nagita tak perlu mendengar apa diucapkannya cukup dia saja yang tahu. Raffi menyiram dan menaburkan kembang di makam Jonathan kemudian memanjatkan doa untuk calon ayah iparnya itu.
Kemudian mereka berganti posisi kini Nagita yang menghadap ke makam ayahnya dan Raffi menghadap ke Ibu Nagita. Raffi melakukan hal yang sama dia membersihkan makam ibu Nagita, kemudian menaburkan bunga dan memanjatkan doa.
NEW PAPER
Part 11
Part 11
"Raffi, boleh Papa masuk" Andriawan mengetuk pintu kamar Raffi
"Ya pa masuk" jawab Raffi dari dalam
"Kamu lagi apa?" Tanya Andriawan melihat Raffi yang duduk dilantai disamping ranjangnya sambil memainkan ponsel
"Cuma balas pesan dari temen pa" jawab Raffi lalu meletakkan Ponselnya di atas nakas "kenapa pa?" Tanya Raffi mendongakkan kepalanya agar dapat melihat Andriawan
"Mau cerita?" Tanya Andriawan pada Raffi kemudian duduk ditepi ranjang
"Cerita apa Pa?"
"Apa saja yang ada dibenakmu, kau selalu menyimpannya sendirian sejak mamamu meninggal, kau tahu menceritakan keluh kesah mu pada orang lain dapat meringankan sedikit kegundahanmu"
Raffi menundukkan kepalanya menatap lantai berwarna coklat tua, seolah lantai itu lebih menarik dari pada apapun sekarang. Sebagian hati kecil Raffi membenarkan perkataan Papanya. Dia selalu menyimpan segala sesuatunya sendiri sedari dulu namun jika dulu dia akan berbagi sedikit keluh kesahnya pada sang mama,namun berbeda dengan sekarang dia sudah tak memilii tempat berkeluh kesah lagi sejak mamanya meninggal.
"Raffi hanya bingung, itu saja" ucap Raffi menahan dirinya agar tak mengeluarka keluh kesahnya sekarang
"Kenapa? Nagita?" Tanya Andriawan tepat sasaran
"Kenapa Papa bisa berfikir Raffi bingung karenanya?"
"Kau sadar atau tidak mata mu menjelaskan semuanya, setidaknya jika tidak bisa jujur dengan orang lain jujurlah pada dirimu sendiri. Papa memang tidak bisa seperti Mama yang kata-katanya saja bisa membuat mu tenang, Papa bukan Mama yang selalu memberikan jalan terbaik untuk masalahmu tapi Papa dan Mama sama, sama-sama orang tua mu, kau bisa membagi semuanya ke Papa, kau tau hingga kapanpun kau akan tetap menjadi tanggung jawab papa" Andriawan menepuk bahu seolah memberi kekuatan untuk anaknya. Dia sadar selama ini dia tak terlalu dekat dengan Raffi, dia tau dia bukan seorang Papa yang bisa dibanggakan oleh Raffi kesalahannya dimasa lalu membuat Raffi seolah menjaga jarak dengannya bahkan setelah semua orang didunia ini melupakan kesahannya Raffi tak kunjung melupakannya.
Raffi kembali menghela nafasnya untuk yang kesekian kalinya, lalu bangkit dan duduk disamping papanya. Papa yang mengajarkannya tentng kedisiplinan, orang yang mengajarkannya tentang beratnya hidup didunia, namun juga sosok yang membuatnya enggan untuk berkomitmen dengan wanita hingga sekarang. Dia takut akan menjadi seperti Papanya yang membuat hati wanita disampingnya menjadi terluka.
"Ya Raffi rasa, Raffi mempunyai perasaan yang lebih dengannya"
"Kau tak ingin mengatakan perasaanmu padanya? Papa rasa dia punya rasa yang sama"
"Tapi ini terlalu cepat Pa,Raffi bahkan baru mengenalnya"
"Itu bukan masalah, rasa itu bisa datang kapan saja bahkan dipertemuan pertama. Kau mau serius dengannya? Keliatannya dia anak yang baik"
"Itu terlalu jauh pa, hmm Raffi rasa hmm lebih baik semuanya cukup sampai disini tak ada lagi kelanjutannya"
Adriawan meneguk salivanya susah payah sekarang dia paham dengan jalan fikiran Raffi. Ya anaknya itu tak ingin berkomitmen karna dirinya, anaknya takut jika melakukan lesalahan sepertinya dulu kemudian menyakiti hati banyak orang sepertinya dulu.
"Kesalahan Papa dimasa lalu memang tak bisa dibenarkan, tapi Papa yakin kamu tidak akan melakukan kesalahan yang papa buat ke mama mu, jadi apa yang kau takutkan untuk melangkah kejenjang pernikahan?"
"Kesalahan Papa dimasa lalu memang tak bisa dibenarkan, tapi Papa yakin kamu tidak akan melakukan kesalahan yang papa buat ke mama mu, jadi apa yang kau takutkan untuk melangkah kejenjang pernikahan?"
"Dua hal yang membuat Raffi ragu untuk melangkah kesana, Raffi takut nantinya akan menyakiti perasaan orang lain karna Raffi tak bisa menjaga kesetiaan Raffi dan hal berikutnya adalah Firra" akhirnya Raffi mengucap dua hal yang selama hidupnya dia sembunyikan, hal yang membuatnya takut untuk menikah hingga sekarang.
"Kesetian itu hanya bisa diuji jika kamu sudah berada dalam satu hubungan, sedangkan hingga sekarang kamu belum pernah menjalankan sebuah hubungan dengan siapapun jadi bagaimana bisa kamu membuktikannya. Nah soal Firra apa lagi yang mengganggumu?"
"Entahlah Pa, Raffi hanya belum bisa percaya seutuhnya pada Abian, Raffi merasa ada banyak hal yang disembunyikannya dari Firra"
"Raffi itu urusan rumah tangga mereka, kamu tidak bisa selalu mencampuri urusan mereka. Sekarang fikirkan lah dirimu sendiri. Jika kau sudah yakin dengannya Papa akan minangnya untuk mu"
Hening beberapa saat hingga Andriawan bangkit dari duduknya dan menepuk bahu Raffi "Papa kekamar dulu" ucapnya lalu keluar dari kamar Raffi.
Sepeninggalan Papanya Raffi hanya diam, merenung tentang apa yang harus dia lakukan sekarang, benarkah dia mencintai Nagita? Mampukah dia untuk melangkah kepernikahan? Menjaga kesetiaan hatinya nanti diwaktu mendatang?
☆☆☆☆☆
"Pak, maaf jadi nunggu" Ucap Reinka begitu tiba di sebuah cafe tak jauh dari bandara.
Reinka baru saja tiba di Semarang dan dia harus bertemu dengan laki-laki didepannya ini karna terlanjur sudah membuat janji.
"Saya juga baru datang, silahkan duduk" Laki-laki itu mempersilahkan Reinka duduk tepat difepannya. "Pesan dulu dok" ucapnya lagi
Reinka menganggukkan kepalanya lalu memanggil pelayan untuk mencatat pesanannya. Setelah pelayan mencatat pesanan yang diucapkannya, Reinka menatap orang didepannya dengan tatapan menyelidik juga bingung.
"Jadi ada apa Pak?" Tanya Reinka
Laki-laki itu menarik nafasnya panjang dan menghelanya perlahan seolah dengan cara itu bisa mengurangi sedikit kegugupannya sekarang.
"Saya ingin melamar Nagita"
"Saya ingin melamar Nagita"
"Hah?" Reinka membelalakkan matanya tak percaya, mulutnya menganga sempurna hanya karna lai-laki didepannya mengucapkan empat kata yang tak pernah terbesit di benaknya walau seditik pun.
"Permisi, ini pesanannya" Pelayan yang menghantarkan pesanan Reinka membuatnya kembali pada dunia nyata dia mengerejapkan matanya beberapa kali kemudian kembali menutup mulutnya. Menatap orang didepannya dengan tatapan tak percaya. Sepertinya meninggalkan Nagita seminggu saja membuatnya banyak ketinggalan informasi
"Bapak sadar? Bapak salah ngomong atau saya yang salah dengar?" Ucap Reinka setelah menyeruput lemon tee nya
"Saya sadar, tidak salah bicara dan saya rasa dokter tidak salah dengar. Saya ingin melamar Nagita" ulangnya sekali lagi.
Reinka menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan kemudian mengulanginya beberapa kali "atas dasar apa?" Tanya Reinka setelah menghilangkan rasa keterkejutannya
"Saya menyukai dan mencintainya"
"Maaf sebelumnya pak, saya tidak penah tau Nagita dekat dengan Bapak, dan seingat saya juga bapak dan Nagita baru mengenal beberapa minggu atau beberapa bulan dan kalian juga bahkan tidak terlalu dekat bagaimana Bapak menyimpulkan kalau Bapak mempunya rasa seperti itu pada Nagita?"
"Dokter melewatkan bagian dimana, Nagita tinggal dirumah saya selama seminggu ini" Raffi menaikkan sebelah alisnya seolah meremehkan orang didepannya
"Akh ya saya lupa soal yang itu, tapi hanya seminggu"
"Beberapa orang bilang kesaya bahwa rasa itu bisa datang kapan saja" ucap Raffi mengingat perkataan papanya beberapa hari lalu.
"Huuuh tapi Bapak serius, kenapa tidak pacaran dulu mungkin? Ini hmm terlalu cepat"
"Saya rasa melamarnya lebih baik dari pada memintanya menjadi pacar. Saya bukan anak ABG lagi yang hanya ingin main-main"
"Oke oke tapi Bapak sudah tanyakan ini pada Nagita sebelumnya?"
"Belum, setidaknya saya harus tau dulu tentang keluarganya, baru saya beritahukan padanaya"
"Bapak salah orang, saya bukan keluarganya"
"Saya tau, tapi saya butuh bantuan orang lain untuk mengetahui keluarganya. Restian tidak mau saya tanyai, saya sudah membujuknya setelum bertemu dengan Anda"
"Saya sebenarnya tidak mengenal keluarga Nagita, selama tinggal bersama saya dia tidak pernah menceritakan apapun pada saya. Yang saya tahu kedua orang tuanya meninggal karna kecelakaan dan pacarnya yang menghamili sahabatnya sendiri, selebihnya saya tidak tau" jelas Reinka
Raffi menyeritkan keningnya sangsi dengan apa yang dikatakan oleh Reinka "Bagaimana bisa anda tinggal bersama Nagita jika anda tidak mengenalnya ataupun keluarganya?"
Reinka untuk kesekian kalinya menghembuskan nafasnya gusar, haruskah dia menceritakan semuanya pada orang didepannya ini? Haruskah?
Reinka menatp lekat pada Raffi, mencari keseriusan di Raffi dan sialnya wajah Raffi saat ini begitu serius, seolah menunjukkan jika dia benar-benar membutuhkan informasi tentang keluarga orang yang dicintainya.
Reinka menatp lekat pada Raffi, mencari keseriusan di Raffi dan sialnya wajah Raffi saat ini begitu serius, seolah menunjukkan jika dia benar-benar membutuhkan informasi tentang keluarga orang yang dicintainya.
"Saya tak sengaja bertemu dengannya dirumah sakit saat ayahnya meninggal, dia hanya menangis meraung-raung saat mengetahui ayahnya meninggal beberapa jam setelah ibunya meninggal. Dia pingsan cukup lama dan setelah sadar dia kembali meraung-raung hingga para petugas medis harus memberinya obat penenang, pada saat itu tak ada satu pun keluarganya disana" Reinkan menghapus air matanya yang entah sejak kapan mulai membasahi pipinya. Mengingat saat-saat itu sepertinya begitu memilukan bagi Reinka. Dia memang tak mengalami yang dialami Nagita, hanya saja melihat Nagita saat itu membuat Reinka seperti turut merasakan apa yang dirasakan oleh Nagita
"Saya benar-benar tak tega dengannya hingga akhirnya saya memutuskan untuk membawanya kerumah saya karna hingga semua urusan di rumah sakit selesai tetap tak ada satupun keluarganya yang datang. Pada saat itu dia tak menolak sama sekali dia hanya mengikuti apa yang saya katakan dia persis seperti mayat hidup dan selama tiga bulan tinggal bersama saya dijakarta dia sama sekali tak mau berbicara sedikitpun dia hanya diam, menmangis, diam dan kembali menangis begitu seterusnya bahkan tak jarang dia berteriak-teriak saat malam hari meluapkan semua emosinya, termasuk kekecewaannya pada pacar dan sahabatnya. Hingga saya ditugaskan untuk pindah kesemarang baru dia perlahan mau berbicara dengan saya."
Raffi tertegun mendengarkan penuturan dari Reinka, dia tak menyangka jika Nagita mempunyai masalalu sepelik itu.
"Anda mempunyai alamat rumah orang tuanya?"
"Ya, ini" Reinka mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada Raffi "itu foto KTP Nagita, yang saya ambil sewaktu dirumah sakit, hanya saja saya tak pernah mendatangi alamat itu, karna sepulang kerja saya harus memeriksa keadan Nagita, saya tak bisa meninggalkannya terlalu lama"
"Bisa tolong kirim kan Fotonya? Kebetulan saya akan ke Jakarta minggu depan, saya akan mencari alamat itu nanti"
Reinka mengangguk dan mengirimkan foto itu pada Raffi dengan cepat
"Tapi pak, apa tidak sebaiknya bapak membicarakan ini terlebih dahulu pada Nagita, Biar bagaimanapun Nagita yang akan menjalani semua ini. Bukannya jika memang dia menerima Bapak,berarti dia juga akan membuka semua tentang dirinya kepada bapak. Dalam sebuah hubungan saya kira yang menjadi pondasi utamanya adalah kepercayaan dan saling terbuka"
"Ya saya akan fikirkan nanti tentang itu. Terimakasih" ucap Raffi lalu melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah satu siang, itu artinya setengah jam lagi jam istirahaynya berakhir, dia tak mungkin lebih lama lagi disini, dia izin untuk kesini dari jam 11 dan sekarang dia harus segera kembali.
"Maaf saya harus kembali kekantor" Raffi memanggil pelayan untuk membayar pesanan mereka.
"Maaf saya harus kembali kekantor" Raffi memanggil pelayan untuk membayar pesanan mereka.
"Hmm pak bisa bareng ga? Kan searah tuh, saya di drop di RS aja" ucap Reinka yang memang harus kerumah sakit.
"Ayo" ucap Raffi lalu mereka berdua bergegas untuk leparkiran dan melesat secepat mungkin agar sampai kantor tepat waktu walaupun Raffi sadar dia tak akan mungkin tepat waktu.
☆☆☆☆☆
Siang ini Raffi sudah memutuskan untuk memberitahukan Nagita tentang perasaannya, setelah dia fikir-fikir lagi akan jauh lebih baik jika dia mengungkapnya pada Nagita terlebih dahulu,dan jika Nagita menerimanya dia baru akan mencari tahu keluarga Nagita dari Nagitanya langsung bukan mencari sendiri. Toh kalau mereka ingin menjalankan suatu hubungan harus dilandasi dengan kepercayaan dan kejujuran. Persis seperti yang dikatakan Reinka.
Kini Raffi duduk dibalik kemudi mobilnya sambil menatap kearah gerbang TK tempat Nagita mengajar berharap Orang ditunggunya segera keluar dari sana karna waktu istirahatnya tinggal setengah jam lagi. Namun hingga waktu istirahatnya tinggal lima menit lagi Nagita tak kunjung keluar dari sana padahal seluruh siswa disana sudah pulang begitupun beberapa guru juga sudah pulang. Mau tak mau akhirnya Raffi melajukan mobilnya untuk kembali kekantornya mungkin lain waktu fikirnya.
Hanya berselang beberapa saat setelah Raffi menjalankan mobilnya Nagita keluar dari bersama seorang guru yang terlihat sudah cukup berumur, sepertinya Nagita membicarakan sesuatu yang penting bersama beliau hingga dia pulang lebih siang dari pada biasanya.
~~~~~
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam saat Nagita mendengarkan ketukan pintu dirumah Reinka, ya Nagita sudah kembali kerumah Reinka sejak Reinka pulang dari Jakarta dua hari lalu. Nagita menggerutu sendiri ingin memarahi orang yang tidak punya sopan santun bertamu jam segini, namun saat ingin membuka pintu Nagita memundurkan langkahnya rasa takut tiba-tiba saja menelingkupi dirinya berbagai ketakutan muncul didalam benaknya. Bagaimana kalau itu maling? Bagaimana kalau itu pembunuh, pemerkosa, penculik atau bagaimana jika itu Restian, ya Restian bisa saja dia kabur dari penjara dan kembali mencari Nagita!
Pintu rumah terus saja diketuk hingga bebebrapa kali, Nagita menggenggam erat ponsel ditangannya, fikiran-fikiran itu membuat Nagita sangat ketakutan , mungkin tidak membukakan pintu itu yang terbaik fikir Nagita, dia pun segera membalikkan badannya namun belum sempat melangkah ponselnya berdering nyaring membuat Nagita terkejut setengah msti dan ingin melemparkan ponselnya saat itu juga. Nagita mencoba mengatur detak jantungnya yang tak beraturan karna sangkin terkejutnya lalu melihat ke ID yang tertera di ponselnya. Raffi ya panggilan itu dari Raffi tanpa pikir panjang Nagita langsung mengangkatnya mungkin Raffi bisa mengusir orang didepan rumahnya saat ini.
"Ha halo?"
"Buka pintunya! Saya didepan.... tut..tut..tut"
"Buka pintunya! Saya didepan.... tut..tut..tut"
Nagita membelalakkan matanya tak percaya pada ponselnya sendiri, jadi yang mengetuk pintu itu Raffi? Setika rasa takut Nagita meluap begitu saja entah kemana dengan cepat dia membuka pintu rumahnya dan benar saja Raffi berdiri disana dengan kaus coklat polisi yang begitu pas dibadannya dan jaket kulit yang berada digenggaman tangan kirinya. Melihat dari penampilannya mungkin Raffi baru pulang dari kantor.
"Huuuuft" Nagita menghela nafas lega begitu melihat Raffi yang berdiri disitu bukan Restian atau siapapun yang berniat jahat padanya.
Raffi menyeritkan dahinya melihat ekspresi Nagita yang terlihat begitu lega namun dengan wajah yang pucat. "Kamu baik-baik saja?" Tanya Raffi kemudian
"Ya saya baik-baik saja"
"Kamu seperti orang yang ketakutan karna wajahmu yang pucat itu"
"Huh ini semua gara-gara Bapak, saya kira tadi Restian, maling atau apalah. Belum lagi Bapak mengagetkan saya karna tiba-tiba menelfon"
"Tidak ada maling yang mengetuk pintu! Sekarang lebih baik masuk dan minum, kamu seperti mayat karna pucat seperti itu" ucap Raffi dengan nada memerintah
"Heh?"
"Sudah cepat masuk" Raffi membalikkan tubuh Nagita dan mendorongnya agar berjalan menuju dapur dan dengan rasa bingung yang akut Nagita menuruti saja perkataan Raffi.
"Minum cepat" ucap Raffi begitu mereka sampai dapur dan segera dituruti oleh Nagita. Sementara Nagita mengambil minum Raffi duduk di meja bar dapur.
Nagita meneguk air yang berada digelasnya hingga habis tak bersisa kemudian menyeritkan dahinya bingung, seolah air tadi membuatnya kembali sadar 100% tentang apa yang terjadi sekarang.
"Bapak ngapain disini?" Tanyanya
"Bapak ngapain disini?" Tanyanya
"Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan kamu" ucap Raffi santai
"Hmm apa?"
"Sebelumnya, ambilkan saya minum"
"Hah?"
"Ck apa kamu selalu mengatakan itu setiap saat? Cepat ambilkan saya minun"
Nagita membalikkan tubuhnya dengan cepat dia merasakan pipinya memanas karna ucapan Raffi mengingatkannya pada saat Raffi mengecup bibirnya hanya karna menyucapkan 'hah' beberapa kali. Oh dan tadi akh bukan sedari tadi Raffi menyebut 'kamu' padahal biasanya dia menyebutkan 'Anda' saat berbicara pada Nagita. Ya ampun ini membuat pipi Nagita semakin memerah. Nagita berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdetak abnormal didalam sana, mungkin dia harus menemui dokter jantung besok. Nagita menuangkan minum dan memberikannya untuk Raffi dan langsung diminum hingga tandas oleh Raffi.
"Duduk" ucap Raffi sambil melirik kursi tepat di samping kanannya, mengisaratkan pada Nagita untuk duduk disitu.
Dengan perasaan yang bingung Nagita mengikuti perintah Raffi untuk duduk namun di kursi sebelahnya dan menjadikan kursi yang ditunjuk Raffi tadi sebagai pembatas mereka, melihat itu Raffi menaikkan sebelah alisnya tak suka. Dia menarik kursi yang menjadi pembatas itu kesebelah kirinya hingga sekarang tak ada lagi kursi yang menjadi pembatas mereka. Raffi memiringkan tubuhnya agar menghadap ke Nagita secara langsung dan refleks Nafita melakukan hal sama. Raffi menatap mata Nagita dengan lekat, cukup lama Raffi hanya diam memperhatikan wajah Nagita hingga satu kalimat keluar dari mulutnya.
"Saya mau kamu menjadi istri saya"
"HAH?" Nagita membelalakkan matanya diikuti dengan mulutnya yang terbuka lebar. Sungguh memalukan!
Raffi berdecak kesal melihat tingkah Nagita yang uuuh begitu aneh baginya, bagaimana mungkin dia bisa menyukai perempuan seperti ini?
"Berhenti mengatakan kata itu dan Cepat tutup mulut mu"
"Berhenti mengatakan kata itu dan Cepat tutup mulut mu"
Nagita refleks menutup mulutnya dengan tangan sambil mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Huh sepertinya pendengaran saya terganggu, tidak mungkin bapak bilang 'saya mau kamu jadi istri saya' jadi bapak bilang apa tadi?" Tanya Nagita sambil menepuk-nepuk kupingnya pelan.
"Huh sepertinya pendengaran saya terganggu, tidak mungkin bapak bilang 'saya mau kamu jadi istri saya' jadi bapak bilang apa tadi?" Tanya Nagita sambil menepuk-nepuk kupingnya pelan.
"Kamu tidak salah dengar, saya memang mengatakan itu"
Nagita kembali membelalakkan matanya hinga rasanya bola mata itu bisa keluar tempatnya. Raffi memintanya menjadi istri? ahk bukan memintanya tak ada satu pun kata permintaan disitu, itu seperti bukan, oh bukan seperti tapi memang KATA PERINTAH. Apa itu juga termasuk lamaran? Tapi lamaran macam apa ini? Di dapur! Garis bawahi DI.DA.PUR tanpa cincin apalagi bunga. Ini gila! Bahkan dalam imajinasi tergilanya pun Nagita tak pernah membayangkan ada orang yang dilamar DIDAPUR...
"Saya kesini bukan ingin melihat kamu melamun"
"Huh itu barusan lamaran pak?"
"Sepertinya ia"
"Tapi bapak sama sekali tidak meminta melainkan memerintah. Lalu apa yang harus saya katakan?"
"Kamu hanya perlu menjawab ya atau tidak"
"Hmm tapi pak, sa hmm sa....."
"Saya beri kamu waktu tiga hari untuk memutuskannya. Sekarang tidurlah sudah malam"
"Tapi pak...."
"Sudah bangkit dan cepat kekamar lalu istirahat"
"Pintunya pak?"
"Ck saya bilang masuk kekamar dan istirahat! Saya akan menginap disini malam ini. Biar saya yang mengunci pintu" ucap Raffi lalu mendorong Nagita agar bergerak dari posisinya dan tidak terus-terusan mematung
"Tapi pak disini hanya ada dua kamar, tidak ada kamar tamu" ucap Nagita sambil berjalan kearah kamarnya
"Saya tidur disofa, atau kamu mau saya tidur dikamar kamu?"
"Hah? Enggak-enggak Bapak disofa aja!" Nagita langsung mempercepat langkah kakinya dan langsung menutup pintu kamarnya rapat-rapat meninggalkan Raffi yang menyunggingkan senyum mengejeknya lalu dengan cepat mengunci pintu rumah dan membaringkan tubuhmya disofa yang hanya memuat sebagian tubuhnya saja dan merelakan kakinya menggantung begitu saja. Tak butuh waktu lama bagi raffi untuk masuk kealam mimpinya karna memang dia sudah sangat lelah.
Sementara Raffi sudah tertidur, Nagita sama sekali tidak bisa memejamkan matanya karna ucapan Raffi yang terus mengiang-ngiang difikirannya seakan kaset rusak yang tak mau berhenti. Nagita menutup seluruh tubuhnya dengan selimut mencoba untuk memejamkan matanya berharap semua ini hanya mimpi dan besok ketika dia bangun pagi tak ada sosok Raffi sirumah ini. Namun sepertinya semua itu sia-sia sudah setengah jam berlalu namun Nagita tetap tidak bisa tidur.
Akhirnya Nagita memutuskan untuk membuat susu, mungkin segelas susu bisa membuatnya terlelap. Nagita melangkahkan kakinya pelan agar tak menimbulkan suara sedikitpun dan berharap Raffi benar-benar sudah tidur diluar sana. Dengan cepat Nagita membuat susu untuknya dan menghabiskan perlahan. Setelah selesai Nagita bergegas kembali kekamar namun tiba-tiba rasa penasaran menyelimuti dirinya untuk melihat Raffi yang tidur di sofa. Dengan perlahan Nagita berjalan kearah ruang tamu untuk melihat Raffi, Nagita membekap mulutnya sendiri melihat posisi tidur Raffi yang tidak nyaman itu. Kaki dan tangannya mengantung begitu saja dibawah, wajahnya ditutupi oleh jaket yang tadi dia bawa. Nagita yakin besok pagi seluruh badan Raffi akan sakit jika tidur dengan posisi seperti itu.
Nagita sedikit berlari kekamar mengambilkan selimut untuk Raffi. Sebelum menyelimuti tubuh Raffi, Nagita menyeret sofa single kearah kaki Raffi kemudian meletakkan kaki Raffi di sofa itu. Kemudian Nagita merapatkan meja kesofa yang ditiduri Raffi dengan susah payah kemudian meletakkan tangan Raffi yang sebelumnya menggantung kemeja itu. Setidaknya jika seperti ini tubuh Raffi tak akan begitu sakit besok pagi kemudian menyelimuti tubuh Raffi dengan selimut yang dibawanya tadi. Setelah dirasa cukup Nagita kembali masuk kekamarnya untuk tidur. Namun tanpa seorang pun yang tau dibalik jaketnya Raffi menyunggingkan senyumnya karna perlakuan Nagita. Bukannya sedari tadi dia tidak tidur hanya saja karna Nagita yang menggeserkan kakinya membuatnya terbangun, selama masih dalam pendidikan di Akpol dia di tuntut untuk siaga setiap saat, pergerakan apapun didekatnya bisa membuatnya terbangun saat tidur.
☆☆☆☆☆
"Hmm pak, udah bangun?" Tanya Nagita melihat Raffi yang tengah duduk disofa tempat dia tidur semalam sambil memainkan ponselnya. Dan posisi sofa dan meja yang tadi malam Nagita tarik sudah kembali ketempatnya begitupin selimutnya sudah terlipat rapi disana.
"Keliatannya?"
Nagita memutar bola matanya kesal, dia tak tau mau bicara apa jadi hanya hal itu yang terlintas difikirannya, lalu kenapa responnya seperti itu. Dasar!
"Dokter Reinka mana?" Raffi memasukkan ponselnya kesaku celana lalu menatap kearah Nagita.
"Hmm itu, mbak Rei di RS"
"Jam segini?" Raffi melihat jam tangannya "Dari tadi saya tak melihat dokter Reinka keluar dari kamarnya"
"Sebenernya mbak Rei semalam ga tidur dirumah, dia ada persalinan malam tadi"
Raffi mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti "Bisa buatkan saya sarapan? Saya lapar"
"iya pak, Bapak mau sarapan apa?"
"Apa saja yang kamu buat"
"Oke" Nagita membalikkan badannya menuju dapur namun baru selangkah Nagita kembali membalikan badannya lagi
"Bapak ga mandi dulu?"
"Saya tidak bawa baju ganti, nanti saya mandi di kantor saja"
"Di kantor? Kantor polisi?" Nagita menyerit jijik kamar mandi kantor polisi? Berarti kamar mandi yang sama dengan para tahanan? Uuuh Nagita tak akan memasukinnya sampai kapanpun!
"Disana ada kamar mandi khusus anggota, buang fikiran mu itu jauh-jauh"
"Kan kirain pak, tapi tetap aja ga ganti baju"
"Nanti Firra yang akan bawakan, sudahlah saya sudah lapar"
"Hmmm" Nagita mencebikkan bibirnya kesal lalu berjalan dengan cepat menuju dapur untuk memasak nasi goreng, karna cuma bahan-bahan untuk membuat Nasi goreng yang tersedia didapur.
Sambil memasak sesekali Nagita menggerutu sendiri karena sebal dengan Raffia. tanpa menyadari bahwa sedari tadi Raffi duduk dimeja bar memperhatikan Nagita yang sedang memasak.
"Sudah selesai?" Raffi menaikkan sebelah alisnya begitu Nagita membalikkan badannya sambil membawa dua piring nasi goreng
"heh Bapak dari kapan disitu?" Ucap Nafita menghentikan langkah kakinya
"Dari tadi" ucap Raffi lau bangkit dari duduknya dan berjalan kearah Nagita, melihat itu Nagita meneguk salivanya dengan susah payah, fikirannya sudah jauh kemana-mana, mata mereka saling mengunci satu sama lain hingga Raffi berada persis didepan Nagita membuat perasaan Nagita tambah tak karuan.
"Jangan pernah masak didepan laki-laki lain, selain saya" ucap Raffi pelan tepat ditelinga Nagita dengan suaranya yang berat. Kemudian dia berlalu menuju wastafel yang berada tak jauh dari Nagita untuk mencuci muka disana.
Nagita mengerejapkan matanya beberapakali untuk membawanya kembali kedunia nyata, Nagita berjalan dengan cepat menuju meja makan dan meletakkan dua piring Nasi goreng itu disana kemudian mengambil minum untuk mereka berdua, Nagita tak memperdulinya jantungnya yang berdetak tak karuan hanya karena kata-kata aneh Raffi tadi, Nagita tidak mengerti kenapa Raffi mengatakan itu dan dengan cara seperti itu. Jika dia ingin mengatakan itu kenapa tidak bilang saja sewaktu duduk di meja bar tadi kenapa harus berjalan mendekatinya dan berkata tepat ditelinganya fikir Nagita.
Kini mereka berdua sudah berada dimeja makan dan makan dalam diam, tak ada yang memulai percakapan mereka hanya diam larut dalam fikiran masing-masing hingga ponsel Raffi berdering nyaring dari saku celananya
"Hmm?"
"....."
"Ya, Tunggu didepan, gue males masuk"
"Hmm"
"....."
"Ya, Tunggu didepan, gue males masuk"
"Hmm"
"Kita berangkat sekarang?" Tanya Raffi pada Nagita
"Eh? Kita?"
"Ck ck" Raffi mendengus mendengar respon Nagita itu.
"Sekalian, ayo buruan" Ucap Raffi lagi
"Sekalian, ayo buruan" Ucap Raffi lagi
Nagita menganggukkan kepalanya, lalu membersihkan meja makan dan membawa piring kotor ke wastafel untuk dicuci
"Sudah, cepat ambil tas mu. Biar saya yang mencuci piringnya"
"Tapi pak"
"Sudahlah cepat"
Nagita baru saja ingin membuka mulutnya untuk membantah Raffi namun dengan cepat Raffi membalikkan tubuh Nagita dan sedikit mendorongnya agar keluar dari dapur.
"Cepatlah!"
"Cepatlah!"
"Iss ia ia ia" Nagita mencebikkan bibirnya lalu berjalan menuju kamarnya untuk mengambil tas dan beberapa barang bawaan yang perlu dibawanya.
Saat Nagita keluar dari kamar Raffi sudah berada didepan sambil memasang sepatunya yang menurut Nagita menambah kesan seram pada polisi.
"Sudah?" Tanya Raffi begitu melihat Nagita sudah berdiri disampingnya yabg dijawab dengan anggukan kepala oleh Nagita
Saat Nagita hendak mengunci pintu, Reinka datang memberikan tatapan bingung pada Raffi.
"Pak? Saya ga salah liat kan? Bapak ngapain disini?" Tanya Reinka bingung
"Saya se....."
"Hmmm mbak Rei, aku berangkat dulu ya, udah mau telat, bye Mbak" ucap Nagita lalu menarik tangan Raffi agar pergi dari situ. Bukan bermaksud apa-apa Nagita hanya tak mau Reinka berfikir macam-macam jika tau semalam Raffi menginap. Tapi nanti dia akan memberitahu Reinka tapi nanti bukan sekarang!
"Ayo pak" Ucap Nagita kemudian masuk kedalam mobil Raffi
Raffi yang tidak terlalu peduli mengikuti Nagita masuk kedalam mobil dan menjalankannya menuju rumah sakit untuk mengambil bajunya yang dibawa Firra. Tak butuh waktu lama untuk tiba dirumah sakit, Raffi langsung turun begitu melihat Firra menunggu didepan rumah sakit dengan membawa paper bag yang cukup besar.
"Jangan turun" Ucap Raffi pada Nagita sebelum dia turun yang hanya dijawab anggukan oleh Nagita.
"Lo tidur dimana sih semalem?" Tanya Firra begitu Raffi tiba didepannya
"Mana baju gue?"
"Ck ditanya apa juga. Nih" Firra menyodorkan paper bagnya pada Raffi "itu juga ada sarapan gue banyakin, bagi-bagi ama yang lain" Ucap Firra lau matanya mengarah kemobil Raffi
"Oke, thanks" ucap Raffi kemudian akan membalikkan badannya namun dengan cepat Firra menahannya
"Siapa tu dimobil lo?"
"Bukan siapa-siapa"
"Raffi jangan bohong! Siapa? Jangan bilang itu...."
"Jangan ngaco! Udah sanah masuk" Ucap Raffi lalu berjalan dengan cepat meninggalkan Firraa yang terus menatap perempuan yang berada di mobil Raffi yang membuatnya penasaran setengah mati. Harusnya dia pakai kacamata minus nya sekarang!
☆☆☆☆☆
Setibanya dikantor Raffi langsung memberikan bekal yang dibawakan Firra pada Azka untuk dibagikan ke yang lain sementara dia bergegas menuju kamar mandi karna sejujurnya dia sudah sangat gerah sekarang.
"Wih dari mana tu kapten? Jangan-jangan.... aw"
"jangan mikir aneh-aneh" Ucap Sony sambil menahan tawanya karna berhasil memukul kepala Azka
"Sakit tau!" Azka menusap-usap kepalanya "emang aku mau bilang apa tadi coba?"
"Yang pastinya ga bagus, udah siniin kali makanannya, kebetulan belum sarapan nih"
"Eh tapi benerkan, dari mana coba? Kenapa ga mandi dirumah?"
"Kali aja dirumah airnya mati, ais kenapa jadi bahas beginian sih??!!"
☆☆☆☆☆
"Mbak kok udah dirumah aja?" Tanya Nagita begitu masuk kedalam rumah dan mendapatkan Firra tengah menonton TV
"Ga seneng banget kayanya Ta kalau mbak dirumah" Ucap Reika pura-pura ngambek
"Bukan gitu mbak, cuma biasanyakan jam segini masih di RS" Ucap Nagita lalu duduk disamping Reinka.
Reinka hanya tersenyum kemudian mematikan TV dan menghadap kearah Nagita dengan tatapan yang susah dijelaskan oleh Nagita.
"Raffi ngapain pagi-pagi kesini?" Ucap Reinka langsung
"Aaaa itu hmmm" Nagita menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal, bingung bagaimana menjelaskannya pada Reinka
"Apa?"
"Itu mbak hmmm gimana ya aduuh"
"Itu itu apa? Kalian janjian? Kayanya mbak tinggal seminggu mbak ketinggalan banyak cerita ya?"
"Bukan gitu mbak, pak Raffi yang dateng sendiri semalem"
"Semalem? Raffi nginep disini? Jam berapa dia datang?" Reinka membelalakkan matanya
"Ia mbak. Jam 10" cicit Nagita
"Trus kamu ngizinin gitu aja? Kalau dia macem-macem gimana Ta?" Ucap Reinka sedikit menyesalkan Nagita yang mengizinkan Raffi menginap, biar bagaimanapun mereka berdua bukan mukhrim dan tidak ada orang lain dirumah selain mereka berdua.
"Tidur dimana dia semalem?"
"Tidur dimana dia semalem?"
"Disofa mbak"
"Yakin? Mana muat badannya disofa itu"
"Beneran mbak tidurnya disofa kok"
Reinka menghela nafasnya, oke tadi dia berlebihan menuduh Raffi yang tidak-tidak tapi tetap saja!
"Emang dia ngapai kesini malem-malem gitu kaya ga punya waktu lain"
"Emang dia ngapai kesini malem-malem gitu kaya ga punya waktu lain"
"Hmm itu mbak, aduuh" Nagita kembali salah tingkah oh dia tidak akan pernah mengatakan pada siapapun Raffi melamarnya DI.DA.PUR tidak akan!
"Aduh Ta, kamu kok jadi kaya orang gagu gitu sih? Dari tadi juga!" Ucap Reinka sedikit kesal
"Pak Raffi ngelamar aku mbak" ucap Nagita pelan sambil memejamkan matanya
...................
Hening........
"Hahahahahaha"
Perlahan Nagita membuka matanya menatap aneh kearah Reinka yang terus tertawa
"Mbak kenapa jadi ketawa siih?"
"Mbak kenapa jadi ketawa siih?"
"Hahaha muka kamu Ta hahaha"
Refleks dia memegang pipinya bingung, yang lucu dari wajahnya. Dia tidak berpenampilan seperti badut sekarang!
"Iiiihh mbak Rei! Apaannya sih yang lucu"
"Huuuuuft ini ya Ta, muka kamu itu merah entah karna malu,seneng atau apa aku ga ngerti tapi itu lucu banget hahaha lagian kenapa coba ngomongnya sambil merem gitu hahaha"
"Hah? Masa sih mbak? Tapi aku tu takut mbak marah"
"Kenapa aku harus marah Raffi ngelamar kamu?"
"Ya abisnya tadi mbak marah-marah karna pak Raffi nginep disini"
"Ya kalo itu aku emang marah, tapi kalau soal dia ngelamar kamu kenapa harus marah? Trus-trus gimana kamu terima ga? Cincinnya mana?"
"Hmm itu aku belum jawab Mbak, pak Raffi ngasih aku waktu tiga hari buat jawab"
"Dia ngelamar kamu dimana? Dia ngajak keluar gitu malam-malam?"
'Boro-boro mbak ngajqk keluar. Mending ngelamarnya diruang tamu ini di dapur! Di DAPUR Mbaaaaak' Rasanya Nagita ingin meneriaki itu pada Reinka tapi yang keluar dari mulutnya hanya
"Enggak mbak dirumah" huh Nagita sudah bertekad tak akan memberitahukan dimana dia dilamar kepada siapapun.
"Enggak mbak dirumah" huh Nagita sudah bertekad tak akan memberitahukan dimana dia dilamar kepada siapapun.
"Gimana dia bilangnya?" Tanya Reinka penasaran
"Ya gitu deh mbak, udah akh mbak aku kekamar dulu" Ucap Nagita lalu dengan cepat bangkit dari duduknya dan berlari masuk ke kamar
"Eh eh Ta kok kabur?"
Langganan:
Postingan (Atom)